Balada Jembatan Gantung

1.5K 77 28
                                    

"Kak Diaaaaannn..... Cepat siap-siapnyaaaaa" Suara teriakan si Kembar Yoga dan Yogi terdengar hingga ke kamar belakang, satu-satunya kamar yang ada di Toko milik Mama, tempatku berganti pakaian. Hari itu aku memakai baju berwarna hitam. Firasatku mengatakan bahwa Aa Kiky pasti juga menggunakan baju berwarna hitam.. Wkwkwkwk.. Aku bercanda.. Sebenarnya bukan firasat, tapi ia memang selalu mengenakan baju yang sama setiap kali terlihat berlari melewati Toko Mama.. (atau mungkin baju yang berbeda dengan warna dan model yang sama? entahlaah...)

"Emangnya kenapa harus cepat-cepat? Kemarin janjian sama Aa Kiky jam setengah empat kok.." Gerutuku.. Waktu masih menunjukkan pukul 15.20.

"Aa Kiky udah di depan ATM tuh. Jalan kaki." Kata Yoga layaknya intelijen memberikan informasi. Fyi, jarak dari ATM yang dimaksud Yoga sekitar 150 meter dari Toko Mama.

"Aa Kiky juga pake baju hitam" Kata Yoga lagi

"Pake celana bola" sambung Yogi, gelagat mereka seolah-olah sedang memberikan informasi yang sangat penting.

"Kak Diaaann" Gilaaak yaaa, pada kompak teriak.. Huuuhhh...

"Iyaaaaaa, kenapa lagi?" Tanyaku gregetan

"Ini Aa Kiky sudah di depan.." Kata Yogi sambil menyusulku ke kamar.

"Iya, sabar" Kataku. Aku pun menguncir rambutku sambil berjalan ke depan Toko.. Benar saja, ia sudah di depan, mengobrol dengan Mama. Lalu melihat ke arahku sambil tersenyum, menampilkan deretan giginya yang rapi. Senyum yang selalu sama, senyum ceria.

"Ma, aku pinjam Enengnya dulu yaaa" Kata Aa Kiky kepada Mamaku yang sedang berada di meja kasir setelah menyalami tangan Mama ala-ala anak sholeh (Di letakkan ke jidat, eh apa sih namanya? ahaha)

"Emangnya barang, dipinjam" celetukku..

"Boleh, tapi ngembaliinnya harus utuh lho yaa" Kata Mama malah menanggapi Aa Kiky

"Siap Ma.. Janji deh sebelum maghrib udah dibalikin utuh.. Gak bakal lecet sama sekali.. Digigit nyamuk pun gak akan aku biarin, Ma.." Katanya dengan raut wajah bersungguh-sungguh.. Seolah sedang memegang tugas dan amanat yang sangat penting.. Iya, emang lebay sih..

"Pamit ya Ma..." sambungnya lagi..

"Iyaa" Kata Mama..

"Eh.. Minta ijin dulu sama Papa tuh di gudang depan" Kataku

"Oh, ada Papa yaah" Katanya sambil menuju ke arah Papa..

"Paaa,,, pamit yaa mau lari-lari sama Eneng.. Pasti aku jagain kok Enengnyaaa" Katanya ke Papa

"Iya, hati-hati yaaa"

"Iyaa Paaaa" Jawabnya..

Padahal mah deket, kami lari cuma di jalan depan toko..

"Hayuk atuh lari Neng" Katanya sambil berlari-lari kecil disampingku disampingku yang berjalan santai..

"Jangan lari dulu. Tadi kan gak pemanasan sama sekali" Kataku

"Iya yaah.. Ya udah jalan dulu sambil tangannya diregang-regangkan kayak gini nih" Katanya sambil memberi contoh

Gilaaak.. Males banget.. Malu diliatin orang-orang.. Apalagi di jalan, kami sering berpapasan dengan tentara-tentara yang otomatis mengenal Aa Kiky.. Terjadilah insiden "ciiieeee-ciiieeeaaan" Hadehhh

"Assalamualaikum Kang..."

"Halooo Mas"

"Iya nih lari-lari dulu Pakde..."

"Permisi mbaaah...."

Ntah berapa banyak orang yang disapanya selama di jalan..

 "Kita gak usah lewat rute yang biasa aku lewati ya Neng.. Jauh.. Muter lewat jembatan gantung aja biar lebih deket balik ke rumah.."

"Ok" Kataku yang mulai ngos-ngosan karena gak pernah olahraga

"Tuh kan, udah capek.. Lagian kalo kesorean baliknya, ntar Mama sama Papa gak ngijinin aku ngajakin kamu lagi.." Katanya lagi

Kami pun sampe di jembatan gantung. Ngeri juga ngeliatin kayu-kayunya udah pada bolong-bolong..

"Yakin nih mau lewat sini?" Tanyaku menelan ludah

"Iya. Aku sering lewat sini juga kok" Katanya

"Kamu belum pernah lewat sini?" Tanyanya heran.

Aku menggeleng..

"Yah padahal deket yaaa.. Ahahaha" Dia tertawa sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

Aku memberengut

"Sini, katanya sambil memegang tanganku

Tanpa sadar, aku memperhatikan tangannya yang menggenggam tanganku. Selama beberapa detik, kemudian mencoba melepas.

"Dipegangin biar gak jatuh. Pertama kalinya lewat sini kan.. Supaya kalo ingat jembatan ini, kamu juga jadi ingat aku, ayo sini" Katanya sambil mengambil tangan kananku lagi.

Langkahku seperti terseret-seret. Ngeri juga melihat ke bawah. Kuala (Sungai) Poso lumayan lebar dan dalam. Terlebih kayu-kayu jembatannya juga banyak yang hilang, bolong-bolong. Saat kami melewati jembatan, beberapa motor juga melintas.. Menambah kengerian. Jembatannya jadi bergoyang. Semakin bergoyang jembatan, semakin erat pula genggaman tangannya..

"Tenang, ada aku" Kalimat yang sering diulangnya saat kami melintasi jembatan itu..

Akhirnya kami pun sampai di ujung seberang jembatan. Aku melepaskan tanganku

"Lho kok dilepas?" Katanya sambil tersenyum

"Kan udah gak ngelewatin jembatan" Kataku sekenanya

"Eh, mau foto gak? Sini aku fotoin." Katanya.

"Nggak ah, sini kamu aja aku fotoin" Kataku..

Ia langsung mengambil gaya di depan jembatan.. Halaah... Bilang aje kalo elu yang mau dipotoin keleeuss... Ahahaha..

Tiba-tiba handphonenya berdering. Entah siapa yang menelepon. Sepertinya penting.

Beberapa saat kemudian..

"Neng, lari-larinya dijadwalin ulang nanti aja gimana? Soalnya seniorku nelepon, disuruh balik.." Katanya lagi

"Iya gapapa Ki" Kataku

"Berarti kita balik lewat jembatan lagi biar cepet ya"

"Lho, emang gak ada jalan lain ya?" Tanyaku

"Ada, tapi lumayan jauh"

"Ya udah deh.." Kataku lemas.. Padahal tadinya udah niat gak bakalan lewat jembatan mengerikan itu lagi..

Tapi ternyata, pas pulang nggak semengerikan pertama kali ngelewatin sih.. Hehehe..

Lari-lari sore yang gagal dan menegangkan..

Tapi buat orang yang jarang banget olahraga sepertiku, lumayan bikin badan terasa remuk saat bangun pagi keesokan harinya..



Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 17, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

From Earth to Heaven ( Mencintai Prajurit )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang