14. Coffee Talk

36.4K 3.7K 88
                                    



"Xia..." panggil Totti yang berdiri di luar kubikelku dengan muka genitnya.

Apaan sih nih gentong aer, nggak liat apa gue lagi sibuk! dalam hati ku menjerit.

"Sibuk banget ya kayaknya. Hehehe."

"Kenapa, Mas Tot?" aku bertanya namun fokusku tak beralih dari layar laptop masih mengetik.

"Jangan panggil Mas dong, apalagi singkat-singkat nama gue, kan guenya jadi ngilu dengernya. Panggil Totti aja."

"Emangnya ngilu kenapa?"

"You know lah. Hehehe."

Aku mendelik geli malas memperpanjang obrolan tak jelas itu.

"Besok malem lo ada acara nggak?"

"Woi, Tot, semua cewek lo modusin tapi satupun nggak ada yang nyangkut." Lina yang duduk di kubikel seberangku menyambar meledek Totti.

"Namanya juga usaha, Lin." jawabnya menoleh ke belakang, lalu kembali bertanya kepadaku, "Gimana, Xia?"

"Hhmm, besok kayaknya gue lembur soalnya yang mau dibayar banyak banget nih." jawabku sambil menunjukkan tumpukan dokumen pembayaran yang tinggi.

"Lo nggak capek apa ditolak cewek mulu? Makanya mandi dulu sono pake cat biar lo putih, trus sedot lemak juga pake selang truk tinja."

"Sadis banget saran lo, Lin, nggak ada yang lebih manusiawi apa." aku hanya tertawa geli mendengarnya. "Udah lo kerja aja sono jangan gangguin gue ngapa."

"Emang beneran nggak bisa?"

"Ehem...!" sebuah suara deheman terdengar cukup keras datang dari seorang pria paruh baya yang berjalan ke arah mesin fotocopy yang ada di sampingku. "Totti, ngapain kamu disini?" tanya Pak Rama dengan suara tegas.

"Hehe, ini bos lagi nanyain pembayarannya Multi udah diproses belom." jawabnya berkelit.

"Pak, anak buahnya nih bukannya kerja malah modusin anak orang." adu Lina yang memang orangnya vocal.

Aku terkekeh geli melihat Totti yang berubah jadi kaku di depan bosnya, pasalnya bosnya itu terkenal dingin dan galak.

"Xia, invoicenya si Multi Daya udah lo bayar belom, yang seminar marketplace?" Totti mengalihkan pembicaraannya ke urusan pekerjaan.

"Coba lo tanya Maya dulu deh itu udah diproses di AP belom."

Maya yang duduk di sebelahku menjawab bahwa dokumen invoice dari vendor tersebut baru saja diterimanya dua hari lalu. "Baru aja kemaren gue terima, due date kan empat belas hari, jadi tunggu aja ye masih ngantri nih tangan gue cuma dua."

"Oo... yo wesss. Thanks, May, Xia. Mari, Pak Rama." Totti langsung ngacir kembali ke kubikelnya.


***


"HAPPAAHHH...!!!"

"LO CIUMAN SAMA DARRENNNN??"

Aku langsung membekap mulut Lala. Anak ini benar-benar tak bisa mengontrol suaranya. Untung saja aku tak menceritakannya di cafe tadi, aku sudah menduga dia pasti akan kaget luar biasa, pasalnya setahunya aku dan Darren itu belum lama kenal apalagi pacaran. Meskipun saat ini kami sedang berada di kamarku, tapi dengan teriakan cempreng gadis itu membuatku kuatir akan terdengar ke kamar Alde yang berada di sebelahku, sialnya anak itu sekarang lagi ada di kamar.

"Bisa nggak sih nggak usah pake toa ngomongnya?! Di sebelah ada Alde, Bencoongggg!"

"Hehe, sori sori. Gue cuma syok aja. Emang lo udah jadian sama dia?" Aku menggeleng pelan.

INTERVIEW (END) - revisedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang