04

344K 20.7K 236
                                    

Jam dinding Yolan sudah menunjukkan pukul 23:50. Namun Lisa seakan enggan beranjak. Bersama Yolan dan Rere membuatnya nyaman dan tak ingin pulang ke apartemennya yang sepi. Karena begitu dia pulang, rasanya hampa. Menurutnya Yolan dan Rere berada adalah tempatnya untuk pulang.

Setelah Yolan menyelimuti Rere yang sudah terlelap, dia kembali bergabung bersama Lisa di meja bar dapurnya. Di sana Lisa sudah menghabiskan wine di gelas keenamnya.

"Hei jangan minum terlalu banyak. Entar loe gak bisa nyetir lagi." Yolan merebut botol wine ketika Lisa akan menuangkan kembali ke gelasnya yang kosong.

"Dikit doaanggg," rengek Lisa dan mengerucutkan bibirnya. Oh, terlambat. Lisa sudah mabuk. Kebiasaan mabuk Lisa dia akan menjadi lebih 'cute' dan manja. Manja dan cute bukan Lisa banget!

"Loe udah mabuk Lis. Loe nginap aja disini."

"Gue gak mabuk yaaaa... Cuman pusing dikit. Hehehehe" Lisa cengengesan gak jelas, kemudian mengistirahatkan kepalanya dengan posisi pipinya menempel di meja bar yang dingin karena terbuat dari marmer.

"Apa gue gak pantas bahagia? Kenapa cuman gue yang punya banyak masalah di dunia ini? Kejam banget sih dunia sama gue Lan.. gue aja gak pernah nyusahin dunia.." Lisa meracau sambil terpaku menatap blender yang ada di sebrang meja.

Yolan mendesah pelan dan mengelus kepala Lisa "siapa bilang loe gak pantas bahagia? Semua pantas bahagia Lis. Apalagi elo. Bahagia itu kita yang ciptakan sendiri. Misalnya aja gue. Liat roti sobek dokter Daniel aja gue udah bahagia setengah mampus. Apalagi kalo sampai bisa megang atau tiduran di atasnya?" Yolan mulai membayangkan bagaimana dokter Daniel membawanya ke meja operasi dan mereka bercinta di atas sana. Tentu Yolan berada di atasnya dan mendominasi permainan mereka di atas meja operasi yang tentunya lebih kecil dari badan dokter Daniel yang kekar. Yolan segera menggeleng cepat, membuyarkan fantasinya agar tak lebih jauh dan kembali fokus pada  Lisa.

"Kalo loe sendiri apa yang buat loe bahagia Lis?"

Ditanya seperti itu Lisa segera mengangkat kepalanya, menatap Yolan yang tengah bertopang dagu. Lisa mengerjapkan matanya, mencoba menghilangkan rasa kantuk yang semakin berat.

"Menurut loe Saga itu orangnya gimana? Apa dia baik? Bisa dipercaya? Apa dia itu womanizer?" Lisa kembali menjawab dengan pertanyaan yang sangat jauh dari topik.

"Saga? Kenapa tiba-tiba loe tanya dia?  Loe benaran suka sama dia?" Alis tebal Yolan saling bertautan karena keningnya yang berkerut, heran.

Lisa terdiam sejenak, seakan ragu untuk mengatakan yang sebenarnya tentang Saga yang mengajaknya menikah. Meski mabuk logikanya masih berjalan dengan baik.

"Kepo aja. Hahaha~" Kilah Lisa tak bisa menatap Yolan.

"Saga cowok baik, gak pernah macam-macam. Cuman cewek-cewek aja yang kegatelan sama dia. Sampai dia kadang ngeluh, privasi dia terganggu. Mereka suka masuk ke ruangannya sesuka hati tanpa Saga bisa menolak. Entah antara terlalu baik, atau bego itu beda tipis. Mungkin aja kalo udah nikah mereka gak bakal ganggu dia lagi."

Lisa manggut-manggut, seakan menarik kesimpulan bahwa Saga mengajaknya menikah untuk menghindari para wanita yang mengejar dirinya. Lisa pun masih sangat ingat ucapan Saga yang mengatakan dia menikah hanya untuk status.

"Kenapa sih tanya-tanya Saga? Beneran deh Lisa kalo loe mau sama dia gue bisa atur," Yolan meneguk wine langsung dari botolnya.

Loe baru mau jodohin, dia malah udah ngajak nikah duluan batin Lisa merasa geli.

"Lis," panggil Yolan lembut menatap Lisa sesaat kemudian memilih memandang jempol kakinya. "Coba buka hati loe untuk orang lain. Mungkin loe pikir gue gampang banget nyuruh loe untuk move on. Tapi cuman itu pilihan terakhir loe Lis. Loe dilarang keras menderita karena dia yang cuman seupil masa lalu."

Are We Getting Married Yet?Where stories live. Discover now