Next

2.8K 158 24
                                    

*ok lanjut*

Cinta itu perjuangan.

Mungkin itu yang dirasakan Aa Kiky. Ijinkan aku menyebutnya "Aa" saja. Persis seperti aku memanggilnya saat ia masih ada dulu.

Ya, kata Aa cinta itu berjuang. Hal ini juga diiyakan oleh Mamaku dan juga oleh *pengakuan Mbak Isma penjual nasi kuning didepan Toko Mama setelah Aa meninggal.

(*suatu saat akan kuceritakan di bagian lain)

Sejak aku masih tinggal di Palu, ibukota Provinsi Sulawesi Tengah, aku hanya pulang beberapa kali dalam setahun, kadang pada saat liburan semester atau liburan hari raya.

Setiap kali pulang dan membantu Mama di Toko, selalu saja ada tentara yang iseng meminta berkenalan denganku atau hanya sekedar meminta nomer HP, tapi tak pernah kugubris. Namun, tentu saja kutolak dengan sopan bahkan seringkali dengan berbagai alasan. Tidak jarang, jika tentara-tentara berbelanja ke Toko Mama, aku segera masuk ke gudang, hanya supaya tidak bingung memikirkan alasan apa yang akan kulontarkan. Terkesan *GR memang (*Gede Rasa) namun begitulah kenyataannya, sebab sangat sering aku mengalami hal yang seperti itu. Maklum, rumah dan Toko Mama memang dekat dengan Batalyon. Hanya berjarak kurang lebih 1km. Untuk teman-teman yang lingkungannya dekat dengan kantor aparat seperti Tentara atau Polisi, pasti pernah merasakan hal seperti itu. Salah satu hal yang tidak aku suka adalah, entah karena rasa pertemanan dan solidaritas mereka yang tinggi, kalo satu orang saja tentara yang berhasil meminta nomor HP, nomor HP itu akan tersebar ke seantero Batalyon. Kebayang kan gimana ribetnya.. Hihihi.. Belum lagi, cap yang beredar di masyarakat bahwa aparat itu pemain cinta... wkwkwwk... Tapi ini oknum lho yaa.. Nggak semua tentara seperti itu.

Nah, menurut pengakuan Aa, ia juga pernah beberapa meminta nomor HPku saat itu. Ia yakin, sudah lama sekali meminta, namun tidak pernah digubris. Katanya, ia ingin mendekati dengan serius, namun karena kesibukannya sebagai tentara junior pada saat itu yang sering dikirim ke hutan, ke desa-desa, ia pun mengurungkan niatnya.

Saat aku lulus test di Kejaksaan, aku sempat ditugaskan di Poso selama kurang lebih satu tahun, di Kota yang notabene adalah rumah masa kecilku. Akhirnya, aku bisa tinggal bersama Mama, Papa dan adik-adik. Meskipun bertemu Papa hanya seminggu sekali di hari Sabtu dan Minggu, sebab seperti yang pernah kuceritakan di awal, Papa bertugas di luar kota. Setiap pulang kantor dan weekend aku habiskan untuk membantu Mama di Toko. Jarang sekali aku pulang ke rumah, karena kalo pulang ke rumah, pekerjaanku hanya menonton film, bermain game, stalking social media, kegiatan yang menurunkan produktivitas. Paling banter juga kegiatanku membaca buku sampe ketiduran. Bukankah lebih baik aku membawa beberapa buku ke Toko sambil membantu Mama.
*bersambung*
*capek ngetik*
*masih sibuk*
*Maafkan*
*Mohon kritik dan saran*

From Earth to Heaven ( Mencintai Prajurit )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang