Bagian 1

845 14 0
                                    

Terletak di pusat ibu kota, gedung berlantai 12 itu tampak megah dengan warna keemasan pada pilar-pilar di bagian depannya. Gaya Eropa berpadu Jawa pada atapnya yang berbentuk menyerupai rumah joglo membuat bangunan mewah milik perusahaan mode ternama itu terlihat berbeda dari kebanyakan gedung perkantoran di sekitarnya. Deretan kendaraan bermotor tampak terparkir rapi di sisi kiri bangunan, satu di antaranya sebuah Sedan merah terang.

Mutiara Suroso, gadis muda berusia 20 tahun itu terlihat keluar dari Sedan merah itu sembari menenteng tas tangan berwarna serupa. Rambut panjang terurai dengan busana pink dan sepasang highheels berwarna gelap menghiasi penampilannya. Beberapa pasang mata menatap ke arahnya, termasuk dua pria dengan setelah jas formal yang baru memasuki lobi. Senyuman manis tersungging di bibir gadis muda itu untuk membalas sapaan para karyawan yang menegurnya.

Sebagai seorang desainer, gadis yang biasa disapa Tiara itu sebenarnya memiliki latar belakang keluarga yang cukup mengagumkan. Ayahnya seorang presiden dan beberapa pamannya duduk di singasana politik di republik ini. Bisa dikatakan Tiara adalah cucu keluarga politisi, tapi justru mengambil jalur karier di luar politik. Ia lebih tertarik dengan dunia fashion dan terjun dalam pertarungan bisnis daripada mengikuti persaingan politik yang kadang menurutnya tidak sehat, baik untuk fisik, akal, atau bahkan jiwa. Ia sering melihat beberapa orang tampak gila demi mengejar posisi.

"Lama tidak bertemu." Seorang pria berambut cokelat dengan mata biru menyapa Tiara saat memasuki lift yang akan membawanya ke lantai 23, tempat ruangannya berada. Tiara menatap pria itu dari ujung rambut hingga kaki, mencoba mengenali siapa gerangan, tapi sayangnya ia tak ingat pernah mengenalnya.

"Siapa kau?" tanya Tiara pada pria itu yang untuk seseorang dengan mata dan rambut seperti bule bahasa Indonesianya terbilang sangat lancar.

"Kau tidak ingat aku? Aku Demitri Makkawaru, kita pernah bertemu di ajang Paris Fashion Week. Kau tidak ingat?" kata pria itu dan seketika Tiara teringat sosok pria yang dikenalnya saat ia menghadiri acara Paris Fashion Week empat tahun lalu.

"Demi?" kata Tiara saat akhirnya mengenali pria itu yang empat tahun lalu tampil dalam ajang Paris Fashion Week.

Demi adalah putra dari salah satu desainer di acara tersebut dan tidak seperti ibundanya, dia lebih tertarik menjadi model daripada menggeluti dunia fashion sebagai desainer.

"Lama tidak bertemu. Kelihatannya kau sangat sibuk, aku membaca beberapa liputan tentangmu."

"Kapan kau datang?"

"Belum lama, dua jam lalu."

"Lalu, sedang apa kau di sini?"

"Mengunjungi Daniel. Kebetulan aku ada pekerjaan di Jakarta, jadi sekalian mampir untuk mengunjunginya."

"Oh ya, aku hampir lupa kalau kau itu adalah adik lelaki Daniel," kata Tiara yang jujur saja ia masih tak percaya kalau pria itu masih memiliki hubungan darah dengan Daniel, salah satu asistennya. Meskipun Demi dan Daniel bukan saudara satu ibu, tapi keduanya dari ayah yang sama, seperti Tiara dengan kakak tertuanya.

Sebenarnya Tiara sendiri sudah lama tahu soal model berdarah Rusia-Bugis itu saat masih di Paris, tapi baru bertemu langsung saat acara Paris Fashion Week ketika Daniel yang memperkenalkan adik lelakinya itu. Namun, demikian karena muncul dengan penampilan berbeda ia jadi tidak begitu mengenalinya.

Ayah Demi adalah seorang pria Indonesia berdarah Jawa-Bugis dan karenanya meski rambut serta matanya seperti orang Eropa, tapi wajahnya sangat kental ciri khas orang Bugis dengan alis tebal dan wajah bulat meski warna kulitnya cukup umum untuk seseorang berdarah Melayu, kuning langsat. Tidak seperti Daniel yang lebih dominan berciri khas Eropa hingga wajahnya, satu-satunya yang berciri Bugis hanya alis tebal Daniel.

GerimisWhere stories live. Discover now