8 | Sekedar teman

26 2 0
                                    

CHAPTER 8 | Sebatas Teman

☘☘☘

Rasa nyaman, bikin lupa kalau kita hanya sebatas teman.

***

Zahra meregangkan kedua tangannya, dengan sedikit menggerakkan beberapa bagian tubuhnya. Pelajaran yang di bawakan oleh guru matematika tadi sangat menguras tenaganya. Anisa yang melihat Zahra hanya mengeleng dengan kelakuan teman sebangkunya itu.

Rangga yang sudah berdiri dari tempat duduknya menghampiri kedua cewek yang asik-asiknya berbicara.

"Mau main di kelas terus, atau mau ke kantin?" tanya Rangga pada mereka berdua.

Anisa yang memang ingin keluar kelas tadi mengurungkan niatnya saat melihat Zahra yang masih berkutat dengan tugas yang di berikan oleh guru, ia tetap menunggu Zahra yang masih setia duduk disampingnya.

"Kalian duluan aja, aku masih mau ngerjain tugas ini dulu," ucap Zahra.

"Zah, tugas ini kan minggu depan di kumpul," kata Anisa yang masih membujuk Zahra untuk pergi bersama.

Zahra berhenti mengerjakan sembari menatap lawan bicaranya dengan senyum yang masih bertengger di bibirnya dia meyakinkan kedua temannya untuk pergi ke kantin saja karena tidak lama tugasnya akan selesai.

"Beneran kita ke kantinnya gak bareng?" tanya Anisa sekali lagi dengan tatapan memelas. Usahanya untuk membujuk Zahra sia-sia saja.

Zahra kembali meyakinkan kalau ia bisa menyusul dengan cepat, Rangga yang melihat kedua cewek itu berdebat hanya senyum-senyum.

"Yaudah aku sama Rangga ke kantin, tapi kamu datangnya bareng Devan, yah," ucap Anisa.

Zahra hanya menganggukkan kepalanya tanda ia setuju.

Kedua temannya itu pergi meninggalkan Zahra untuk pergi ke kantin.

Keadaan seketika menjadi hening. Suara yang tadinya di dominasi oleh berbagai macam suara dari siswa yang berada di kelas itu sudah tidak terdengar lagi, yang tersisa hanyalah suara dentingan jam. Zahra menghentikan aktivitasnya, ia menatap keluar jendela. Tatapannya tertuju pada pohon yang berada di pojok taman sekolah, taman itu dekat dengan perpustakaan, banyak siswa yang berlalu lalang di taman itu. Ia kembali menatap pohon itu tanpa suara. Zahra mengingat kembali kenangan saat bersama ibunya. Taman yang selalu menjadi alasannya untuk tersenyum, melepaskan beban setiap ia mendapatkan masalah. Entah itu masalah keluarga, sahabat atau yang lainnya. Zahra tersenyum kecut, kembali mengingat kenangan itu. Seketika matanya mengeluarkan cairan bening. Dengan cepat ia menghapus air mata itu.

Tanpa ia sadari Devan memperhatikan Zahra dari belakang

Sekarang cowok itu sudah berada disampingnya. Devan mengelus puncak kepala Zahra "Jangan nangis," ucap Devan.

Zahra yang kaget dengan perlakuan Devan padanya seketika diam membisu. Ia tidak tau harus berbuat apa, kalau sudah berhadapan dengan cowok itu.

"Mau ke taman?" ajak Devan.

Zahra menghela napas, ia tersenyum canggung untuk Menjawab Devan. "Boleh."

Devan membawa Zahra ke taman dekat perpustakaan. Disana mereka duduk di bawah pohon, Zahra kembali diam tanpa membuka suara.

Semilir angin menerbangkan beberapa helai daun yang jatuh ke tanah. Zahra yang terbawa suasana dengan taman ini, ia hanya menatap kosong kedepan.

Devan membuka suara. "Tadi bekalnya udah di makan belum?"

Zahra yang sadar dari lamunannya hanya menganggukkan kepalanya.

Cowok itu melihat respon Zahra, ia membalasnya dengan senyuman hangat.

"Tadi kamu nangis kenapa?" Tanya Devan dengan hati-hati, takut cewek di sampingnya ini marah dengan pertanyaannya.

