Anjriittttttt!!!
Bau kaki!
Aku dan Lala saling berpandangan.
"Lo nyium bau sesuatu nggak?" bisikku.
"Bau kaki, ya?"
Aku dan Lala mulai mengendus sambil celingak celinguk mencari siapa pemilik bau semriwing itu.
"Kayaknya di belakang gue deh." ucap Lala menduga. "Wah, minta gue slepet tuh orang!" gadis itu terlihat seperti akan berdiri dari duduknya.
Sebelum terjadi keributan, aku menahan Lala agar tidak berteriak pada orang yang belum tentu bersalah. Bisa saja kan si pemilik kaki ikan asin itu bukan orang yang duduk di belakangnya?
"Jangan, La!"
"Biarin aja!"
"La, kalo lo nuduh orang sembarangan ternyata salah gimana?" kataku memperingatkan Lala.
"Tapi ini nggak bisa dibiarin, Xi! Mana bisa kita nahan napas selama film berlangsung. Bisa koid gue!"
Tiba-tiba Lala berdiri lagi dan berkata lantang, "Tolong, ya! Yang merasa bau kaki bisa keluar dulu dong cuci kakinya di toilet sampe bersih. Jangan sampe gue lapor ke petugas depan ya karna mengganggu kenyamanan!" ucapnya agak kencang membuat beberapa orang menoleh ke arahnya.
Hampir lima menit tak ada yang merespon.
Akhirnya Lala nekat mengendus bagian bawah orang yang duduk di belakangnya yang ternyata melepas sepatu.
"Bener kan dugaan gue! Gila lo ya, Mas! Lo nggak nyadar apa kaki lo bau banget, pengen muntah gue. Tolong dong dibersihin dulu!"
Mas-mas Jamet itu melotot menatap Lala, namun tak berkata apa-apa, setelah itu ia lantas langsung ngacir keluar studio, bahkan hingga film berjalan hampir setengahnya, Mas Jamet itu tak kunjung kembali ke dalam. Mungkin dia malu karna habis dipermalukan oleh Lala.
"La, lo kan bisa ngomong baik-baik, tuh orang kayaknya sakit hati deh."
"Bodo amat! Dia aja nggak mikirin idung orang sekitarnya."
*
"Lo yakin mau minta jemput Darren?" tanya Lala sekali lagi memastikan, "Ntar gue jadi nyamuk, deh!"
"Nggak bakalan! Lagipula, lo kan belom pernah kenalan kan sama cowok gue nanti biar gue kenalin," aku menjeda ucapanku, "Tapi awas jangan lo embat aja pacar gue, trus udahannya nggak ngakuin gue sebagai temen lo!"
"Gila aja, lo! Emangnya gue si onoh!"
Lala memang sengaja tidak membawa motor karna menurutnya akan sangat melelahkan mengendarai motor di hari sabtu yang pastinya macet.
"Kamu lagi dimana?" tanyaku saat panggilanku diangkat Darren.
"Lagi di Bekasi, Sayang. Rumah temen aku, diajak kumpul temen-temen sekolah dulu." jawabnya.
"Oh, yah jauh, ya."
"Emang kenapa?"
"Nggak. Tadinya kalo kamu lagi nggak ngapa-ngapain, aku pengen minta tolong jemput." Aku lalu menyebutkan dimana kami berada.
"Aku kirain kamu nggak mau diganggu quality time sama Lala. Kalo aku jemput kamu nunggunya kelamaan, nggak?"
"Nggak usah kalo gitu, kasian kamunya, kejauhan."
"Uohookk*pengenmuntah*uhoookkkk!" sayup-sayup kudengar suara Lala meledekku. Aku menoyor kepalanya geram.
"Ya udah, kamu have fun aja, ya. Aku pulang naik taksi online aja. Hati-hati, ya. Bye." ucapku lalu menyudahi percakapan.
YOU ARE READING
INTERVIEW (END) - revised
ChickLitBagi sebagian orang, mungkin proses interview melamar pekerjaan merupakan sesuatu yang menyenangkan. Tapi tidak bagiku, aku yang kadar paniknya suka melebihi rata-rata, menganggap interview adalah sebuah momok yang menakutkan. Bagaimana kita berinte...
39. Semriwing
Start from the beginning
