kembali

41 46 12
                                    


Merasa tak puas dengan kepuasan juri, aku menghampiri mereka yang sekarang masih berada di depan panggung

" Kenapa temanku tereliminasi sedang aku tidak?! "
Teriaku, mereka yang sedari tadi sedang fokus memperhatikan berkas didepannya teralihkan oleh kehadiranku yang mendadak

" Apa itu adil? " Suaraku mulai parau, setetes cairan bening keluar dari manik mataku

" Kamu---- kiko? Yang tadi tampil? " Tanya seorang juri bernama julian

" Ya, aku kiko. Kenapa hanya aku yang lolos?! "
" Aku datang bersama bandku tapi kenapa hanya mereka yang pulang?! "
" Apa itu adil?! "

" Bandmu masih ku---"

" Aku pun masih banyak kekurangan tapi kenapa aku lolos? "

Setelahnya tubuhku diseret paksa oleh dua orang staff yang sedari tadi hanya menonton debatku dengan juri sialan itu

Aku hanya ingin temanku mendapat keadilan...

Aku terus diseret paksa oleh staff itu sampai aku dibawa ke ruangan yang kuyakini sebagai ruang rias karena banyaknya kaca disini

Mereka meninggalkanku sendiri dan tak lama datang seseorang

Dia kak jeffrey

Ia langsung merengkuh tubuhku erat

" Kamu bisa ----- tanpa mereka "











Sudah seminggu aku berada di asrama peserta ST, sebenarnya disini lebih nyaman dibanding dilingkunganku tapi tetap saja hatiku tak tenang, bagaimana aku bisa tenang jika ibu berada dirumah sendiri, aku takut sesuatu terjadi pada ibu.

Sebenarnya ibu sempat tak mengizinkanku untuk tinggal di asrama, tapi setelah ibu mendengar penjelasan salah satu staf ST, dengan berat hati ibu menyetujuinya.

" Ki, mau coklat? " Tanya kak audy, ia salah satu teman baruku saat masuk ST

" Makasih " ucapku dan mengambil coklat yang tadi ada ditangannya, perempuan berambut kriting itu tersenyum manis dan duduk disampingku, ya kami sedang ada dibalkon asrama sekarang

" Ada masalah? Cerita aja sama aku "
Tanyanya, senyum manis masih terukir diwajah nya
Aku menggeleng  sebagai jawaban, tak mungkinkan jika aku jujur padanya?

" Kamu bohong ki, aku bisa baca raut wajahmu. Jangan pendam rasa sakitmu sendiri, sekarang kan ada aku "

Aku sedikit kaget dan menatapnya tak percaya, ia langsung tertawa keras sambil memegangi perutnya

" Biasa aja kali ki komuknya hhh, aku ini titisan roy kiyoshi bisa baca fikiran orang gitu wkwk, eh tapi aku juga pernah ada diposisi kamu jadi selow aja ki "

" Maksud kakak? "

Ia membetulkan posisi duduknya menjadi menghadapku dan menatapku sendu

" Posisi dimana kita slalu tersudut dan posisi dimana kita slalu menjadi pihak yang bersalah "
" Aku pun pernah diposisi kamu, berat kan ki? Itu pun yang aku rasakan "
Sekarang ia menatap langit, tatapannya kosong.

" Kenapa dunia begitu jahat? "
Tanyaku, aku pun mengikutinya menatap langit. Langit hari ini cerah tapi ntah kenapa tak sinkron dengan hatiku.

" Bukan dunia yang jahat, tapi penghuni-nyalah yang membuat ia berubah "
" Aku mohon jangan menyerah ki, jangan melakukan hal bodoh yang bisa buat kamu kehilangan sesuatu yang berharga "

" Orang tua ku slalu bertengkar sampai mereka slalu menyudutkanku dan berakhir dengan ayah yang tertusuk oleh wanita yang masih menjadi istrinya ---- didepan mataku "

Ia menunduk dan terdengar suara isakan, ia menangis.

" Aku semakin tersudut oleh keluargaku, mereka bilang aku lah penyebab semua pertengkaran ayah dan ibuku, aku pernah berusaha bunuh diri tapi ntah kenapa aku malah terbayang wajah ayah yang bersedih dan sekarang aku mengerti, aku harus hidup bahagia tanpa mereka. Memang mustahil, tapi aku tau jika aku melakukan kebaikan pasti banyak yang berbaik pula padaku "

" Ternyata beban kakak berat juga, semangat kak kita disini berjuang sama-sama "
Ucapku sembari menggenggam tangannya

" Kakak udah merasa bahagia, sekarang

Giliran kamu "

© Borders

Selama seminggu ini aku izin tak masuk sekolah, setiap hari ibu mengirimkanku pesan dan menanyakan apa aku baik-baik saja, ya memang aku tipe anak yang tak pernah jauh dari ibu wajar saja jika ibu menghawatirkanku.


Setiap hari aku melatih vokalku, masih ada rasa bersalah ku tentang bandku. ah, apa aku masih menjadi bagian dari band itu?


Hidupku berubah drastis, tak ada lagi yang membullyku, tak ada yang berteriak ' anak haram ' lagi didepan wajahku, tak ada lagi gunjingan dan cercaan biadab lagi, tapi kenapa... Aku merasa masih tak nyaman?


Aku tahu, ini adalah langkah yang tepat untukku... Tapi, kenapa aku seakan tak pantas untuk hadir dalam suasana ini?


Jika sekarang aku bertemu ibu, demi tuhan aku akan merengkuh tubuhnya dan menangis dalam pelukannya.
Apa aku pantas bahagia diatas penderitaan temanku?

















bordersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang