bullying

99 81 73
                                    

ANAK HARAM
ANAK HARAM
ANAK HARAM
ANAK HARAM
ANAK HARAM





kata-kata itu selalu membuatku merasa sedih, di tempat bermain bahkan disekolahku teman-temanku selalu menggunjingku dengan kata itu, mereka menjauhiku dan berkata mereka tak ingin memiliki teman yang merupakan anak haram.

Aku sendiri bingung, apa yang mereka maksud dengan anak haram? Ayah dan ibuku menikah dan Ibu mengandungku saat sudah menikah dengan Ayah, Ibu sendiri yang bilang. Tapi kenapa orang-orang itu terus menggunjingku dengan sebutan itu, seolah-olah kata itu sudah melekat dalam diriku dan tak bisa kulepas.

Bahkan tante-ku sendiri pernah mengatakan hal itu juga, aku sedih.

Ibu, apakah aku memang tak diinginkan lahir sampai aku harus menerima cobaan ini?

Sekarang, aku sedang berada di toilet sekolahku membersihkan baju dan rok-ku yang kotor karena ulah teman- temanku, tidak! Mereka bukan teman karena mereka terlalu jahat untuk dipanggil teman.

Well, mereka membulliku lagi hanya karena saat pembagian rapot kemarin aku mendapat peringkat ke satu padahal biasanya Doni lah yang menjadi murid unggulan dikelas, mereka mulai melempariku tepung dan air yang mereka sudah siapkan setelah Doni mengatakan bahwa aku menyogok buk Sinta -- wali kelasku -- dengan sejumlah uang. Hey! Bahkan SPP bulananku masih menunggak bagaimana aku menyogoknya?!

Aku menangis terisak dikamar mandi, tak peduli apakah ada orang yang mendengarnya. Cukup! Cukup aku mendapat cap sebagai anak haram dan apalagi ini? Penyogok?! Aku bahkan tak pernah memiliki niat seperti itu sama sekali, aku belajar keras untuk mendapat nilai yang memuaskan untuk membuktikan pada mereka bahwa aku bisa, tapi respon mereka sangat jauh dari ekspetasiku, mereka mulai menggunjing dan membulliku lagi?! Memang, semua yang kulakukan selalu salah dimata mereka!

"Kiko, ayo keluar nak... Nanti tante antar pulang ya ..." Ucap tante Ina yang merupakan teman ibuku, ia memang bekerja disekolahku sebagai penjaga kantin dan setelah mengetahui bahwa aku dibulli lagi, tante Ina langsung membawaku pergi menjauh dari anak-anak itu.

Aku keluar dari kamar mandi dengan mata yang sembab, semua siswi yang kebetulan sedang berada di kamar mandi pun langsung berbisik sambil menatapku dengan tatapan yang tak bisa kudekripsikan.

"Kiko mau lanjut belajar aja tan, sebentar lagi juga waktu pulang." elakku, ya 3 jam lagi memang waktu jam pulang. Tapi, apa aku sanggup menunggunya?

"Beneran gk pulang duluan aja? Baju kamu kotor banget loh ki."
Tanya tante Ina lagi, aku hanya menggeleng sebagai jawaban.

"Kiko mau ketemu buk sari dulu tan, maaf udah ngerepotin." ucapku tulus, daripada harus kembali ke kelas dan mendapat tatapan mengerikan dari teman-temanku lagi, lebih baik aku membantu bu Sari yang menjabat sebagai guru pembimbing ekstrakurikulerku.

Ya, aku memang bergabung dalam ekskul band sekolahku dan menjabat sebagai vokalis disana.
Jujur saja, aku lebih nyaman berteman dengan anak-anak ekskul ku.

' anak band ' banyak orang mencap nya sebagai berandal, perusuh, pembuat onar. Namun menurut ku kami sangat jauh dari kata itu. Tapi, kembali pada kepercayaan dahulu, anak band itu salah. Sekolahku sempat mencabut dan ingin menghapus ekstrakurikuler ini, tapi beruntunglah karena bu Sari memiliki koneksi disekolah ini, sehingga Kepala Sekolah menimang kembali keputusannya.

"Kalau ada yang ganggu kamu lagi bilang sama tante ya."
Ucap tante ina sambil memeluk tubuhku, lalu tante Ina melepas pelukannya dan kami keluar bersama dengan tangan tante ina yang menggenggam erat tanganku

"Tante balik kerja dulu ya, nanti kalau mau pulang bilang sama tante nanti tante antar."

"Iya tan, makasih." jawabku melepas genggamannya dan berlari ke arah ruang ekskul ku sambil melambai kepadanya






"Baju kamu kenapa ki kok basah gini?! Bawa baju ganti atau mau pinjam baju Aris aja?"
Tanya bu Sari histeris setelah melihat bajuku yang basah

"Tadi ke siram air dikamar mandi bu hehe gak apa-apa kok."
Bohong, aku tak mungkin jujur kepada bu Sari, yang ada pasti ia akan membawa anak-anak itu ke guru BK dan aku tak mau anak-anak itu menambah cap ku sebagai pengadu.

"Kamu gk bohong kan ki?"
Selidik bu Sari dengan matanya yang memicing seperti mencari kebenaran atas ucapanku.

"I-iya ngapain aku bohong gk ada gunanya!" Ucapku meyakinkannya.

"Oke ibu percaya, sekarang kamu mau ngapain ke sini? Latihan? Alatnya kan belum Ibu betulkan."

"Mau main aja hehe." timpalku yang sekarang sudah duduk dan memegang stik drum.

"Kalo kata anak jaman now sih kamu tuh Gabut Ki."

"Bu Sari lebih gabut, apa faedahnya matahin sapu lidi."

bordersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang