05. Missing Link ☕

Start from the beginning
                                        

"Kamu jangan tidur dulu, aku buatkan susu jahe."

Rean hanya mengangguk. Ada senyum tipis di wajahnya melihat Rama yang sibuk sendiri di dapur. Karena hal itulah, seabstrak bagaimanapun kelakuan Rama, Rean selalu tidak bisa menemukan alasan untuk membencinya.

⚛️⚛️⚛️⚛️⚛️


Hujan mengguyur sedari subuh, semburat merah jingga arunika di sisi timur horizon kini digantikan bongkahan gelap dari titik-titik air beku yang semakin menambah kesuraman atmosfer.

Agar terhindar dari terjangan hujan dan cipratan genangan air di jalan dari pengemudi yang hobi mengebut dan tidak bertanggungjawab, Chelia dan Erva berangkat dengan dijemput Rama bersama Rean dan Edward.

Tidak seperti biasanya, Rama mengambil rute berbeda dengan membelokkan mobilnya menuju perpustakaan setelah melewati gerbang depan kampus.

"Kita mau ke mana, Rama?"

Rama menoleh pada Chelia yang kebingungan. "Kita memutar dulu ya, Sweetheart. Sekalian keliling kampus, kita kan, kerjaannya cuma main di laboratorium saja."

Edward mengerutkan sebelah wajahnya dengan enek. "Alasan! Dia ambil jalan memutar biar nggak lewat depan Fakultas Psikologi, Chelly. Dasar penakut!"

Chelia yang duduk di bangku depan melenggut maklum lalu berbalik. "Tapi ada benarnya juga Eddy, sekarang di depan Fakultas Psikologi pasti ramai wartawan dan anak jurnalistik."

"Nah, dengar itu!" Rama menepuk dirinya bangga.

Sesampai di pelataran fakuktas, Rama tidak menuju tempat parkir umum melainkan menghentikan mobinya tepat di depan pintu masuk fakuktas di mana terdapat sebuah palang bertuliskan "parkir khusus dekan" di sana.

Edward terlonjak begitu Rama mematikan mesin mobilnya.
"Rama! Kamu sudah gila, ya!"

"Rama tidak gila, Edward! Kamu jangan menghina orang sembarangan, dosa tahu!" tegur Erva.

"Aduh, Va! Masalahnya ini tempat parkir khusus dekan! Bisa kena masalah kita!"

Rean mendengus. "Sudah, jangan berisik! Ini mobil dia," Rean menunjuk Rama dengan dagunya, "yang dapat masalah nanti dia juga," lanjutnya lalu membuka pintu dan keluar dari mobil. Edward ternganga beberapa saat kemudian turun menyusul Rean diikuti Erva.

Rama hanya terkekeh melihat perseteruan ketiganya. "Kamu nggak turun, Chelly?" tanyanya pada Chelia yang masih diam di tempat.

"Rama, apa benar ini tidak apa-apa?" Chelia balik bertanya dengan raut wajah khawatir.

"Nggak kok, Chelly. Kamu dengar kata Rean tadi, kan? Paling yang dapat masalah nanti cuma aku."

"Tapi aku nggak mau kamu dapat masalah!"

Rama menyatukan kedua sisi bibirnya. "Duh, my sweetheart yang baik hati ini, aku jadi terharu," ujarnya sambil mengacak rambut Chelia.

"Aku serius, Rama."

"Aku juga serius, Chelly. Ini bukan masalah besar, oke?"

Rama turun dari mobilnya kemudian membuka pintu untuk Chelia di sisi yang lain. Chelia mau tidak mau ikut turun kemudian mengikuti langkah Rama menuju ruang kelas.

Chelia diam-diam mengamati Rama di sebelahnya. Rama memang troublemaker, tapi masa sampai berani mengerjai dekan? Kalau diperhatikan saksama, Rama dan Kak Arya itu memang mirip secara fisik, sih. Apa jangan-jangan mereka ...?

⚛️⚛️⚛️⚛️⚛️


Naya mengetuk-ngetuk meja dengan bosan. Mungkin satu-satunya civitas academica kampus yang tidak heboh dengan berita kematian mahasiswi jurusan psikologi yang tewas bunuh diri itu adalah dirinya. Sebut saja tidak punya hati, kenyataannya, Naya memang tidak merasakan apa-apa. Pertama, ia tidak mengenal mahasiswi yang nekat mengakhiri hidupnya itu. Kedua, mahasiswi tersebut adalah pacar--ralat, mantan pacar Dandy, ketua HMJ titisan Adolf Hitler yang suka memaksakan kehendak. Dilihat dari sisi manapun, Naya tidak bisa menemukan rasa simpati untuk diekspresikan.

