9. Hukuman

625 164 80
                                    

Untuk kedua kalinya Fafa memasuki ruang BK. Kali ini dia tidak sendirian, ada Rahel yang bersama dengannya.

Karena kejadian berdua di perpustakaan kemarin, Fafa dan Rahel banyak sekali melanggar aturan. Mulai dari bolos rapat, berbohong kepada guru yang sedang mengajar, sampai mengotori ruang perpustakaan dengan tetesan lilin yang menempel di lantai.

Bu Dinar, guru berkumis tipis itu terus saja berjalan memutar dengan memainkan senter lasernya. Kakinya ia hentakan keras hingga mengeluarkan bunyi yang membuat seisi ruangan bergetar.

"Apa yang kalian lakukan kemarin? Pacaran?" bentak Bu Dinar marah.

"Tttidakk Bu," jawab Rahel dan Fafa bersamaan.

Rahel sudah tidak tahan lagi dengan amukan Bu Dinar, ingin rasanya ia cepat keluar dari ruangan VIP ini. Tetapi si raja hutan, masih tetap saja mengurungnya.

"Lalu apa yang kalian lakukan kemarin?" Mata Bu Dinar menatap tajam kearah Fafa, lalu bergantian kearah Rahel.

"Kemarin saya mendengar pemberitahuan dari speaker kelas-,"

"Iya memang semua kelas mendengar pemberitahuan itu," ujar Bu Dinar memotong pembicaraan Fafa.

'anjir nih emak jenggotan, belum tahu rasanya jilat ketek gue,' batin Fafa kesal.

"Jadi gini Bu, waktu ada pemberitahuan saya tidak dengar jika waktunya adalah setelah selesai jam pertama. Saat itu, saya dan Rahel buru-buru menuju perpustakaan supaya tidak terlambat. Ini ceritanya dua puluh menit kemudian ya Bu, saya dah nunggu lama tetapi belum juga ada perwakilan kelas yang datang. Saya menjadi galau, sedih, cemas pokoknya campur aduk. Saya sempat berpikir untuk kembali ke kelas, eh waktu saya sudah sampai di ujung pintu ada petir yang bersuara dyarr... dyarrr...
Saya takut, akhirnya saya dan Rahel memutuskan untuk tinggal di perpustakaan sampai hujan reda," cerita Fafa dengan ekspresi yang dibuat-buat nya.

"Lalu kenapa kamu izin dengan bapak Badrul untuk menemui ketua OSIS? Ruang OSIS kan ada sendiri,"

"I-iya tadinya tujuan saya menemui ketua OSIS, tapi yang dicari malah tidak ada. Terus saya kepikiran untuk masuk ke ruang perpustakaan, sekalian menunggu perwakilan dari kelas lain datang juga," ujar Fafa menggaruk-garukan hidungnya yang tak gatal.

"Tapi kalian kan-," belum selesai Bu Dinar bicara, Fafa sudah memotongnya.

"Kalau masalah tidak mengikuti rapat, itu bukan salah kami Bu. Kami tidak mengikuti rapat, karena tidak adanya fasilitas speaker di perpustakaan. Di lain sisi juga ada hujan, hujan yang menjadi masalah utama kami terkurung di dalam perpustakaan. Dan pemadam listrik, yang memaksakan kami untuk menghabiskan semua batang lilin yang tersedia di perpustakaan. Ibu tahu nggak? kalau laki-laki dan perempuan tidak boleh gelap-gelapan apa lagi cuman berdua, nanti bisa berbadan dua. Makanya saya memiliki ide untuk membuat cahaya di ruang perpustakaan itu, dengan sinar dari cahaya lilin," Fafa menarik napasnya dalam-dalam, mulutnya sudah bosan untuk berbicara. Sementara Rahel yang menjadi korban keteledoran Fafa, hanya bisa diam tertunduk takut.

Bu Dinar mulai terdiam, sepertinya guru berkumis itu sedang memikirkan hukuman apa yang pantas untuk kecerobohan yang mereka lakukan. Atau mungkin sedang memilah kata-kata bijak, yang ia dapatkan dari sang ketua kelas terkoplak Rafael Anandito. Hanya dirinya dan Tuhanlah yang tahu, tentang suasana hati guru BK terkiller ini.

"Huftt... ," Bu Dinar mengeluarkan napasnya kasar, dilipatnya kedua tangan di atas perut. "Oke hari ini ibu maafkan. Tapi kalian jangan senang dulu, karena ini kecerobohan kalian maka hukum masih tetap berlaku. Kalian ibu suruh untuk membersihkan perpustakaan dan merapikan semua buku yang ada di perlukan tanpa ada noda sedikitpun,"

Ketua Kelas [END]Where stories live. Discover now