"Berikan saya jawaban kamu malam ini,"

Senyum di wajah Lisa perlahan memudar, lalu hilang sama sekali. Jawaban apa yang harus dia berikan sementara Lisa belum berpikir sama sekali. Padahal dia berjanji akan memberikan jawaban atas hubungan mereka malam ini.

"Apa kamu masih membutuhkan waktu lagi?" Saga merapatkan tubuhnya, membunuh jarak diantara mereka. Satu tangannya terjulur melewati celah yang tercipta diantara leher Lisa dan bantal. Merangkul lembut leher wanita itu, hingga jarak wajah mereka semakin mendekat.

"Berikan saya jawaban apakah kamu akan tetap berada di sisi saya dan kita memulai kembali dari awal. Atau, kamu akan meninggalkan saya,"

Tak lama terdengar isakan kecil keluar dari bibir Lisa yang masih bimbang.

"Saya mengerti, kamu mungkin masih meragukan perasaan saya sampai sulit bagi kamu untuk mengambil keputusan," Saga mengecup kedua mata Lisa yang berair. "Semua ini salah saya, tidak tegas dari awal sehingga kamu memilih pergi,"

Lisa terisak lebih keras hingga bahunya berguncang. Saga menepuk pelan punggung wanita itu agar tangisnya mereda.

"Berikan saya kesempatan. Saya tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Saya tidak pernah menyesal memilih kamu untuk dijadikan pendamping hidup. Meski awalnya hanya tawaran, tapi pada akhirnya saya ingin tetap bersama kamu, merancang masa depan kita berdua, bersama anak-anak kita. Sekali lagi maaf, karena saya terlalu lambat menyadari perasan ini. Kamu tahu, saya tipe pria yang tidak bisa mengungkapkan perasaan secara gamblang. Saya memang payah dalam hal wanita, tidak seperti Marco. Berkutat dengan buku, belajar, dan harus cepat lulus agar Ibu tidak terbebani. Kehidupan saya hanya seputar itu, sehingga pengalaman tentang cinta sangat sedikit. Saya merasakan jatuh cinta ketika bersama Marly. As my first love, jujur, sulit melupakannya saat awal-awal dia meninggalkan saya," Saga menghela napas sebelum melanjutkan dan menatap Lisa yang masih mendengarkan meski tangisnya belum reda.

"Dia sangat berpengaruh dalam hidup saya dulu. Jadi, ketika dia kembali, sebagian diri saya masih menginginkan dirinya," Saga merasa cengkraman Lisa pada baju kaosnya mengetat. "Saya sempat bimbang dengan perasaan saya. Selalu muncul pertanyaan apakah perasaan saya masih sama seperti yang dulu?" Tangan Saga yang lain melingkar di pinggang Lisa, menarik wanita itu dalam pelukannya. "Ketika melihat mata kamu, saya menemukan jawabannya. Tidak ada lagi perasaan untuk dia, karena hati ini, raga ini, milik Lalisa seorang. Tapi sekali lagi, sepeti yang saya bilang, saya terlalu payah dalam mengungkapkan perasaan,"

Saga diam sejenak dan menunggu respon Lisa yang sedari tadi diam. Tangisnya sudah mulai reda, namun masih tersisa air mata yang belum mengering.

"Dimalam kamu meminta untuk berpisah, saat itu saya sebenarnya ingin melamar kamu lagi karena saya sudah berjanji akan memulai babak baru hubungan kita. Seharusnya saya tidak mempersilahkan kamu untuk bicara duluan. Seharusnya, saya menolak keinginan kamu dari awal. Seharusnya-" kalimat Saga tercekat oleh tangisnya yang ingin keluar, namun ditahan setengah mati. "Seharusnya tidak butuh waktu lama bagi saya untuk menyadari perasan ini," lanjutnya. "Kalau kamu tetap memutuskan untuk pergi, saya rela Lisa,"

Lisa merasa perutnya mencelos saat Saga malah mempersilahkannya untuk pergi, hatinya sepeti diremas.

"Tapi, saya pastikan kamu akan kembali ke kehidupan saya sebagai istri saya kembali. Baik sekarang, atau nanti,"

Lisa kembali terisak di dada Saga setelah mendengar pengakuan panjang Saga. Pria ini mengungkapkan semua perasaan yang tidak sempat dia utarakan dulu.

"Aku-aku," Lisa tergugu hingga kalimatnya tidak bisa keluar dengan jelas. Saga mendorong pelan bahu Lisa dan menatap wajahnya yang basah karena air mata. "Aku nggak mau cerai. Aku mau tetap jadi istri kamu. Aku cinta kamu, Ga. Aku menyesal karena membuat kamu menunggu terlalu lama. Maafin aku, maaf karena udah ragu sama perasan kamu,"

Saga kembali membawa Lisa ke pelukannya yang hangat, menekan pelan wajah Lisa di dadanya. Pikiran yang selama ini menggangunya lenyap seketika saat mendengar jawaban Lisa. Mereka akan tetap menjadi suami istri.

