Then, It's started

1.8K 121 3
                                    

Sore itu,hari Jumat, sepulang dari kantor, seperti biasa aku berganti pakaian dan membantu Mama menjaga Toko. Saat itu aku berganti pakaian di Toko. Seperti yang sudah aku katakan, di Toko ada juga kamar yang kami gunakan untuk beristirahat. Dan aku juga menyimpan beberapa pakaianku dikamar itu. Setelah berganti pakaian, aku mengeluarkan pudding coklat buatanku dari kulkas, memotong dan menaruhnya di piring kecil, lalu beranjak menuju meja kasir. Saat duduk, mataku tiba-tiba tertuju padanya. Cowok tentara yang belakangan ini sering muncul itu. Sedang duduk dan ngobrol dengan Papaku. Papa sudah pulang rupanya, mungkin saat aku pulang tadi Papa menaruh mobilnya di rumah dan berjalan kaki ke Toko. Ntah apa yang mereka obrolkan. Kelihatan asyik sekali. Sesekali Papa tertawa, tapi tak jarang pula wajah keduanya menyiratkan kesan serius.

"Maaf Pa, aku kesitu dulu ya" Kata cowok tentara ramah-lucu-cakep-berkarisma itu sambil menunjuk ke arahku.

Eeh, apa tadi katanya? Pa? Dia memanggil Papaku dengan sebutan 'Pa'?

Aku pura-pura sibuk dengan HPku. Gawaaat. Apa sejak tadi ia menyadari bahwa aku memperhatikannya.

Kulihat sekilas pudding yang kuambil di kulkas tadi. Astaga. Ini pudding atau bubur, bentuknya udah hancur kayak gini. Pasti gara-gara tadi kuaduk-aduk sementara memperhatikan the-most-handsome-soldier-that-I-ever-seen tadi itu.

Ya Tuhan, Dia mendekat.

Dengan senyuman khas itu lagi.

Haduuuh.. Apa-apaan sih ini.

Hey, aku nggak kagum beneran kan.

Come On. Dia nggak ada bedanya dengan laki-laki berseragam yang iseng lainnya.

"Selamat Sore, Neng" Katanya ramah dan tersenyum lebih lebar, menampakkan deretan giginya yang tersusun rapi.

"Sore, nyari apa ya Pak?" Tanyaku berusaha bersikap biasa.

"Ngg.. Nggak.." Eh, kok jadi dia yang gugup yah. Aku cekikikan dalam hati

"Nggak, ini tadi aku lewat, trus liat udah ada motor Eneng didepan makanya singgah, eh kebetulan ada Papa juga, jadinya sekalian ngobrol. Gitu Neng" Katanya cepat, setengah menjelaskan.

"Oh, masa sih?" Tanyaku bersikap seolah tak percaya.

"Iya" Jawabnya. Jawaban yang agak menggantung, sebab sepertinya ada yang hendak dikatakannya. Hening selama beberapa detik. Hanya terdengar ketukan kecil jarinya di lemari kaca depan meja kasir. Sementara aku menyibukkan diri dengan HPku.

"Ehm, boleh duduk disini? Tanyanya sambil menunjuk kursi di sampingnya, disebelah lemari kaca depan meja kasir.

"Boleh, silahkan Pak" kataku.

"Manggilnya jangan Pak, atuh Neng." Katanya sambil pura-pura cemberut. Unyu banget sih.. Eeh.

"Oh iya, maaf Bang."

"Hehe" Dia cengengesan.

"Saya teh urang Sunda, Neng. Masa atuh dipanggil Abang"

Hadeeh, salah lagi. Maunya dipanggil apa sih ni orang.

"Trus, dipanggil apa? Akang?" Tebakku sotoy.

"Akang itu panggilan yang lebih condong untuk laki-laki Sunda yang sudah menikah Neng. Kalo yang masih bujang mah biasa dipanggil Aa"

"Oh, Aa yaa" gumamku

"Iyaa"

"Trus teman-teman tentara manggilnya juga 'Aa'?" Tanyaku kepo

"Nggak" Katanya

"Trus?"

"Mereka manggilnya 'Mas Kiky, Neng" Katanya sambil nyengir.

"Ih, jauh donk" celetukku.

Dia cuma nyengir. Kemudian hening.

"Neng" Katanya tiba-tiba memecahkan keheningan.

"Aku bukan orang sunda" Celetukku.

"Maaf, tapi boleh kan aku Panggil Eneng? Tanyanya.

"Ya udah nggak apa-apa." Kataku singkat.

"Eneng, Aa, Eneng, Aa, Eneng, Aa" Dia bergumam dengan wajah polos. Sementara aku masih berusaha bersikap biasa.

"Boleh nggak aku minta nomor HPnya? Katanya cepat.

"Nomor HP siapa?" Tanyaku.

"Nomor HP Mama?" Sambungku lagi

"Hmm,, Nomor HP Mama juga boleh" Katanya pelan dengan alis yang agak berkerut. Menyiratkan rasa kecewa.

"Sekalian sama nomer HP eneng juga tapi yaa" Katanya lagi dengan nada yang dibuat ceria.

"Eneng siapa?" Tanyaku

Dia terdiam lagi. Lantas kemudian tersenyum.

"Ya kamu, siapa lagi." Katanya polos

"Ya udah deh, tapi jangan disebar-sebarin ya" kataku

"Iya. Buat apa aku sebar-sebarin. Ini aja dapatnya susah" Jawabnya.

"Ini, ketik aja disini yaa." Katanya sambil menjulurkan HPnya.

Aku mengeryitkan dahi.

"Boleh kan?" Tanyanya lagi meyakinkan dengan nada agak memelas. Coba deh bayangin gimana muka polosnya itu memelas.

"Iya" Kataku lalu mengetik nomor HPku.

"Nih udah" Kataku lagi sambil mengembalikan HPnya.

"Makasih ya.." Katanya sambil tersenyum seolah tidak mampu menyembunyikan rasa bahagianya.

"Aku save ya" sambungnya kemudian

"Iya, jangan lupa, itu nomor HP Mama lho. Jadi savenya jangan pake namaku" Kataku jahil

"Serius Neng? Ya udah, aku ganti. Tapi boleh ya minta nomor HP Eneng sekalian? Katanya lugu sambil mengutak-atik HP.

"Hahaha... Itu nomor HP aku kok. Aku becanda" Kataku menahan tawa.

"Seriusan atuh Neng" Katanya menatapku selama beberapa detik, dengan tatapan seperti anak kucing minta makan.

"Kalo nggak percaya, miscall aja, nih HPku disini"

"Oke, aku miscall ya."

"Tuh kan, masuk" Kataku sambil menunjukkan layar HPku,

"Eh, Iya. Makasih ya Neng" katanya kegirangan.

"Aku balik dulu ya, makasih banyak ini Neng." Katanya setengah berjingkrak kegirangan. Aku hanya tersenyum padanya.

Tanpa kusadari, senyuman masih terlukis di wajahku bahkan hingga punggungnya tak terlihat lagi di seberang jalan.

From Earth to Heaven ( Mencintai Prajurit )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang