131. Tanpa Judul

552 12 0
                                    

Aku kira melupakanmu tidaklah sebegini sulitnya.

Kita yang memang dari awal perjalanan sudah harus berpisah tujuan, memang membuat rindu menjadi penyakit dan temu adalah obatnya. kamu di sana dan aku di sini- menjalani hari masing-masing sembari menunggu sore di mana aku dan kamu kembali jatuh dalam pelukan di terminal kedatangan.

Entah bagaimana bisa cinta yang kita rajut bisa begitu kuat sehingga aku melupakan raguku di hari pertama kita memulainya. entah bagaimana bisa aku begitu mencintaimu dan percaya bahwa suatu hari nanti di bulan desember, aku akan membawakanmu kue ulang tahun; merayakannya bersama orangtuamu, adik dan kakakmu. aku percaya kamu akan kembali kepadaku masih sebagai sosok yang selama ini ikut bertahan menahan rindu yang nyatanya menyakitkan. aku benar-benar yakin kau akan kembali tenggelam dalam sorot mataku.

Kamu benar. bukan urusan percaya atau tidak percaya yang saat itu membuatmu lelah melainkan kita yang tidak mampu berbuat apa-apa demi selintas temu saat keduanya sesak dibalut rindu. ya, sebut saja dalam tulisanku kali ini, aku sedang mengarahkan mata pedang ke arah rindu. semesta dan segala isinya pasti mengerti bagaimana perasaanku sekarang.

Aku sama sekali tidak ingin menyalahkanmu yang memilih untuk berakhir dari hubungan itu. aku tahu kita semua memiliki hak dan bahkan kewajiban untuk melepaskan hal yang menyakiti diri kita- setidaknya itu yang kutahu; bahwa merindukanku sama dengan menusuk dadamu.

Tapi bolehkah aku mempertanyakan ke mana rindu yang bajingan itu kau letakan? kau buang 'kah? apa kau bunuh? apa kabarnya setelah kau berhasil pergi, tidak ingin lagi melanjutkan cerita bersamaku?

Karena aku di sini, kau tinggal dengan kebingungan. aku tidak mengerti bagaimana bisa- kau berhasil sembuh dari penyakit itu. kita pun belum sempat bertemu kembali namun kau terlihat lebih dari baik-baik saja. aku kira, setelah kau memutuskan untuk berhenti dari perjuangan, dirimu masih akan tetap merindukanku, melihat bayanganku lewat di luar jendela ruanganmu, tak sengaja berhalusinasi sedang duduk berdua di pantai, bahkan kukira kamu akan terus mencintaiku.

Aku kira aku masih menjadi sosok yang kamu tunggu saat pulangmu. aku kira ragaku masih menjadi pelukan yang kamu nantikan. aku kira aku- masih kau harapkan hadirnya di sepertiga malammu.

Nyatanya tidak. kamu yang malam ini kulihat fotonya di linimasa temanku, terlihat bahagia. sungguh sebuah senyuman yang sejak kemarin selalu 'ku nantikan untuk 'ku nikmati secara langsung di warung nasi goreng kesukaanmu. dan ya, sosokmu belum berubah menjadi sosok yang seharusnya kurelakan perginya sejak lama.

Yang kamu tinggalkan di sini adalah bayangmu dan mimpi-mimpimu. mimpimu untuk kembali menelusuri malam di bawah bulan sabit yang pendarnya cukup menerangi tiap sudut kota; mimpimu untuk kembali menggenggamku saat kita sedang menuju ke tempat jus kesukaanku; mimpimu untuk menonton film-film yang sudah ditulis dalam daftarmu; mimpimu untuk kembali melanjutkan hari dan melangkah ke gerbang masa depan bersamaku di tempat rantaumu saat ini. dan ironisnya, aku hidup dalam mimpi-mimpi yang sudah mati itu.

Kini, kau sudah bersamanya. kau bahagia, tidak perlu lagi terlalu sesak terjebak rindu karena dirinya hanya sedekat jari telunjukmu. mungkin itu yang membuatku mudah kalah, mudah redup dari hatimu.

Jikalau malam ini kamu bertanya, apa kabarku- aku baik-baik saja. aku baik-baik saja menangis tak bersuara dalam kamarku, tidak lelah menuliskan puisi tentangmu karena aku tidak mampu melakukan apa-apa selain itu; aku baik-baik saja cemburu melihat hubungan barumu itu; aku baik-baik saja masih terjebak dalam rindu yang begitu hebat; aku baik-baik saja menahannya agar tidak tersampaikan padamu. tapi tolong jangan salah paham, diam-diamku ini semata-mata untuk menjagamu dari resah rasa bersalah karena tidak lagi mencintaiku.

Dan mungkin suatu saat nanti akan tiba juga saatnya kamu bertanya dalam hati apa kabarku-
aku baik-baik saja masih mencintaimu.

Bukan karena aku tidak membuka pintu untuk orang baru, tetapi yang kutahu bahwa cinta bersifat abadi.
dan jika benar ini cinta yang kurasa, maka aku akan selalu mencintaimu tanpa kamu tahu. namun rasa cinta yang kurasa nanti tidaklah sama seperti malam ini; ia sudah berhasil merelakan, sudah berhasil sembuh dari deritanya karena sempat tak dapat menerima sebuah kepergian.

Pernah kubuka kartuku padamu bahwa aku tidak akan pernah mampu menyakiti sosok yang kucinta; aku tidak akan pergi bahkan hanya untuk bergeser selangkah darimu- aku tidak akan mau, kecuali jika memang kamu mengusirku, maka aku akan pergi.
melainkan, sayang, pada detik itu bukan cintaku yang pamit melainkan tangis dan puisiku yang tidak lagi tentangmu.

Maka maafkanlah aku yang sesungguhnya hari ini masih mencintaimu, merindukanmu tanpa ampun. ketika kau pergi di saat aku sedang semangat-semangatnya bertahan, rasanya masih ada yang belum terselesaikan;
terulangnya sebuah pertemuan.

Aku masih terjebak di setengah perjalanan siklus merelakan. dan ketika aku sudah berhasil keluar nanti, dapat kupastikan tidak ada lagi sepenggal larik puisi mampir dalam hidupmu.

- ymm,
#witheredroses

PhosphenousWhere stories live. Discover now