03.

79K 3.1K 46
                                    

Seluruh siswa berlarian dikoridor, setelah mendengar suara keributan dari arah mading. Kevan yang baru saja sampai disekolah, tentu saja bingung melihat mading yang tampak ramai dikunjungi oleh semua siswa. Dari jauh, ia dapat melihat bahwa didepan mading, ada dua siswi yang tengah beradu mulut dan menjambak rambut satu sama lain. Karena penasaran, ia pun melangkahkan kakinya mendekati kerumunan tersebut.

Kevan berhasil keluar dari kerumunan para siswa yang tengah menonton aksi kedua siswi itu, dan kini ia sudah berada didepan, tepat dihadapan siswi yang tengah berkelahi.

Matanya membulat sempurna, ketika ia melihat bahwa Vandra-lah salah satu dari siswi itu. Ia mengedarkan pandangan nya, lalu menghela nafas kasar. Banyak sekali dari para siswa yang bersorak, mendukung siapa yang akan menang. Astaga, bukannya dilerai malah didukung.

Kevan maju kedepan, ketika ia melihat Lolita yang hendak menjambak kembali rambut Vandra.

"Apa-apaan sih lo! Lepas enggak?!" Lolita memberontak, karena tangannya dicekal oleh Kevan.

"Ikut gue." Kevan melepas cekalan di pergelangan tangan Lolita, lalu beralih meraih pergelangan tangan Vandra, membawanya menjauh dari kerumunan dan meninggalkan Lolita yang saat ini tengah menatapnya tajam.

Berulang kali Vandra meronta pada Kevan. Namun semakin kuat Vandra meronta, semakin kuat pula Kevan mempererat genggaman ditangannya. Vandra meringis, ketika kuku tangan Kevan menusuk kulitnya. Kevan mempercepat langkahnya, berjalan menuju UKS.

"Lo tuh apa-apaan sih! Lepas bego, sakit.." Vandra berhasil melepas cekalan ditangannya, ketika dirinya dan Kevan sudah berada didalam UKS. Matanya kini menatap Kevan dengan tajam.

"Sorry Dra, gue tadi cum.."

"DIEM!" Bentak Vandra, membuat Kevan memberhentikan ucapannya. "Jangan pernah temuin gue lagi!" Lanjutnya, kemudian berjalan meninggalkan Kevan. Namun ketika Vandra hendak membuka knop pintu, Kevan segera berlari, lalu meraih pelan tangan Vandra.

"Jangan gitu lah Dra, oke deh gue minta maaf." Tidak ada jawaban dari Vandra, ia memilih diam dan menunduk. Tanpa sengaja, mata Kevan menangkap sebuah goresan luka dipergelangan tangan Vandra.

"Tangan lo?" Kevan mengangkat tangan kanannya, melihat kuku nya yang tampak panjang. Tanpa berkata lagi, Kevan mendorong punggung Vandra pelan, membawa nya berjalan menuju sofa yang berada diruangan tersebut.

"Lo tunggu sini bentar." Kevan pergi meninggalkan Vandra, untuk mengambil kotak P3K.

Setelah mendapat apa yang ia inginkan, Kevan segera duduk disamping Vandra, lalu meraih pelan tangan Vandra.

"Apaan sih!" Vandra melepas paksa tangan nya yang dipegang oleh Kevan. Ketika dirinya hendak beranjak, Kevan segera mencekal tangannya hingga terduduk kembali.

Kevan memajukan wajahnya, tepat pada telinga Vandra. Tubuh Vandra menegang, ketika ia merasakan hembusan nafas Kevan yang mengenai sekitar leher nya. Bahkan, wangi parfum vanilla milik Kevan pun tercium jelas dihidung nya.

Kevan berbisik, "Diem, atau gue.."

Bugh..

Belum sempat Kevan melanjutkan ucapannya, Vandra lebih dulu memukul dadanya. "Gue bakalan bunuh lo, kalo sampe lo ngelakuin macem-macem!" Ancam Vandra, membuat Kevan terkekeh mendengarnya.

"Sadis banget lo Dra. Lagian siapa yang mau macem-macem sama lo? Bisa digantung gue sama bonyok, kalo gue sampe ngelakuin hal yang enggak-enggak. Suudzon aja sih lo."

"Suudzon apanya? Orang jelas-jelas tadi lo deket-deket gue!"

"Gue cuma mau bisikin, kalo lo nggak diem, gue bakalan kunciin lo diruangan ini."

Kevandra [Akan Diterbitkan]Место, где живут истории. Откройте их для себя