16. DOWN

75 4 0
                                    

Dunia ini sempit, buktinya saja aku bisa bertemu dengan mu.

**********

Masih dalam ketercengangan Amyra, Irtiza pun lantas melanjutkan kata-katanya, "Menikah. Apa kamu tidak ingin segera menikah?"

"Apa Pak? Menikah? Kenapa anda mempertanyakan itu?" Seru Amyra canggung.

"Bukannya kamu sudah memiliki calonnya?"

"Astaga! Apa Irtiza tahu kalau aku menyukainya, sejak kami masih bersekolah?" Renung Amyra dalam batinnya.

"Kasihan Residence Manager Kevin, ia pasti ingin segera menikahi mu" Tungkas Irtiza berkata, sukses membuat mata Amyra terbelalak kaget, hingga membuatnya pula tanpa sadar menyentuh panci panas yang berada dihadapannya, Amyra pun sontak meringis kesakitan.

"Apa kamu baik-baik saja?" Seru Irtiza seketika saja menghampiri Amyra dan melihat kelima jari-jemari Amyra sudah memerah karena terkena panas dari panci itu.

"Ehng... Sudah, lupakan saja Pak. Tidak apa, nanti saya obati sendiri" Tolak Amyra, cepat-cepat melepaskan tangannya dari genggaman tangan Irtiza.

"Sayalah penyebabnya. Ayo, kita obati dulu" Ujar Irtiza berlalu meraih tangan Amyra lagi dan mengajaknya untuk mendekati keran tempatnya untuk mencuci piring dan bahan makanan lainnya.

Sejenak meninggalkan Amyra di dapur, Irtiza pun berlalu mengambil kotak obatnya dan kemudian kembali lagi menghampiri Amyra.

"Ehng... Tidak usah Pak. Saya bisa obati sendiri" Tolak Amyra lagi, tapi lucunya Irtiza yang seketika saja menyoroti Amyra dengan tatapan dinginnya, membuat Amyra terdiam karenanya.

Irtiza pun berlalu mengobati luka Amyra itu, kian membuat Amyra terpaku saja menatap lekat wajah tampan Irtiza. Kenapa Irtiza melakukan ini semua? Seharusnya tidak begini, membuat hati Amyra kian tidak bisa melepaskan cintanya saja dari Irtiza.

"Dia cinta pertama ku yang tak terungkapkan. Kalian pasti tahu jelas, bagaimana perasaan hati ku bila ia terus-terusan bersikap seperti ini?"

"Selesai... Sekarang kamu duduk saja, biar saya yang lanjut masak" Tungkas Irtiza, tentu saja Amyra menolaknya.

Tapi Irtiza tidak peduli, ia pun mengantarkan Amyra untuk duduk di kursinya tadi, dan kini Irtiza lah yang menggantikannya untuk memasak.

Hems... Jangan seperti ini Irtiza....

**********

Akhirnya, selang beberapa menit kemudian, terlihat Irtiza dan Amyra sudah duduk di kursi meja makan bersama. Beberapa makanan hangat dan lezat sudah siap untuk disantap oleh mereka.

"Silahkan Pak" Ujar Amyra membiarkan Irtiza mendahuluinya.

"Kita makan sama-sama" Sahut Irtiza setelah sejenak menghela nafasnya. Ya... Irtiza hanya ingin bersikap imbang saja, menepis batasan antara atasan dan bawahan. "Ayo... Silahkan"

"Ehng... Iya Pak" Amyra pun mulai menyendok makanan yang ia inginkan, begitu pula Irtiza.

Makan siang bersama di rumah Irtiza akhirnya terjadilah sudah. Ini makan siang pertama mereka di rumah Irtiza, bukan? Semoga saja tidak ada yang kedua kalinya, karena hati Amyra akan lelah, bila terus-terusan terjadi hal-hal mendebarkan seperti ini.

"Ada apa Pak?" Tanya Amyra, saat sejak tadi memandangi raut wajah Irtiza yang tampak aneh.

"Kenapa semua makanannya terasa hambar? Apa kamu juga merasakannya? Apa bumbu yang saya masukkan kurang?" Pikir Irtiza membuat Amyra heran mendengarnya. Menurut Amyra semua makanannya baik-baik saja, bagaimana bisa Irtiza mengatakan kalau semua makanan ini terasa hambar?

