Chapter 7

352 23 10
                                    


Tsuki terbangun dari tidurnya. Pukul 08.14.

Tsuki menatap langit-langit kamarnya. Hari ke-20 tanpa Sakata Gintoki.

Tsuki mendengus dan duduk di atas futon. Dia melihat handphone-nya di sebelahnya. Tidak ada pesan atau pun telepon dari Gintoki.

Tsuki berdiri dan berjalan ke luar kamar. Dia menuju dapur untuk membuat kopi. Tsuki mengambil cangkir dari rak gelas dan tiba-tiba dia merasa kesal.

Tsuki membanting cangkir tersebut ke wastafel. Cangkir tersebut pecah, dan tangannya berdarah.

Tsuki memperhatikan tangannya. Darah menetes dari sela-sela jempol dan telunjuknya. Dia mendekatkan tangannya pada wajahnya dan menekan lukanya.

Darah mengucur dari tangannya. Tapi, Tsuki tetap diam.

"Kuso," Tsuki bergumam pada dirinya sendiri, "Aku mati rasa."

Tsuki mencuci tangannya dan mengambil perban dari kamarnya. Dia membalut lukanya, meraih handphone-nya, dan menelepon seseorang.

***

"Ohayou gozaimasu, kusare Fukucho," sapa Sougo datang bersamaan dengan Hijikata di markas besar Shinsengumi.

"Ohayou gozaimasu, kusogaki," balas Hijikata. "Ada laporan apa semalam?"

"Saitou dan Takasugi belum menemukan apa-apa di Fukuoka. Mereka masih mencoba bertanya-tanya pada warga sekitar apakah mereka melihat pria muda yang sudah ubanan berjalan-jalan di daerah situ."

"Lalu?"

"Tak ada yang melihat. Oh ya, Takasugi-san juga bercerita kalau dia sempat mencoba onsen yang mewah itu. Katanya, tidak semewah yang dia bayangkan."

"Temme."

"Ini sudah 20 hari, Hijikata-san. Apa yang akan kita lakukan jika tak ada kabar dari Danna?"

Hijikata terdiam sejenak sambil mengisap rokoknya. "30 hari, dan Sakata Gintoki dinyatakan mati."

Sougo tidak menjawab. Dia hanya berjalan di samping Hijikata sambil menatap ke bawah.

"Aku pikir, terlalu cepat untuk menyimpulkan dia mati, Hijikata-san," ucap Sougo.

"Itu risiko yang dia ambil. Terima saja."

"Bukankah kau yang tidak terima? Kau kan punya hubungan spesial dengannya."

"Bagero, tidak seperti it..."

Handphone Hijikata berbunyi. Dia mengeluarkan handphone-nya dari dalam sakunya.

"Kuso," Hijikata mendesis. Suaranya terdengar kesal. "Tsuki menelepon."

***

Hijikata menjatuhkan rokoknya ke tanah dan menginjaknya. Dia menarik napas panjang dan menaiki tangga ke rumah Yorozuya.

Hijikata tiba di depan pintu rumah Yorozuya. Dia menekan bel, dan seseorang membuka pintu.

Hijikata dan Tsuki bertatapan cukup lama. Tsuki terlihat mencoba mengatur napasnya, sedangkan Hijikata hanya memandang Tsuki tanpa suara.

"Masuklah," kata Tsuki. Hijikata mengangguk dan masuk ke dalam.

Hijikata berjalan pelan ke arah ruang televisi seraya melihat sekeliling.

Rumah ini tidak berubah.

Hijikata duduk di sofa. Dia mengeluarkan rokok dari saku coat-nya dan membakar rokoknya. Tsuki duduk di hadapannya sambil mengisap kiseru.

"Bau rumah ini masih sama seperti saat aku terakhir datang ke sini," ucap Hijikata sambil mengembuskan asap rokoknya dan melihat sekeliling. "Tak ada yang berbeda, hanya saja, lebih rapi."

Tsuki tidak menjawab. Dia hanya memperhatikan Hijikata sambil mengisap kiseru­.

Hijikata menatap Tsuki. "Apa yang ingin kau tanyakan padaku, Tsuki?"

"Sudah 20 hari aku tidak dapat kabar apapun dari Gintoki," ucap Tsuki. "Kau dan yang lain juga tidak pernah mengabariku tentangnya."

"Kami tidak tahu dia di mana, Tsuki," jawab Hijikata. "Tak ada yang tahu keberadaannya."

"Aku tidak percaya," kata Tsuki. "Kalian pasti melacaknya. Kalian tetap memonitor pergerakannya."

"Tidak, Tsuki. Kami tidak..."

"Gintoki pergi untuk kepentingan kota Edo dan Shinsengumi lepas tangan akan hal itu? Gintoki pergi membawa barang yang diincar oleh semua penjahat di Edo, dan kalian membiarkannya pergi begitu saja?"

"Tsuki, perjanjian kami dengan Gintoki dari awal, kami tidak..."

"Aku istrinya, Toshi. Aku berhak tahu keadaannya. Kalian, Shinsengumi yang melarangnya untuk berkomunikasi denganku, dan ini yang aku dapatkan? 'Ketidaktahuan' kalian?"

"Oke," Hijikata mendengus. "Kami melacaknya. Kami memasang alat pelacak pada motor yang kami berikan padanya untuk dia kendarai. Terakhir, dia berada di Fukuoka."

Dahi Tsuki mengernyit. "Terakhir?"

Hijikata terdiam sebentar dan mengangguk perlahan. "Ya, Gintoki hilang sejak 13 hari yang lalu."

Tsuki terdiam. Mulutnya menganga.

"Alat pelacaknya tak ditemukan di mana pun. Kami sudah mengirim tim ke sana dan tidak menemukan apapun selain bangkai motor Gintoki," kata Hijikata.

"Motor yang dikendarai Gintoki meledak. Dia tidak ditemukan di mana pun. Botaku dan tasnya juga tidak kami temukan. Tapi, kami tidak menemukan adanya tulang-belulang di lokasi kejadian. Dia memang sudah hilang sejak 13 hari yang lalu, tapi kami merasa positif, bahwa dia masih hidup. Hanya saja..."

Tangan Hijikata bergerak cepat dan menangkap sesuatu di depan wajahnya. Sebuah kunai kecil berada di sela-sela jari telunjuk dan jari tengahnya sekarang.

"Dia hilang sejak 13 hari yang lalu dan kau tidak bilang padaku soal itu?" nada Tsuki meninggi.

"Kami percaya dia masih hidup, Tsuki," Hijikata melempar kunai ke atas meja. "Sampai saat ini, kami tidak menemukan ada orang yang mengikutinya. Dari pantauan satelit, footage-footage yang kami terima memperlihatkan dia baik-baik saja."

"Kami tidak menyatakan dia telah mati, Tsuki. Gintoki bukanlah orang yang mudah mati, dan kau tahu itu," kata Hijikata. "Belum."

Die Another Day 3Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt