Daya retensi bergantung pada seberapa penting materi tersebut menurut otak. Bila dalam jangka waktu tertentu suatu impuls tidak pernah digunakan, maka otak akan menandai materi tersebut sebagai sesuatu yang kurang bermakna yang akan dieliminasi secara bertahap. Informasi yang sebelumnya terperinci perlahan-lahan dibuat lebih umum dan saling berbaur sehingga sulit untuk "dipanggil" kembali.

Kecepatan retrieval sendiri bervariasi, bergantung pada intensitas memori. Semakin sering memori digunakan, semakin sedikit waktu yang diperlukan untuk memanggilnya kembali.

Laju retrieval inilah yang kadang menjadi masalah bagi Chelia dalam proses ingat-mengingatnya. Meski kesemua impuls tersimpan utuh dalam memorinya, Chelia sering kali membutuhkan waktu lebih lama untuk memanggil informasi-informasi tertentu yang memiliki intensitas rendah. Untuk alasan tersebut pula Chelia lebih suka menggunakan retrospeksi.

Retrospeksi memerlukan waktu yang relatif singkat. Saat memasuki dunia "retro" yang ditata ulang dalam ingatannya, memori yang digunakan pun saling berkesinambungan sehingga banyak hal detail yang bisa diingat dalam satu waktu. Berbeda dengan retrieval di mana kepingan memori dipanggil satu per satu.

Chelia tersenyum puas. Beberapa detik yang lalu ia berhasil menemukan teknik baru yang berada di antara retrospeksi dan retrieval. Chelia belum tahu harus menyebutnya apa. Teknik tersebut melibatkan imajinasi dengan jalan merangkai materi-materi yang saling terkait menjadi satu memori ilusif, yang kemudian dapat dipanggil secara serentak melalui retrieval.

Sederhana namun efektif. Chelia baru saja menerapkannya pada gedung fakultas dan berhasil. Berkat teknik baru tersebut, Chelia bisa memetakan seluk-beluk tiga dimensi gedung fakultasnya—hampir menyerupai retrospeksi namun hanya dalam bentuk sebuah gambaran pasif. Keuntungannya adalah rangkain memori tersebut dapat dipanggil hanya dengan sekali retrieval. Dengan begitu, Chelia dapat mengingat materi secara rinci dan kontinu tanpa perlu menarik dirinya kembali ke suatu masa --yang memerlukan energi besar tentunya--dan terbebas dari dampak buruk retrospeksi.

Chelia menengadah, matanya memejam menikmati angin sore sekaligus menghalau berkas-berkas cahaya matahari dari celah dedaunan yang melukis pola bayang-bayang artistik di wajahnya.

"Sweethaert, kamu kenapa senyum-senyum begitu?"

Saat Chelia membuka mata, Rama sudah berdiri di hadapannya,  memegang kedua sisi kepalanya dan menatapnya khawatir.

"Sudah kubilang kan, tunggu di mobil saja. Bahaya kalau kamu sampai kesambet hantu penunggu pohon tua begini!"

Chelia hanya terkekeh. "Di sini lebih sejuk Rama. Aku suka udara segar begini."

Rama menarik Chelia menjauh. "Kamu nggak pernah dengar rumor kalau pohon mangga itu terkutuk?"

Chelia menggeleng kemudian berbalik, namun Rama bersegera memutar wajahnya menghadap ke depan kembali. "Jangan lihat-lihat. Nanti penunggunya merasa digosipi. Pokoknya jangan menunggu di sana sendirian lagi. Besok-besok aku sediakan oksigen murni deh, biar kamu tetap sejuk di mobil."

Chelia tidak membantah lagi. Baru saja ia berniat menceritakan teknik pemetaan barunya pada Rama, si kembar Rafa dan Rafi tiba-tiba muncul dan mencegat jalannya.

"Rafa! Rafi!" Chelia menatap keduanya begantian.

Rafa dan Rafi kompak membulatkan matanya.

"Hebat! Kamu kok selalu bisa membedakan kami, Chelia? Mama kita saja kadang khilaf!" Rafa berdecak kagum sedang Rafi mengangguk, membenarkan kakaknya.

Prescriptio☕  Where stories live. Discover now