14. Quicksilver ☕

Comenzar desde el principio
                                        

Arya berdeham keras. "Ketuk pintu sebelum masuk. Apa tulisannya kurang jelas?" Arya menunjuk peringatan yang terpajang di depan pintu ruang kerjanya dengan isyarat mata.

Resepsionis tersebut menunduk dan membungkuk dalam-dalam. "Maaf Pak, ada telepon dari Tuan Arthama. Beliau meminta disambungkan dengan Anda."

Arya mendengus, ia memang belum mengecek ponselnya sedari tadi.

"Katakan padanya aku sibuk. Aku ada janji makan siang dengan orang penting. Sampaikan tidak kurang dan tidak lebih." Arya memberi perintah dengan penuh penekanan.

"Baik, Pak."

Rama hanya menatap Arya tanpa suara sampai resepsionis tersebut menghilang seiring dengan daun pintu yang menutup.

"Ayahmu menelepon, tuh!" Rama berusaha menahan getaran suaranya. "Kenapa tidak kamu terima?"

Arya berdecak. "Nanti saja. Urusanku kali ini lebih penting," ujarnya merangkul pundak Rama. "Ayo, nanti kita terjebak macet."

"Ini bukan pencitraan, kan?" bisik Rama saat Arya menariknya keluar ruangan masih dengan mengalungkan lengan di pundaknya.

"Bukan. Citraku sudah baik, untuk apa buat pencitraan lagi.

"Dih, songong!"

"Menular dari kamu."

Rama menyengir. "Pakai mobilmu atau mobilku?"

"Terserah."

"Mobilku lebih keren, sih."

"Ya, sudah. Pakai mobilmu saja." Arya mengalah.

"Nggak, deh."

"Kenapa?"

"Lagi hemat BBM. Persediaan minyak bumi semakin menipis."

Arya mengetuk kepala Rama, tidak yakin adiknya itu benar-benar sedang berhemat. Satu hal yang Arya syukuri, adiknya itu hidup berkecukupan. Sepeninggal ibunya sepuluh tahun yang lalu, Rama dirawat oleh kakeknya sampai beliau berangkat keluar negeri mengurus bisnisnya beberapa tahun yang lalu. Sejak saat itu Rama hidup sendiri dengan biaya penuh oleh sang kakek.

"Kuncimu mana, Kak?" Rama mengguncang bahu Arya yang sedang melamun.

"Kamu mau menyetir?"

"Tentu. Tidak ada adik yang akan membiarkan kakaknya menyetir untuknya."

Arya masih mematung saat Rama meraih kunci mobil di tangannya dan mulai menyalakan mesin.

Rama membunyikan klakson. "Kak! Kak Arya! Kamu kenapa tinggal mengheningkan cipta di situ? Kesambet baru tahu rasa! Buruan, aku lapar nih!"

Arya meluangkan sekian sekon waktunya untuk menyentil dahi Rama sebelum masuk melalui pintu di sisi yang berseberangan.

Sungguh, ini hari terbaik baginya di antara beribu-ribu hari yang telah lewat kemarin.

⚛️⚛️⚛️⚛️⚛️

Aldo menatap lara pada deretan vial dan setumpuk mangkuk kaca bekas penelitiannya di sudut gudang. Aldo mengumpat saat merasakan pasokan oksigen dalam paru-parunya menipis di ruang pengap tersebut. Mentang-mentang posisinya sedang tidak menguntungkan, asisten lain yang biasanya tunduk-patuh padanya sekarang berbuat sesuka hati. Mereka mengeluarkan isi lokernya tanpa permisi.

Prescriptio☕  Donde viven las historias. Descúbrelo ahora