Part 21 - Hujan

505 58 4
                                    

Cindy berinisiatif mengalihkan semua murid yang ingin pergi ke toilet belakang untuk menggunakan toilet di area depan sekolah. Sekarang ini Tiyas dan Danar sudah berada di dalam toilet belakang.

"Brengsek! Apa salah gue sama lo Nar? Bilang sama gue apa salah gue?" Tiyas sudah tidak perduli lagi dirinya yang lepas kendali. Ia berteriak dan memaki Danar.

"Tiyas maafin gue Tiyas. Astagfirullah, gue juga ga tahu gue kenapa Ti. Maafin gue."

"Danar brengsek, kenapa lo jahat sama gue Nar? Lo temen gue kan?"

Danar hanya menunduk pasrah tidak bisa mengucapkan apapun juga.

"BIlang apa salah gue Nar, bilang. Jangan cuma diem pura-pura baik tapi lo permaluin gue didepan semuanya. Bilang mau lo apa."

Danar berusaha mendekati Tiyas. "Ti..."

Refleks Tiyas menjauh. "Manusia munafik! Masih lebih bener Dara yang jahat tapi ga pura-pura baik kayak lo Nar." Tiyas tidak perduli kalau kata-katanya akan menyakiti Danar karena memang itu maksudnya.

"Gue murka karena ini lo Nar. Ini Danar Prasetya temen gue yang nusuk gue dari belakang." Tiyas masih menangis emosi. "Lo bukan temen gue lagi Nar. Lo bukan...lo ga pantes jadi temen gue." 

Perasaan Danar hancur melihat Tiyas seperti itu. Ia sudah tidak tahu harus bagaimana lagi.

Di luar toilet sudah ada kerumunan siswa yang penasaran karena mendengar pertengkaran di dalam toilet. Kabar berita Danar dan Tiyas sudah tersebar ke seantero sekolah. Raka dan Rani yang mendengar kabar itu langsung berlari menyusul Tiyas. Cindy menghalau Raka yang ingin menerobos masuk.

"Ka, jangan Ka. Jangan memperburuk situasi." Cindy, Rani dan Ferdi menarik lengan Raka. Tapi Raka tidak perduli. Seperti kesetanan ia masuk kedalam toilet.

Pemandangan Raka pertama adalah melihat Tiyas yang berdiri sambil menangis dengan Danar dihadapannya. Ia lalu teringat ketika Tiyas pergi dan sakit hati karena Wisnu. Emosinya yang sudah tersulut api makin seperti disiram bensin. Lalu tidak pakai basa-basi Raka menghantam pipi kanan Danar. Aji, Ferdi dan beberapa teman laki-laki lain berusaha memisahkan.

"Raka, udah Ka."

Raka tidak perduli. "Lo apain Tiyas Setan!!" Raka memukul Danar lagi.

Panik, refleks Tiyas juga berusaha memisahkan mereka. Sekalipun rasa sakit hatinya belum hilang pada Danar, Tiyas tetap membenci perkelahian. "Raka stop."

Sementara Danar sama sekali tidak membalas, ia hanya diam menerima Raka yang mengamuk dihadapannya. Bukan karena Danar tidak bisa melawan, tapi Danar merasa ia pantas mendapatkannya. Darah keluar dari hidung dan mulutnya. Raka masih dengan agresif berusaha mendekati Danar, sementara kawan-kawannya masih sibuk menahan tubuh Raka yang tergolong besar. Ketika Raka bisa meraih Danar, ia mencengkram kerah bajunya. 

"Jangan...pernah lagi deketin Tiyas atau sentuh seujung rambutnya. Jangan pernah berani atau gue habisin lo." Wajah Raka merah, tubuhnya dan suaranya sedikit bergetar. 

Lalu Pak Azzam guru agama dan Pak Budi guru BP datang karena ada seseorang yang melapor tentang perkelahian itu ke ruang guru. Raka, Tiyas dan Danar dipanggil masuk ke ruang BP. 

Seumur hidupnya Tiyas belum pernah melihat adegan baku hantam secara langsung. Duduk di ruang BP bersama Raka dan Danar, tubuh Tiyas masih bergetar. Tangisnya sudah berhenti, namun otaknya tidak bisa mencerna apapun. Pak Budi yang melihat Tiyas masih syok mengambilkan Tiyas minum dan meminta Tiyas langsung pulang setelah minum. Keluar dari ruangan BP, ia mendapati Cindy dan Rani menunggu di depan. Melihat Tiyas yang seperti kebingungan, dua sahabatnya memeluknya hangat membiarkan Tiyas menangis.

Just another High school Story [Completed]Where stories live. Discover now