"Terima kasih, terima kasih Lisa untuk keputusan kamu. Saya tidak akan mengecewakan kamu lagi atau, membuat kamu menangis karena kebodohan saya," Saga mengecup berulang kali kening Lisa menyalurkan rasa cinta dan sayangnya.

"Aku sayang kamu," ucap Lisa dan sedikit mendongak untuk mengecup bibir Saga. Pria itu tersenyum, dan tidak perlu lagi meminta izin untuk mengulum bibir istrinya. Bagian dari Lisa yang paling Saga rindukan. Tangannya menahan tengkuk Lisa untuk memperdalam ciuman mereka.

Merasa sama-sama kekurangan pasokan oksigen, ciuman mereka putus beberapa saat.

"Jadikan aku milik kamu seutuhnya malam ini," bisik Lisa dengan pandangan sayu.

"Sure," balas Saga dengan nada rendah karena hasratnya yang semakin menggebu. Saga memposisikan dirinya tepat di atas Lisa, menumpukan tubuhnya pada kedua siku yang berada di samping kepala Lisa.

Saga menatap lamat-lamat wajah Lisa, menilik seluruh bagian wajahnya tanpa terkecuali. Wajah yang akan selalu menemani hari-harinya mulai sekarang sampai nanti.

"I love you," ucap Saga di depan bibir Lisa.

"I love you too," jawab Lisa dengan lembut. Tubuhnya merinding saat merasakan sapuan bibir Saga di lehernya setelah itu. Satu tangannya mencengkram seprai dengan erat. Satu tangan lagi terbenam di rambut lebar Saga.

"Ga," desah Lisa saat bibir Saga berada di tulang selangkanya, menimbulkan sensasi aneh dan nikmat bersamaan.

Kini Saga bertumpu pada kedua lututnya, karena tangannya punya kesibukan lain. Melepaskan gaun tidur Lisa. Kedua tangannya mengusap paha Lisa sekaligus menarik gaun tidur Lisa ke atas.

"Ga, pelan-pelan ya," pinta Lisa sedikit takut, karena ini yang pertama untuk Lisa. Dari cerita orang-orang yang sering didengarnya tentang malam pertama, semuanya akan merasa sakit di awal, namun nikmat pada akhirnya.

"Iya sayang," jawab Saga lembut dan membuat Lisa bahagia sesaat karena kata sayang, namun kembali takut saat menyadari jika gaun tidurnya sudah berada di atas perutnya, lalu lolos dari atas kepalanya. Kini, hanya bra dan celana dalam, penghalang terakhir Lisa.

"Jangan liatin kayak gitu," rengek Lisa menutup wajahnya saat Saga terdiam melihat tubuh setengah telanjangnya.

"Ternyata kamu cantik sampai ke dalam-dalamnya," puji Saga dan menarik kedua tangan Lisa agar bisa melihat wajah wanita itu.

"Nggak usah gombal!" Seru Lisa kesal dan malu bersamaan. Pria itu tertawa dan mulai menurunkan kedua tali bra Lisa dengan gerakan sensual.

"Dari mana saya harus membuka?" Tanyanya polos. Meski ini bukan yang pertama bagi Saga, tetap saja ini membuatnya gugup. Jantungnya terasa akan meledak karena Lisa, apalagi, dalam waktu dekat dia akan melihat apa yang selalu tersembunyi selama ini di balik bra Lisa.

"A-ada di depan," Lisa mengigit bibirnya dengan gugup. "Kamu mau aku yang buka, atau kamu bisa sendiri?" Lisa seperti menantang. Menyenangkan bisa melihat ekspresi wajah suaminya seperti bocah yang dihadapkan pada mainan rumit.

"Biar saya yang buka," tangan Saga terlihat gemetar saat akan menyentuh bra Lisa. Dengan sangat hati-hati, jarinya bergerak hendak membuka bra Lisa, sampai pintu kamar terbuka cepat, menampakkan sosok tinggi dalam kegelapan yang berdiri menjulang di ambang pintu.

"Maaf ganggu. Lanjutkan!" Serunya dan menutup pintu dengan cepat.

Saga tertunduk lemas, bangkit dari atas tubuh Lisa dan berguling ke samping, meringkuk seperti janin. Hasratnya yang sudah mencapai puncak, turun drastis ke titik terendah.

TBC
***
Gagal maning, gagal maning wae. Sabar ya Saga! Tetap semangat 😂😂😂

Siapa pula yang menggagalkan wikwikwikwik Saga dan Lisa???

Sebenarnya aku mau up tadi malam malah ketiduran.. wkwkw maapin aku yakkkk. Udah puaskan sama adegan ranjangnya??? #kaburrrr

Oh iya kok susah banget mau upload foto kemaren loading Mulu 😪😪😪😪

Challenge lagi ya. Kali ini naik jadi 3500 bintang *semoga bisa tercapai dalam waktu lama aminnn

Are We Getting Married Yet?Where stories live. Discover now