"Alesan lo enggak banget tau enggak!" Vandra memutar bola matanya malas.

Kevan mengedikkan bahunya, kemudian meraih kembali tangan Vandra. Kali ini Vandra hanya bisa diam, ia pasrah jika Kevan mengobati lukanya. Toh, ini semua karena ulah nya.

Kevan menuangkan obat merah, pada kasa yang sudah ia siapkan ditangan kirinya. Dengan lembut dan pelan, ia mengusap kasa tersebut dipergelangan tangan Vandra yang terkena goresan kuku nya. Vandra menggigit bibir bawahnya menahan perih. Matanya menangkap Kevan, yang tampak serius mengobati lukanya.

Ganteng juga kalo dari deket. Batin Vandra. Namun sedetik kemudian ia menggeleng, tersadar akan ucapannya barusan.

"Udah selesai." Ujar Kevan, seraya tersenyum.

"Thanks."

"Sama-sama. Sorry yah, gara-gara gue tangan lo jadi luka."

"Sans aja, cuma luka kecil kok. Lagian lo ngapain sih tadi tiba-tiba dateng, terus narik tangan gue?"

"Gue enggak tega aja ngeliat rambut lo yang mau dijambak sama Lolita."

"Kenapa? Dianya aja gue jambak kok rambutnya, malah lebih keras."

"Lo tuh yah, udah gue belain enggak ada terimakasihnya."

Vandra mengerutkan dahinya bingung, "Belain? Emang gue minta sama lo, buat belain gue? Enggak kan?"

Kevan mendengus kesal, mendengar ucapan yang dilontarkan oleh Vandra. Ia memilih beranjak, lalu menyampirkan kembali ranselnya pada bahu kirinya.

"Kita ke kelas deh, pusing gue ngomong sama lo." Ujar Kevan, dan Vandra hanya mengedikkan bahunya acuh. Ia pun beranjak, lalu berjalan beriringan dengan Kevan keluar dari UKS.

Vandra mengedarkan pandangannya, alisnya terangkat ketika ia melihat koridor yang sudah tampak sepi. Matanya beralih menatap arloji dipergelangan tangan kirinya, yang menunjukkan pukul 07.20. Itu artinya, bel masuk telah berbunyi sejak beberapa menit yang lalu.

"Kenapa lo?" Kevan bingung melihat gerak-gerik Vandra yang tampak aneh.

"Semua siswa udah pada masuk kelas?"

"Lo enggak liat koridor udah sepi? Ya berarti udah masuk." Balas Kevan santai.

"Iih, kok lo keliatan santai gitu. Kita udah terlambat masuk ini, udah ayok cepet lari." Tanpa sadar, Vandra meraih pergelangan Kevan, kemudian menggenggamnya. Ia terus berlari, dengan tangan yang menggenggam tangan Kevan. Sedangkan Kevan hanya mampu tersenyum, saat tangan halus milik Vandra menyentuh permukaan kulitnya. Astaga, mimpi apa semalam ia bisa diperlakukan seperti ini oleh Vandra.

Bugh..

Kevan tersadar dari lamunan nya, ketika ia merasakan ada seseorang yang memukul dadanya.

"Demen banget sih lo mukulin dada gue. Kalo gue mati gimana? Kalo gue sesak nafas gimana? Kalo gu.."

"Enggak usah lebay deh!" Vandra memutar bola matanya malas, "Lagian lo ngapain senyum-senyum kayak tadi? Mikir jorok lo yah?" Lanjutnya, seraya menunjuk wajah Kevan dengan telunjuk nya.

"Sembarangan. Daripada gue mikir yang enggak-enggak, mendingan gue mikirin lo." Kevan menaik-turunkan alisnya, berniat menggoda Vandra. Namun bukannya tergoda, Vandra malah menginjak gemas kaki Kevan.

"Sshh.. bisa abis nih gue kalo deket sama lo. Tenaga lo kayak laki." Ujar Kevan meringis.

"Yaudah bagus, lo jangan deket-deket lagi sama gue."

"Sayang nya gue enggak bisa." Ujar Kevan santai.

"Bodoamat ah. Udah sana lo masuk kelas duluan, nanti gue nyusul." Ujar Vandra, seraya menunjuk pintu kelas dengan dagunya.

"Kenapa enggak bareng aja?"

"Lo aja duluan, nanti semua siswa bisa curiga kalo kita masuknya barengan."

"Curiga kenapa? Enggak papa kali. Nanti kalo ada yang nanya, gue tinggal bilang kalo kita ketemu dijalan."

"Ketemu dijalan pala lo!"

"Pala gue mah sejak lahir juga ada. Masa iya ketemu dijalan? Suka bercanda deh lo."

"Bodoamat Van!"

"Lama.." Kevan menarik pelan tangan Vandra, kemudian membuka knop pintu kelasnya. Semua mata langsung tertuju pada Kevan dan Vandra.

"Assalamu'alaikum bu." Ujar Kevan, pada bu Kina--guru kimia yang tengah menulis materi dipapan tulis. Bu kina menoleh, menatap bingung pada kedua remaja yang sudah berdiri dihadapan nya. Kevan mendekati bu Kina, kemudian mencium punggung tangan nya, dengan diikuti oleh Vandra.

"Waalaikum salam. Kalian habis dari mana?"

"Maaf bu, tadi saya sama Vandra abis dari UKS."

"UKS? Ngapain diUKS?"

"Tangan Vandra luka bu." Balas Kavin, seraya melirik sekilas kearah pergelangan tangan Vandra.

"Kamu enggak papa Vandra?"

"Enggak papa kok bu, cuma luka kecil." Vandra tersenyum tipis.

"Boleh juga si Kevan, sekali kenal langsung deket.."

"Widih dateng nya barengan.."

Bu Kina menoleh kearah siswa-siswi yang tengah beradu mulut, "Jangan ribut!"

"Kevan, Vandra, kalian boleh duduk. Tapi ingat, jika sudah waktunya masuk, kalian langsung masuk." Ujar bu Kina, sambil menoleh kearah Kevan dan juga Vandra.

"Makasih bu." Balas Kevan dan Vandra bersamaan, membuat semua siswa-siswi bersorak padanya. Vandra mendongak, menatap Kevan yang saat ini tengah menatapnya. Ia tersenyum gugup.

"Sudah! Cepat kalian duduk, dan catat materi yang sudah ibu tulis didepan." Bu Kina menggelengkan kepalanya berulang kali. Dasar anak muda.

-----

VOMENT😙

Kevandra [Akan Diterbitkan]Where stories live. Discover now