Part 13 - Surat

552 60 0
                                    

Musim kompetisi sudah berakhir. Berbarengan dengan berakhirnya masa jabatan Tiyas sebagai sekertaris OSIS. SMA 1 meraih peringkat ketiga se-Jabotabek. Tiyas setia menemani Wisnu pada setiap pertandingan. Seperti Wisnu yang sama setianya menemani Tiyas di camp pelatihan OSIS untuk merekrut anggota baru. Saat ini murid -murid kelas dua mulai memasuki masa test penjurusan untuk persiapan kelas tiga, IPA atau IPS. Mereka mulai disibukkan dengan les-les tambahan. Empat sekawan menanggapi dengan santai, karena mereka memang tidak berencana untuk masuk ke kelas IPA. Namun tidak demikian dengan Tiyas. Jadwal Tiyas menjadi luar biasa padat.

Langkah kaki Tiyas cepat dan panjang. Ada beberapa dokumen serah terima OSIS yang dia harus urus dan serahkan ke tim guru. Ada Wisnu disampingnya.

"Ti, pulang jam berapa hari ini?"

"Kamu pulang duluan aja Nu. Aku sore banget nih. Urusan OSIS banyak. Aku harus hand over urusan OSIS ke sekertaris yang baru juga. Kemarin les sampe sore jadi ga sempat." Tiyas masih tergesa berjalan di sepanjang koridor sekolah.

Wisnu menghentikan langkahnya namun Tiyas tetap melaju. Karena memikirkan banyak hal dan dikejar deadline OSIS, ia tidak memperhatikan perubahan wajah Wisnu. Bahkan Tiyas tidak sadar ia meninggalkan Wisnu di tengah koridor sekolah pukul 2 siang itu. Ini sudah dua minggu sejak terakhir Wisnu bertemu dengan Tiyas. Bertemu dalam artian benar-benar duduk menghabiskan waktu bersama. Jangankan sabtu minggu, hari sekolah saja Wisnu susah sekali mencuri waktu Tiyas walau sebentar saja. Pikiran Wisnu kembali ke satu minggu yang lalu. Saat ia menerima surat itu.

***

Jumat sore di rumah Wisnu, dua minggu yang lalu. Ia masih uring-uringan karena gadis pujaannya belum menghubunginya kembali.

"Kenapa siy kak? Manyun aja." Adiknya Ifa yang baru mandi duduk disebelahnya. "Kak Tiyas belum telpon?" Ifa terkikik melihat Wisnu yang hanya memandangi telponnya saja. "Kangen ya?" Ifa meledek lagi.

Lamunan Wisnu terpecah karena sapaan dari arah luar rumah. Tukang pos mengantar surat. Ifa adiknya yang menerima.

"Nih dapet surat cinta."

"Buat aku dek?" Wisnu bertanya heran.

"Iya nih, dari Kak Tiyas kali." Ifa terkikik lagi sambil berlalu.

Wisnu mengambil surat itu. Sebelum sempat membacanya, ponselnya berbunyi.

"Nu, Woi. Lo dapet surat ga?" Ada suara Raka diseberang sana.

"Iya dapet." Wisnu membalik amplop itu untuk mengetahui siapa pengirimnya. Kop suratnya adalah kop surat klub basket Nusantara Satu.

"Gue dapet juga. Udah buka?"

"Belom, lo keburu nelpon nih."

"Itu tiket masuk Nu. Tiket masuk kita ke Nusantara Satu." Nada suara Raka datar.

Wisnu membuka dan membaca surat dari Nusantara Satu. Ia mencoba membaca dengan cepat, selamat atas terpilihnya..., pelatihan khusus selama 1 bulan, test, pengumuman, pendaftaran, anggota, training, beasiswa universitas.

"Ka, serius nih? Dimas dapet?" Perasaan Wisnu campur aduk antara senang dan khawatir.

"Iya serius. Dimas belum gue telpon." Raka terdengar tidak bersemangat.

"Kok lo ga semangat gitu?"

"Lo tau keluarga gue. Mana boleh gue serius basket. Bisnis bokap mau dikemanain."

"Ka, lo tu bakat Ka. Lo playmaker kita. Masa lo ga ikutan. Paling nggak pelatihannya deh Ka, biar dapet ilmu." Wisnu berusaha meyakinkan Raka.

"Itu pas libur kenaikan kelas kan? Gue dipanggil bokap ke Singapore Nu pas tanggal segitu." Raka menghela nafas. "Udah lah Nu, lo jalan aja sama Dimas. Tenang aja, gue puas-puasin main basket SMA ini. Kuliah gue udah diatur soalnya, udah ga akan sebebas ini gue." 

Just another High school Story [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang