44

216K 12.7K 329
                                    

Kehadiran Yolan di ruang tamu yang tiba-tiba memuat Rere terkejut bukan kepalang. Pasalnya dia sedang berpikir keras, hingga tak sadar jika Yolan sudah berada di hadapannya.

"Kenapa?" Tanya Yolan pelan.

"Eh? Eng-enggak apa-apa," jawab Rere gelagapan.

"Kita berangkat, gue udah janji jam 1," Yolan melirik jam tangannya yang menunjuk pukul 11 siang. Rere semakin panik, sebentar lagi mereka akan berangkat namun ujung hidung Lisa belum muncul juga. Rere sudah berusaha keras mengulur waktu mulai dari datang terlambat, berbohong sedang diare yang mengharuskan Rere berdiam di kamar mandi sampai berpikir akan berpura-pura pingsan, tapi Yolan akan mencurigainya.

Satu-satunya harapan Rere hanyalah Lisa, yang bisa mencegah Yolan 'membunuh' darah dagingnya sendiri.

"Ayo," Yolan mengambil kunci mobil dari atas meja dan berjalan ke arah pintu keluar. Langkahnya kembali terhenti saat Rere berseru untuk ke kamar mandi terlebih dahulu. Yolan menghela napas pelan, sepeti telah membaca rencana Rere.

"Re," lirihnya pelan "kalo Lo cuma bisa mengulur waktu supaya gue batalin niat gue untuk mengugurkan janin ini, Lo salah besar. Dengan atau tanpa Lo, gue bakal jalan sekarang,"

Rere merasa seperti disengat mendengar kalimat Yolan yang keluar dengan enteng tanpa merasa bersalah. Rere sedikit bergidik dan merasa Yolan seperti seorang psikopat. Sorot mata Yolan sangat serius saat mengatakannya, membuat lidahnya terasa kelu hingga kalimat pembelaan yang sudah berputar diotaknya tak bisa dimuntahkan dengan lancar.

"Gu-gue la-lagi nggak ber-berusaha-"

"Lo harusnya tahu, that you are bad liar," ejek Yolan dan kembali melanjutkan langkahnya. Rere hanya bisa memejamkan mata erat hingga urat sekitar matanya bermunculan. Berharap ada keajaiban sehingga Yolan tidak jadi pergi.

Brak!!!

Pintu terbuka kasar. Muncul Lisa dengan penampilan super berantakan, seakan baru saja selamat dari badai angin topan. Tangan kanannya memegang botol minuman keras bening. Sedang tangan yang lain menggenggam tas tangan mahalnya. Dari mereka semua, yang bersemangat melihat Lisa hanyalah Rere. Rasanya dia ingin bersujud syukur, namun masih ditahannya. Ingatan Rere tentang semalam di apartemen Lisa kembali berputar seperti potongan film.

"Siapa yang hamilin dia?" Tanya Lisa waktu itu dengan tatapan tajam ke arah Rere yang masih menangis tersedu-sedu. Rere hanya menggeleng sambil mengusap air matanya yang tidak mau berhenti. "Dia bilang apa?" Tanya Lisa lagi.

"Dia cuma bilang mau gugurin kandungannya besok. Lebih cepat lebih baik kata Yolan. Gue takut Lisa," jawab Rere dan kembali menangis dengan kencang. Lisa menarik napas dalam dan mengembuskan perlahan untuk menenangkan dirinya sendiri karena saat ini dia benar-benar marah pada keputusan bodoh Yolan. Lisa memukul meja untuk menyalurkan amarahnya hingga Rere berjengkit kaget.

"Di mana Yolan sekarang?! Gue mau ngomong sama dia! Punya otak dipake nggak sih??" Lisa sudah berdiri dan mengambil kunci mobilnya. Rere cepat-cepat berdiri dan memeluk Lisa dengan erat.

"Jangan..." Isaknya "jangan kayak gini Lisa. Tolong pikirkan Yolan juga. Dia juga nggak mau kayak gini, tapi bukan berarti caranya benar. Pasti ada jalan. Tolong pikirkan jalan keluar itu. Gue sengaja kasih tahu Lo, supaya kita bisa cari jalan keluar sama-sama, bukan men-jugde Yolan kayak gini. Dia pasti punya asalan. Kita hanya perlu kasih pengertian dan cari tahu siapa yang hamilin dia. Please Lisa," Rere sesenggukan di pundak Lisa dan memeluknya lebih erat untuk menenangkan sahabatnya. Rere, seorang diantara mereka yang masih berpikir jernih, meski terkadang dia yang paling sering bertindak gegabah.

Lama Lisa hanya terdiam, hingga terdengar isakan kecil. Rere mengangkat wajahnya dan mendapati Lisa sedang menangis. Mereka saling bertatapan, kemudian menangis bersama-sama sembari memeluk satu sama lain.

Are We Getting Married Yet?Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt