Bagian 3

36 7 2
                                    

Glaxia menatap wajah tampan Asgar, bukan berarti dia mulai tertarik, hanya saja cowok itu masih saja membujuk Glaxia untuk ikut dengannya entah kemana.

"Udahlah ayo, ikut gue aja," Tangan Asgar kembali terarah menarik pergelangan tangan Glaxia. Alisnya dinaik-turunkan, sebagai kode permintaan.

Sikap Glaxia tak berubah, wajahnya hanya menampakkan raut malas jika harus berurusan dengan cowok macam Asgar.

"Lo budeg? kalo gue nggak mau, ya nggak mau!" tolak Glaxia mentah-mentah.

Asgar melengos, sedikit kesal, tapi ia tetap harus terus membujuk gadis ini untuk tetap mengikuti dirinya.

"Gue bilangin satu hal. Cewek cantik itu, nggak boleh sendirian. Dan harus sama cowok ganteng kayak gue," gaya Asgar.

"Gue nggak ngerasa lo itu ganteng," singkat Glaxia datar.

"Lo butuh kacamata? Jelas-jelas gue itu ganteng, semua cewek aja ngejar-ngejar gue," ucap Asgar dengan sombongnya.

"Tapi gue nggak!" cebik Glaxia membuat Asgar melongo heran dengan manusia  yang satu ini.

"Eh, lo mau kemana?!" tanya Asgar, genggaman kuatnya kini sudah terlepas. Dan lihat, gadis itu pergi begitu saja tanpa memberi jawaban akan pertanyaan Asgar.

Asgar sedikit berlari, mengejar Glaxia yang sudah kian menjauh. Sesekali Asgar memanggil, meminta Glaxia untuk menunggu, tapi itu hanya membuang tenaga saja, pasalnya gadis itu tak menghiraukannya.

Asgar mempercepat langkahnya, sesegera mungkin mendekati Glaxia yang terus berjalan tanpa arah. Dan berhasil, ia kini berjalan disamping Glaxia, sesekali ia menunjukan wajahnya dengan senyum seringai di hadapan gadis itu. Tapi, bukannya dibalas dengan senyum balik Glaxia malah membuang muka pada Asgar.

Asgar mulai kesal, mendengus kasar. "Buang aja jauh-jauh muka lo. Lagian siapa juga yang mau suka sama lo, cewek aneh!"

Glaxia menghentikan langkahnya, menatap Asgar tajam, telunjuknya mengarah pada wajah Asgar. "Gue nggak pernah minta buat lo suka sama gue. Jadi stop ngikutin gue!"

Asgar mendekatkan wajahnya pada Glaxia, membuat mata mereka bertatap sangat dekat. "Gue sumpahin, cewek kayak lo jadi jomblo abadi," Asgar mengeluarkan sumpah serapahnya akibat kegemesannya pada gadis yang tak bisa tersenyum ini.

"Kecuali kalo sama gue," tambahnya diiringi senyum sinis.

Glaxia tak menghiraukannya. Kali ini ia benar-benar ingin sendiri, di tempat yang tenang, tak ada penganggu, apalagi jika pengganggunya sejenis bunglon ini. Glaxia pun melanjutkan langkahnya, ia tak ingin berlama-lama membuat kepalanya semakin pusing dengan adanya pria banyak gaya ini.

Asgar menggaruk-nggaruk kepala belakangnya yang tak gatal. Merasa frustrasi melihat sikap Glaxia yang acuh tak acuh padanya. Beberapa hal sudah ia lakukan, tapi itu tak merubahnya. Mungkin bukan sekarang, tapi nanti.

"Jangan ngelamun, ntar kesambet!" teriak Asgar pada Glaxia yang punggungnya kini kian menghilang.

Glaxia terus berjalan tanpa arah, tetapi langkah kaki itu membawanya menuju tempat yang memang benar-benar hening. Tempat itu adalah belakang kelas X-IPS paling ujung, tempat yang dikenal sebagai area dedemit. Bukan Glaxia jika ia penakut, seseram apapun itu, ia berani melangkah. Baginya dunia bukanlah hal yang harus ditakuti, kecuali perpisahan.

Ia merenung di bawah pohon besar yang rimbun. Menyandarkan punggungnya di bawah pohon itu dan menekuk kakinya. Tak tahu apa yang sedang ia pikirkan, pastinya ia terlihat sangat terpuruk.

Bayangan saat-saat itu kembali menghantui pikirannya. Bersama ilusi, sayup-sayup suara masalalunya terdengar kembali dengan janji-janji manis yang bertebaran di atas luasnya samudra.

***

"Gar!" panggil Sandres. Spontan Asgar berbalik, dan menyunggingkan senyum pada dua sahabatnya itu.

"Lo dari mana aja bro? Kita tunggu dari tadi kagak muncul-muncul." Gantian Sandres yang bertanya.

Asgar mengangkat alis dan dagunya. "Biasalah, urusan anak muda,"

"Gaya lo. Gue juga masih muda kali Gar!"

Mereka bertiga tertawa. Mungkin kali ini Asgar bisa tertawa, tapi masalalu itu sungguh nyata adanya. Dan tak mudah baginya untuk menghapus luka lama yang masih membekas jelas di hidupnya. Kisah kelam masa itu, perlahan dapat ia tutup serapat-rapatnya, tapi tak selamanya. Suatu saat segalanya akan terungkap dan kembali menyiksa perasaan itu.

Mereka bertiga berjalan menuju kelas. Diiringi riang canda yang menggema penuh tawa. Hati Asgar masih bertanya, mungkinkah ia dapat membuat gadis itu menjadi gadis normal pada umumnya?

Hanya perlu waktu untuk meruntuhkan dinding-dinding penyesalan. Hanya perlu satu keyakinan, bahwa yang membuat suatu keadaan semakin buruk adalah karena keterpurukan yang berlebih.

Jangan sampai gadis yang dia incarnya sekarang bersedih hati terus-menerus. Asgar bisa menutupi keterpurukannya berkat sahabat-sahabatnya. Maka dia harus bisa menjadi alasan Glaxia tersenyum kembali, bukan hanya senyum singkat dan semu tapi juga senyum kebahagiaan yang  nyata.

Vote dan komen selalu ditunggu guys!

Salam dari 3 Author gak jelas :

divinearizky
afnxzz
RemajaFrustasi

See you next chapter😉

PurposeWhere stories live. Discover now