"Bapak sakit, itulah kenapa semua makanan terasa hambar di lidah Bapak"

"Benarkah?"

"Iya. Mmm... Bapak selesaikan saja makannya, akan saya siapkan obat untuk Bapak" Ujar Amyra, lalu beranjak dari duduknya.

**********

Menit demi menit pun tanpa terasa berlalu sudah, Amyra dan Irtiza sudah duduk di sofa rumah Irtiza sekarang, seraya mengawasi lekat Irtiza yang tengah memakan obatnya.

"Terima kasih. Apa obat ini menyebabkan kantuk?" Tanya Irtiza, Amyra pun mengangguk seraya tertawa gaguk. Haha... Lucunya Irtiza yang hanya bisa menghela nafasnya karenanya. Ini salah Amyra, seharusnya Amyra bilang dulu sebelum Irtiza memakannya.

"Ehng... Saya akan panggilkan Kevin untuk menjemput kita. Tunggu sebentar" Ide Amyra lantas berdiri dari duduknya dan berlalu meletakkan ponsel ke telingannya.

"Hallo Sekretaris Kevin?" Sapa Amyra melalui saluran teleponnya. "Ngga, ngga kenapa-kenapa. Tapi bisa kamu jemput aku dan Pak Irtiza di rumahnya?" Pinta Amyra sopan. "Oke... Kalau begitu, kami tunggu disini. Iya, aku tunggu Kevin ya" Akhir Amyra.

"Pak..." Panggil Amyra tertahan, sesaat mendapati Irtiza yang nyatanya sudah tertidur pulas diatas sofa rumahnya.

"Dia sudah tertidur? Kenapa cepat sekali?" Tutur Amyra, lantas beranjak mendekati Irtiza.

Hems... Amyra seketika saja menghela nafasnya, seraya menatap teduh wajah dingin Irtiza yang ternyata terlihat sangat tenang jika tertidur. "Apa kamu ingin menggoda hatiku lagi?" Gerutuk Amyra kesal, tapi kembali Amyra menghelakan nafasnya.

"Kamu tahu seberapa banyak aku mencintaimu dulu, mmm... Dan mungkin sampai sekarang? Kalau kamu bisa menghitungnya, hitung saja. Dari semasa sekolah kita hingga sekarang. Aku rasa, kamu akan menyerah bila memang harus menghitungnya" Ujar Amyra.

"Jangan memperlakukan aku seperti ini, jangan buat aku bingung dan bertanya-tanya. Bukannya kamu suka membaca buku, kamu pasti tahu jelas, kalau cinta tidak bisa dipaksakan. Biarkan aku yang tetap mencintaimu, mengerti"

**********

Tanpa terasa petang pun menjelang sudah, Irtiza akhirnya terbangun dari tidur lelapnya. Wajahnya yang pucat kini sudah tampak lebih segar. Ah... Irtiza baru teringat, ia datang kemari membawa Amyra dan pula... Astaga! Ia melewatkan 3 jam kerjanya hari ini.

"Pak Danial, anda sudah bangun?" Tanya Amyra yang baru  saja melangkah keluar dari dapur rumah Irtiza, sontak membuat Irtiza terdiam sejenak dan berlalu beranjak dari tidurnya.

Ada apa ini? Apa yang terjadi? Kenapa Irtiza menatap dingin Amyra seperti itu? Apa yang telah dilakukan Amyra salah, karena Amyra tidak membangunkannya?

"Kenapa tidak membangunkan saya?" Tungkas Irtiza. Benar saja terdengar nada murkah disana, membuat Amyra seketika saja tertegun mendengarnya.

"Maaf Pak"

"Maaf apanya? Untuk semua yang sudah terjadi? Sudah terlambat! Sudah, kamu pergi sana" Usir Irtiza.

Amyra yang kian tertegun pun hanya bisa menundukkan kepalanya dan berlalu pergi meninggalkan rumah mewah Irtiza, meninggalkan Irtiza yang seketika saja menghamparkan duduknya lagi dengan kesal diatas sofa empuknya.

Untuk pertama kalinya, Irtiza marah besar kepada Amyra. Astaga!!!

BABY BREATH FLOWERSWhere stories live. Discover now