"Aku ingat ibu," jawab Zahra jujur. Matanya kembali meneteskan air mata. Tadi ia sudah berusaha kuat untuk tidak menangis di depan Devan, tetapi pertahanannya runtuh lagi. Zahra sesegukan, tangannya yang tadinya memegang ujung rok sudah terangkat untuk menutupi wajahnya. Devan merasa bersalah dengan bertanya hal yang sensitif seperti itu. Harusnya dia tau, kalau Zahra tidak sedang baik-baik saja.

Devan memberikan waktu untuk Zahra menangis, dia tidak ingin mengganggu Zahra yang masih sesegukan. Bahu cewek itu naik turun, suaranya sudah tidak terdengar lagi. Ia menghapus air matanya di sisa-sisa tangisnya.

"Maaf," ucap Devan yang masih menatap Zahra dengan seksama.

"Iya gak papa, kamu enggak salah" ucap Zahra meyakinkan Devan.

Mereka berdua kembali berbicara seperti biasa. Devan tidak bertanya lagi yang bersangkutan dengan ibu Zahra. Dia tidak ingin cewek itu menangis.

Canda tawa dari mereka berdua mengisi taman yang tadinya sepi, Zahra tersenyum seperti biasa tidak ada lagi raut wajah sendu yang dilihat Devan tadi.

"Kak Altaf itu baik banget, Aku gak bisa bayangin kalo di dunia ini gak ada kak Altaf, dia rela pindah tempat kuliah demi jagain aku disini. Tadinya aku sempat nahan kak altaf buat tetap kuliah disana. Tapi dia tetap gak mau, katanya dia sebagai kakak yang baik itu udah jadi tanggung jawabnya buat jagain aku, apalagi setelah ibu udah gak ada...." Zahra kembali terdiam, tadinya ia berfikir kalau dia bisa berbagi ceritanya pada Devan tanpa merasa sedih lagi, tapi kenangan akan almarhumah ibunya masih membekas dihatinya. Cowok itu tersenyum menguatkan Zahra agar tidak merasa sedih lagi. Devan kembali mencairkan suasana yang tadinya mulai meredup setelah canda tawa mereka.

"Zahra kamu itu cewek yang kuat, jangan pernah berkecil hati. Allah tau dimana batas kemampuan seseorang, aku emang gak bisa ngerasain apa yang kamu rasa sekarang. Tapi aku tau Allah ngasih kita cobaan dimana kita masih bisa melewatinya. Banyak hal yang buat aku kagum sama kamu, selama aku kenal Zahra. Dia gak pernah nunjukin kesedihannya di depan siapapun itu. Kamu kuat, aku tau itu," ungkap Devan dengan tersenyum.

Zahra membalasnya dengam senyuman.

Ditaman ini Zahra merasa semua beban yang dia tanggung sendiri semakin mengerucut. Devan memberikan ia kekuatan untuk kembali menjalani hari-harinya yang suram.

Sementara itu Anisa dan Rangga sedang asik menyantap nasi goreng di kantin sekolah.

"Kamu tahu enggak ini apa?" tanya Rangga.

"Gelas," jawab Anisa yang kembali menyantap makanan nya.

Rangga pun menghela nafasnya. "Iya tahu ini gelas, maksudnya itu yang di dalam gelasnya."

Anisa pun melihat sekilas ke arah Rangga. "Masa kamu enggak tahu, sih? Malu sama umur dong, anak TK aja tahu," ucap Anisa.

Rangga pun hanya menatap nya dengan tatapan tidak percaya. "Auaah Males ngomong sama lo," ocehnya yang kembali memakan makanannya.

"Orang mau ngegombal juga," ucap Rangga dengan suara pelan.

Anisa yang mendengar nya hanya tersenyum senang melihat cowok itu marah.

"Oh, Yah, Devan sama Zahra kok belum datang juga, yah?" tanya Anisa pada Rangga.

"Kena macet mungkin," ucap Rangga yang asal menjawab.

"Emang, kalau di sekolah bisa kena macet juga, yah."

"Bisa, lah."

"Kok, Bisa?"

"Iya bisa, kayak aku yang terjebak macet di hati kamu, jadi enggak bisa keluar, deh," Gombal Rangga sembil tersenyum pada Anisa.

"Gombal mulu, nih, orang enggak ada kerjaan lain apa!" ucap Anisa.

"Ada kok, merhatiin kamu," Rangga tersenyum pada Anisa sementara cewek itu lebih memilih untuk diam dan tidak memperdulikan Cowok itu.

____________________________________

Kritik sarannya di tunggu😊

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 09, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Square loveWhere stories live. Discover now