10

321 47 51
                                    

Sebelum membaca ada baiknya kita memvote part ini dahulu. Vote dimulai:"

Enjoy the reading! Aku harap kalian suka❤.

****

Simpan sedihmu, ciptakan ceriamu, serta senyummu. Karena hal itu lebih berharga daripada tangismu. Ayo tegakkan kepala, dunia menunggu pancaran cahaya dari wajah bahagiamu. Lipatlah kenangan pahitmu, simpan di dalam kotak. Karena hari ini, adalah harimu.

-Fasya Zahair Altezza-

----

Hening.

Belum ada yang berbicara setelah pengungkapan Dea. Mereka terkejut.

Rasanya, ketiga sahabat Dea sangat menyesal. Andai saja mereka tidak membawa Dea ke club semua ini pasti tak akan terjadi.

Andai saja mereka tidak terlalu asik dengan dunianya sendiri, pasti Dea akan baik-baik saja.

Andai saja mereka menjaga Dea dengan lebih waspada, pasti Dea tidak akan memikul beban seperti ini.

Semuanya selalu mereka andai-andaikan, semuanya selalu mereka pertanyakan. Namun nasi sudah menjadi bubur, semuanya sudah terlanjur. Sekuat apapun mereka menyangkal, semuanya telah terjadi.

"Siapa yang melakukannya?" tanya Jehan berusaha meredam emosinya.

Dea hanya diam. Lebih tepatnya, ia tak berani mengungkapkannya. Ia takut. Ia sedih. Ia sudah tak suci lagi sekarang. Ia bukan lagi wanita polos. Ia hanya wanita jalang.

"KATAKAN, DEA!" ucap Vania dengan nada yang meninggi.

"Kalian harus tenang! Kita tak bisa menyelesaikannya, jika kalian membuat Dea bertambah takut! Kita harus membuatnya tenang! Ayolah, teman-teman. Simpan emosi kalian!" tukas Shafa.

Jehan menghembuskan napasnya pelan. Benar kata Shafa, ia harus membuat Dea tenang.

"Baiklah. Katakan, Dea, siapa yang melakukan hal seperti ini?" tanya Shafa.

"A-aku tidak tau... Hiks,"

Sesak.

Rasanya mereka juga bisa merasakan sakit yang dirasakan oleh Dea. Tidak tau? Jawaban macam apa itu? Mereka mulai mengepalkan emosinya. Bisa-bisanya, wanita polos seperti Dea dinodai oleh seorang pria brengsek.

"Kalian jaga dia. Aku akan mengurus semuanya." tutur Jehan. Lalu segera pergi tanpa persetujuan teman-temannya.

----

Jehan kembali menuju club tadi dengan emosi yang tertahan. Ia segera masuk, dan mencari Alexia.

"Dimana ruangan CCTV?" tanya Jehan dingin.

"Eumm, ada apa, Mrs. Carlyle?" tanya Alexia gugup.

"DIMANA LETAK RUANGAN CCTV!" sergah Jehan.

Alexia menunduk takut, lalu mulai berjalan mengintruksikan Jehan dengan badan gemetar. Jehan menatap Alexia dengan penuh selidik, sang pemilik club itu tidak benar-benar terlihat takut. Lebih tepatnya, Alexia hanya berpura-pura takut. Tapi, untuk apa dia seperti itu?

Jehan mengeluarkan hand phone nya dan menelpon Pandu.

"Kau cari tau kejadian di club elektrik dan lihat apa yang terjadi pada Dea dan Saddam beberapa jam lalu,"

"Tunggu, apa ada masalah, Mrs. Carlyle?"

"Aku tidak akan menyuruhmu mencari tahu jika tidak ada masalah."

LuchaWhere stories live. Discover now