39. Semriwing

26.6K 2.5K 93
                                    




Vote komennya yaa gaesss.. 😘

"SERIUUUUSSSS???!!!" Lala mengulangi kembali pertanyaannya padaku.

"Ck! Beneran! Demi lo nih gue rela batalin janjian malmingan sama doi."

"Uwow, maacih, Babe. Akyu terharu. Ayaflu!" seru Lala dengan gaya centil.

Aku dan Lala sedang berada di sebuah restoran di dalam mall, menikmati makan malam kami sambil menunggu waktu menonton yang masih ada lima belas menit lagi. Lala memaksaku hari sabtu ini agar mau menemaninya menonton film Dilan 1991 yang tiketnya sudah full itu, dan untungnya sudah dibeli olehnya melalui aplikasi. Sebenarnya aku sangat tidak tertarik untuk menonton, bahkan film yang pertamanya saja tidak kutonton.

Emang dasar ya si Lala ini, cabe-cabean! Padahal kan gue mau malem mingguan sama pacar. Ihiiiw!

Aku menceritakan hubunganku dengan Darren yang sudah naik level menjadi berpacaran. Lala tak menyangka bahwa akhirnya aku mau menjalin hubungan dengan mantan calon suami anaknya kakaknya Mamaku.

"Udah kadung bilang iya." jawabku pasrah.

"Kok? Lo nyesel emangnya?"

"Nggak sih," aku sedikit menjeda ucapanku. "Gue juga nggak nyangka, mungkin karna gue udah haus belaian banget kali ya."

"Hahaha. Suram banget alesan lo!" Lala tertawa terbahak-bahak.

"Emangnya lo udah pernah ngerasain dibelai-belai?" pancingnya. "Nakal ya lo sekarang."

"Ih, apaan sih! Belom! Masih segelan nih dari atas sampe bawah!" Kecuali bibir, ya.

"Oiya, lo kan baru sekali sih ya pacaran. Pas SMA dulu, belom sempet ngapa-ngapain."

Aku langsung menatap penuh selidik pada Lala tentang pembahasan ini. Ucapannya menyiratkan seolah-olah dia sudah berpengalaman.

"Emang lo udah pernah ngapain aja sama mantan-mantan lo? Sama bos gue juga?"

"Masih yang wajar-wajar aja kok! Fyi, gue nggak pacaran ya sama bos lo itu. Ketuaan!"

"Dih! Bego lo! Kalo gue yang di posisi lo langsung gue embat tuh si Nicko. Ganteng gitu kok!"

"Bukan selera gue!"

"Trus selera lo apa? Berondong?"

Lala melihat jam di tangannya lalu terpekik, "Eh, lima menit lagi mulai nih! Yuk, naik! Gue nggak mau kelewatan!" Lala langsung menarikku keluar dari resto. Untungnya sistem pembayaran dibayar di muka sehingga kami tak perlu buang-buang waktu lagi untuk proses bayar-membayar.

"Masya Allah, rame banget gila!" seru Lala saat memasuki lobi bioskop. Memang ya antusiasme masyarakat Indonesia akan film ini benar-benar luar biasa, kemungkinan malah akan melebihi kesuksesan film pertamanya.

"Kaum lo semua nih, cabe-cabean. Hihihi." ledekku dengan tawa ditahan. Pasalnya sebagian besar penonton yang kulihat yaitu berwajah Anak Baru Gede semua.

"Suwek!" ujar Lala yang lalu berjalan ke antrian ticket printing, sementara aku mengantri membeli minuman dan popcorn.

Setelah tiket dan snack sudah berada di genggaman, aku dan Lala lalu memasuki studio satu yang paling besar. Lala sempat menggerutu akibat antrian yang bisa membuat kami ketinggalan film. Untungnya saat masuk, meskipun lampu sudah dimatikan, namun film belum mulai, masih iklan.

Aku dan Lala duduk di deretan empat dari depan, agak pinggir di dekat tangga. Baru satu menit kami duduk, perasaanku tiba-tiba tidak enak.

Bau apaan ya? Hidungku mencoba mengendus sebuah bau yang tercium masih agak samar. Makin lama bau itu makin kentara.

INTERVIEW (END) - revisedWhere stories live. Discover now