Chapter 8

344 23 25
                                    


Tsuki masih menatap Hijikata dengan mulut menganga. Wajahnya pucat.

"Kau mau mendengarkanku, Tsuki?" tanya Hijikata dengan suara pelan. "Aku ingin kau berjanji padaku. Jika tidak, kau terpaksa masuk penjara."

Hijikata mendengus. "Jangan cari Gintoki. Jangan pergi ke Fukuoka. Itu urusan Shinsengumi, biar kami saja. Tetaplah di Edo. Berjanjilah padaku."

Mata Tsuki bergerak ke kanan dan ke kiri. Hijikata sudah tahu apa yang ada di pikirannya.

Pandangan Hijikata pada Tsuki mendadak lembut. "Sebagai gantinya, aku berjanji akan menemukannya. Aku akan mencarinya. Aku akan pergi ke Fukuoka besok. Berjanjilah padaku."

Kedua tangan Tsuki mengepal. Wajahnya terlihat ingin sekali menangis. Dengan pelan, dia menganggukkan kepalanya.

Hijikata mendengus lega. "Oke kalau begitu. Kau ingin aku di sini, atau aku lebih baik pulang?"

Tsuki menelan ludahnya. "Mitsuba pasti menunggumu, Toshi-san."

Hijikata mengisap rokoknya, mematikan rokoknya ke asbak, dan berdiri. "Baiklah, aku pamit dulu. Terima kasih telah menerimaku ke sini."

Tsuki berdiri. "Ah, maaf, Toshi. Aku tidak membuatkanmu teh atau menyuguhkan apa pun itu."

"Tidak masalah," Hijikata menepuk bahu Tsuki dan mengusapnya. "Jangan sungkan untuk menghubungiku atau Sougo. Aku harap, kami bisa membantumu."

Hijikata berjalan keluar ruangan dan berhenti di pintu depan.

"Aku minta maaf," Hijikata menoleh pada Tsuki. "Maaf karena kami tidak transparan padamu soal Gintoki. Kau boleh menanyakan kabarnya padaku. Jika aku tidak menjawab, kau bisa menghubungi Sasaki atau Sougo. Jangan sungkan."

Tsuki mengangguk. Kepalanya tertunduk ke bawah. Hijikata menatap Tsuki tanpa suara selama beberapa detik.

"Kau wanita kuat, Tsuki," ucap Hijikata pelan. "Gintoki akan kembali padamu. Aku berjanji akan memulangkannya padamu. Jangan sakit, makan teratur."

Hijikata kembali menepuk pundak Tsuki dan berjalan ke luar rumah. "Sampai ketemu."

"Sampai ketemu," kata Tsuki sambil menutup pintu dengan pelan.

Hijikata membakar rokoknya dan berjalan menuruni tangga. Tiba-tiba, handphone-nya berbunyi.

"Hijikata Toshirou," sapanya seraya berjalan menuju mobil.

"Fukucho! Ada kabar dari Saitou-san!" teriak Yamazaki melalui telepon.

"Kau ingin gendang telingaku pecah? Ada apa?" tanya Hijikata sambil membuka pintu mobilnya.

"Saitou-san menemukan botaku Gin-san! Di Sungai Naka!" kata Yamazaki.

"Apa?" Hijikata terkejut seraya menutup pintu mobil dengan keras.

"Tapi... Gin-san tidak ada di mana pun, Fukucho," suara Yamazaki memelan. "Pedang kayu Gin-san juga patah di tengah-tengah. Tapi, Saitou bilang dia yakin itu botaku Gin-san karena ada tulisan 'Danau Toya'. Botaku itu ada di pinggir Sungai, dan tertutup tanaman air."

Hijikata terdiam sejenak dan mengembuskan asap rokoknya. "Siapkan dua tiket kereta untukku dan Sasaki besok pagi. Aku akan ke sana. Cari tiket untuk pukul 08.00. Sougo akan menggantikan posisiku untuk sementara waktu."

"Baik, Fukucho!" dan Hijikata mematikan telepon.

Hijikata menonjok setir mobil patroli. Cukup keras, hingga buku tangannya memerah.

"Temme," Hijikata mendesis. "Apa yang sedang kau lakukan, Gintoki!?"

Hijikata kesal bukan main. Saking kesalnya, dia merasa sesak. Tiba-tiba, pandangannya kabur. Dia pun teringat akan sesuatu.

Hijikata membuka kaca mobilnya. Hijikata sadar dia merasa sesak karena dia merokok di dalam mobil tanpa membuka kaca mobil terlebih dulu.

Die Another Day 3Where stories live. Discover now