BAB XIII - PERASAAN ALTHA

992 110 52
                                    


HELOOOWWW, guys. Alright, sebelum baca jangan lupa pencet (VOTE) dulu yaaa. Gue persembahkan Part ini special buat kalian semua.

Gue selalu jatuh cinta sama hal-hal yang sederhana, termasuk pernyataan cinta. So guysss, selamat menikmati kemewahan dalam sebuah kesederhanaan yaaa. LOVE YOUUU, ARSYA V. 

Altha membaringkan tubuhnya di atas Kasur kamarnya. Satu tangannya memijat-mijat pelipis, berusaha untuk meredakan kepalanya yang berdenyut dengan keras. Sejujurnya, Altha merasa menyesal karena telah membentak Deika. Ia merasa, sikapnya pada Deika berlebihan. Karenanya Altha menyesal.

Altha memang kesal saat Deika mengganggunya bicara dengan Dara. Tapi hal yang lebih, membuat Altha marah adalah, saat tahu Deika masih sempat-sempatnya berlari mengelilingi lapangan saat kakinya sedang cedera. Apa gadis itu tidak sadar, jika bisa saja lukanya tambah parah atau infeksi?

Di akui atau tidak, Altha hanya mencari-cari alasan agar bisa mengungkapkan kekesalannya pada Deika dengan menyebut gadis itu penganggu. Altha sudah terbiasa di ganggu oleh Deika sehingga menganggap apa yang Deika lakukan bukan lagi gangguan untuknya.

Altha mendesah, kemudian bangkit untuk duduk dan menyandarkan pungungnya di ranjang. Ia membuka-buka isi Tasnya untuk mencari keberadaan Handphonenya. Tapi yang di temukannya, adalah sesuatu yang lain. Ia menemukan, sepucuk kertas yang terlipat dengan rapi.

Altha mengerutkan dahi, ia tidak pernah ingat jika memiliki kertas itu sebelumnya. Dengan cepat Altha membukanya, kemudian kata-kata di dalam surat itu membuat Altha tertegun.

'Makasih udah mau senyum buat Deika'

Kalimat itu begitu sederhana, jika orang lain yang membacanya, mungkin tidak akan berarti apapun. Satu hal yang Altha sadari, ia tidak pernah mengingat, jika ia pernah tersenyum untuk gadis itu. Senyum itu adalah salah satu hal yang ia lakukan tanpa sadar.

Altha cepat-cepat berdiri, berjalan ke dekat lemari pakaiannya kemudian mengambil salah satu topi yang tergantung di dekatnya. Altha dengan cepat keluar kamarnya, berjalan menuruni tangga dan hendak mengambil kunci motornya.

"Altha."

Suara itu menghentikan langkahnya, dengan cepat ia menoleh ke arah ruang makan dan menemukan Ayahnya sedang duduk sambil menikmati secangkir teh di sana.

"Iya Pah?" Altha menyahut. Kemudian berjalan pelan menuju ruang makan.

"Kamu mau pergi?" Tanya Ayahnya.

"Altha ada urusan sebentar Pah."

Altha mengamati sosok Ayahnya lekat-lekat. Rudi Surya Pratama, Ayahnya adalah seorang Dokter yang bekerja di salah satu rumah sakit besar yang ada di Jakarta. Kehidupannya, sebagai seorang dokter menuntutnya untuk selalu siap jika ada keadaan darurat di rumah sakit. Sehingga, sangat jarang Altha bertemu dengan Ayahnya di rumah.

Sesekali, jika Ayahnya sedang tidak terlelu sibuk, mereka menyempatkan bertemu untuk sekedar makan siang atau mengobrol di Cafe atau Restaurant di pusat kota agar lebih dekat dengan tempat Ayahnya bekerja.

"Mau temenin Papah di sini sebentar?"

Altha melihat ke arah Ayahnya, meski ragu namun ia kemudian mengangguk. "Papah lagi nggak ada kerjaan di rumah sakit?"

Ayahnya tersenyum. "Bakal selalu ada kerjaan di sana, Papah cuma pulang sebentar." Altha, melihat Ayahnya menyeruput Tehnya, kemudian mendesah lega. "Gimana sekolah kamu?"

"Semuanya lancar Pah." Ujar Altha seadanya.

Ayahnya mengangguk. "Syukur kalau gitu. Mama kamu selalu ingin kamu jadi anak yang berprestasi."

THREAD OF DESTINYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang