14. Quicksilver ☕

Start from the beginning
                                        

Cassy menutup hidungnya saat bau menyengat menguar di udara begitu penutup toples dibuka. Aroma metanol berpadu bau amis timun laut berhasil memicu asam lambungnya naik ke esofagus.

"Kevin?" Cassy mengerutkan dahi begitu membaca nama yang tertera pada label di penutup toples milik kelompoknya. Suaranya sedikit sengau karena hidungnya tertutup. "Nama teripang ini Kevin?!"

Rama yang sedang menyiapkan air bilasan membenarkan. "Iya. Kevin si ketimun laut."

"Ada-ada saja!" Cassy mengalihkan perhatianya pada Chelia yang tampak murung. Biasanya Chelia akan menanggapi kekonyolan Rama dengan tawa, namun kali ini gadis itu membisu. Cassy tahu, Chelia pasti merasa iba pada Kevin--maksudnya si teripang yang menjadi sampel percobaan mereka.

"Kamu kenapa, Sweetheart?" Rama berjongkok di samping Chelia.

"Rama ... teripangnya kasihan ...." Chelia menatap Rama dengan sendu.

"Sudah, jangan sedih begitu. Kevin pasti masuk surga." Rama menepuk pundak Chelia kemudian mengelus toples sampel di hadapannya. "Rest in peace, Kevin."

Cassy menghembuskan napas panjang melihat Chelia dan Rama yang sibuk meratapi jasad teripang menjijikkan tersebut, seperti biota laut itu anak mereka sendiri saja.

Cassy paham, retensi memori Chelia yang kuat membuat perasaannya sangat rapuh. Tapi berduka untuk seonggok teripang menjijikkan yang bahkan rupanya tidak bisa terindentifikasi? Cassy tidak habis pikir untuk itu.

"Teripangnya lucu, lembut, seperti squishy!" Di lain pihak Erva berseru. "Coba pegang deh, Cassy!"

"Iyuuuh! Jorok tahu, Va!" Cassy bergidik melihat Erva yang memainkan teripang di tangannya. Teman-temannya memang tidak ada yang normal.

"Jijik, ya? Kalau nggak bisa biar aku saja yang kerja bagianmu." Edward merebut pisau bedah di tangan Cassy yang merapat ke arahnya.

"Serius, Eddy?"

"Serius. Kamu nggak terbiasa pegang pisau, kan? Nanti tanganmu luka."

Mata Cassy berbinar seketika. Benar kata Edward, jangankan merajang teripang, mengiris bawang saja tidak pernah ia lakukan.

Diam-diam Cassy melirik Edward di sebelahnya.

Kalau diperhatikan, Edward lumayan cakep juga. Ah, bukan. Memang cakep dalam sekali lihat, kok! Wajah blasterannya khas, senyumnya manis, pandai bergaul, pengertian pula! Pasti akan menyenangkan bila bisa menjadi ...

"Tidak!"

Cassy menghentakkan kepala menyadari apa yang baru saja dipikirkannya. Bisa-bisanya hatinya berkata demikian. Ia bahkan masih sakit hati dan belum bisa melupakan Vino, mantan pacarnya yang masih sering mengiriminya pesan dengan kata-kata manis.

"Apanya yang tidak?" Edward sedikit terkejut dengan seruan Cassy.

"Hah?! Nggak! Nggak ada apa-apa!" Cassy memalingkan wajahnya yang memerah.

"Teman-teman!"

Cassy bersyukur dalam hati begitu perhatian Edward teralihkan saat mendengar panggilan Naya. Hanya sekejap. Sebab setelahnya Cassy dikejutkan dengan Naya yang berlari ke arah mereka dengan panik.

"Kenapa, Naya?" Chelia dan Erva lekas memeluk Naya yang gemetaran. Rama dan Edward pun mendekat, meninggalkan pekerjaan mereka.

Naya menarik napas dalam. "Kak Aldo jatuh dari tangga! Dia tidak sadarkan diri sekarang!"

⚛️⚛️⚛️⚛️⚛️

Gio menarik tangan Erva menjauh dari kerumunan orang yang menunggu Aldo di depan ruang pemeriksaan. Teralu berlebihan sebenarnya untuk disebut kerumuman, sebab hanya ada Rama, Edward, Chelia, Cassy, Naya, dan dua orang teman Aldo di sana. Menurut informasi yang Gio peroleh, Aldo tidak benar-benar memiliki teman. Sikapnya yang kasar dan pemaksa membuat siapa pun enggan berurusan dengannya.

Prescriptio☕  Where stories live. Discover now