Terlebih Naya yakin, hanya segelintir dari orang-orang yang membicarakan perihal kematian tragis mahasiswi tersebut yang benar-benar peduli. Selebihnya hanya untuk memuaskan rasa kepo semata yang tidak lebih baik dibandingkan dengan tidak peduli sama sekali.

Dalam hal ini Naya boleh berbangga, sebab sebagian dari segelintir orang yang betul-betul peduli tersebut adalah teman-teman dekatnya. Rama si cucu sultan menyumbang uang duka yang cukup besar. Rumy sampai terkejut dan berniat membuatkan Rama surat pernyataan sebab nominal uang tersebut bisa digunakan untuk membayar SPP tiga semester. Rean kendati musuh bebuyutan Dandy sekalipun tetap memberi sumbangan, demikian pula Cassy. Chelia yang memiliki empati di atas rata-rata juga berbesar hati mengikhlaskan uang tabungannya. Edward dan Erva pun turut berdonasi semampunya.

Naya tersentak begitu Cassy menyikut lengannya. "Kenapa, sih?!" gertaknya tanpa sadar.

Cassy langsung melotot bersamaan dengan Ibu Jasmine--wanita paruh baya sebagai dosen pengampuh mata kuliah Farmakologi melirik tajam ke arah mereka sambil membetulkan letak kacamata yang melorot lantaran hidung pesek keriput miliknya tak mampu lagi menyangga alat bantu penglihatan klasik itu.

Cassy hanya meringis kemudian pura-pura melanjutkan bacaannya--tepatnya drama Korea yang ditontonnya melalui komputer gengam di balik buku tebal dengan posisikan tegak lurus. Matanya memberi isyarat ke arah Chelia.

Naya menoleh pada Chelia di sampingnya yang sedari tadi kelihatan gelisah usai membaca berita dari catatan tim jurnalistik kampus tentang sepuluh fakta kematian mahasiswi calon psikolog yang bunuh diri tersebut--entah siapa yang kurang kerjaan membuat berita tidak penting itu.

Naya baru saja akan menginterogasi Chelia begitu pelajaran berakhir, namun Chelia lebih dulu meninggalkan bangkunya dan bergegas keluar kelas dengan tergesa-gesa, bahkan tanpa merapikan barang-barangnya. Naya langsung mengejarnya, sedang Cassy memberi tahu temannya yang lain.

Chelia berlari menuju Laboratorium Farmakologi di lantai 5. Begitu Naya berhasil menyusul, Chelia tengah berjongkok di depan lemari arsip dan membuka beberapa catatan.

"Ada apa, sih Chelly? Kamu kok jadi aneh begini!"

Chelia menengadah menatap Naya.

"Daftar obat kedaluarsa di mana?!"

Naya mengerutkan dahi. "Kata Edward obat kedaluwarsa tidak perlu distok lagi, langsung dibawa ke gudang untuk dimusnahkan, atau dibawa ke Laboratorium Kimia untuk sampel analisis. Kenapa?"

Lagi-lagi Chelia tidak menjawab dan bersegera menuju Laboratorium Kimia, mengabaikan panggilan Rean, Rama, Edward, Cassy, dan Erva yang baru tiba.

Chelia mengecek satu per satu obat kedaluwarsa dari dos di dalam lemari
kemudian membuka buku daftar bahan yang telah digunakan. Ia membolak-balikkan tiap halamannya dengan resah.

"Tidak ada." Chelia berujar gemetar, lututnya terasa lemas tak bertenaga.

"Apa yang tidak ada, Chelly? Ada masalah apa sebenarnya?! Jangan buat kami khawatir begini!" Rama mengikuti Chelia yang terduduk di lantai dengan mata berkaca. "Ah, maaf Sweetheart, aku nggak bermaksud membentak kamu."

Chelia menggeleng lemah. "Tidak Rama, bukan itu ...."

Rean ikut berjongkok diikuti yang lain. "Jadi ada apa?" katanya menepuk pundak Chelia dengan lembut.

Chelia mengatur napasnya yang tersengal dibantu dengan Rama yang mengelus pelan penggungnya, juga Cassy yang merapikan rambutnya ke belakang.

"Obat yang diminum pacar Dandy sampai bisa meninggal itu obat kedaluwarsa yang hilang kemarin."

☕☕☕

Prrscriptio Notes 📑
Handbook of Pharmaceutical Excipient atau populer dengan nama Excipient adalah referensi wajib yang digunakan dalam formulasi sediaan farmasi. Berisi informasi tentang dekskripsi, kegunaan, keamanan (dan penjelasan penting lainnya) suatu bahan tambahan yang digunakan dalam produk farmasi, baik obat maupun kosmetik.

Prescriptio☕  Where stories live. Discover now