11 - Kinara

80.1K 5.2K 192
                                    

"Assalamu'alaikum, bunda!!!" Pekik Bintang seraya membuka pintu rumahnya. Rumah semegah ini memang hanya memiliki satu orang pembantu. Jadi, jangan heran kalau Bintang tidak dibukakan pintu layaknya orang-orang kaya lainnya.

"Eh sumpah kaget gue. Setan ngucap salam," celetuk Bumi seraya menjatuhkan cowok itu ke atas sofa ruang tamu milik Bintang.

"Huanjayyy!!! Kakak kelas tercinteh ngajak gue ngomong!" Teriak Bintang histeris layaknya diajak interaksi oleh seorang artis papan atas. Ya, Bintang memang konyol dan humoris. Itulah salah satu point yang tidak dimiliki seorang Bumi.

"Berisik lo ah! Untung rumah lo gede, kalo aja rumah lo kecil. Tetangga udah pada ngamukin suara lo yang kayak tikus kejepit itu!" Omel Bulan yang nampak sedang mencari seseorang.

"Dan kalo rumah gue kecil, pasti tetangga udah pada ngomelin lo yang ngomong secepat kilat."

"Bodo ah!" Bulan masih seperti mencari sesuatu, atau mungkin seseorang. Dan Bumi juga Bintang cukup peka untuk mengetahui gerak-gerik cewek itu.

"Nyari siapa, Lan?" Akhirnya Bumi terlebih dahulu menyalurkan pertanyaan di benak mereka berdua.

"Perasaan tadi Bintang teriak bunda-bunda gitu. Kok gak ada yang nongol?"

Bumi juga merasakan hal yang sama. Ia juga sama bingungnya. Lantas, cowok yang sedang duduk selonjoran di atas sofa itu tertawa renyah diantara kebingungan dua manusia lainnya. "Bunda gue lagi kerja jam segini mah! Kakak gue lagi ngampus atau jalan sama pacarnya itu, dan kalau bi Rina mungkin lagi ke supermarket atau warung." Jelas Bintang setelah tawanya mereda.

"Terus, Papah lo?" Tanya Bumi penasaran. Karena memang Bintang tidak menyebutkan satu makhluk itu.

"Die!" Ucap Bintang dingin seraya menatap sinis. Entahlah, tapi rasanya cowok itu berubah drastis. Mungkin karena ia merasa terpukul. Ah, Bumi jadi merasa bersalah.

"Oh, sorry."

"Nope lah my honney sweety baby Bumi lopek lopek!" Ucap Bintang manja seraya membentuk hati dengan jari-jarinya.

"Najis!" Bumi bergidik ngeri dan berpindah ke sofa yang lain karena sejak tadi ia duduk di samping Bintang.

"Duduk, Lan!" Suruh Bintang karena sejak tadi Bulan masih berdiri. Cewek itu meletakkan tasnya ke atas sofa, lantas bertanya keberadaan toilet yang langsung diberitahu oleh Bintang. Dan setelah itu, Bulan pergi menyisakan mereka berdua di ruang tamu.

"Lo suka kan sama Bulan?" Tanya Bumi to the point ketika bayangan cewek itu sudah lenyap ditelan dinding.

"Menurut lo?"

"Terus, buat apa lo sok baik sama gue? Buat cari perhatiannya Bulan?"

"No no no!" Bintang menegakkan duduknya yang santai sebelum melanjutkan perkataannya. "Gue udah anggap lo temen. Lo udah nolong gue, dan gue berhutang budi sama lo. Lagian, gue kan temennya Bulan, dan lo temennya Bulan. Dengan begitu, lo juga temen gue."

"Terus?"

"Ya gak ada terus-terusnya. Udah titik itu, bukan koma."

"Maksud gue, lo dan gue kan sama-sama ada perasaan sama Bulan."

"Itu lain cerita lagi! Pokoknya, gue mau lo contoh adek kelas lo ini! Lo harus konsekuen, di saat temenan ya kita baik-baik aja. Kalau udah menyangkut hati, baru kita bersaing. Apa ya bahasanya itu... bersaing secara sehat! Nah iya kayak gitulah kurang lebih maksud gue. Intinya gue gak mau kita musuhan. Karena sekedar info aja, sih. Gue itu gak suka cari musuh."

"Sok!"

"Lo tau, musuh itu biasanya pendendam. Dan gue takut, dengan itu nanti malah memperkeruh urusan gue di alam kubur."

Bumi, Bulan, Dan Bintang (Complete)Where stories live. Discover now