BAB X - BUSWAY

917 88 9
                                    

Altha meneguk Air mineralnya perlahan. Ia baru saja selesai mengajarkan Deika soal-soal yang kemungkinan besar akan keluar dalam ujian. Gadis itu sedang membereskan Cafe sekarang, katanya sebelum pulang Cafenya harus sudah rapih terlebih dahulu.

Altha tahu, gadis itu tidak main-main saat ia tadi memintanya belajar dengan serius. Deika benar-benar melakukannya, ia berusaha sebisa mungkin memperhatikan Altha saat menjelaskan materi. Meskipun Altha tahu, gadis itu dengan susah payah menahan kantuknya.

Beberapa kali Deika menutup mulutnya untuk menguap, saat mengerjakan soal-soal.

Gadis itu tadi mengatakan ia sudah tidak memiliki orang tua. Hal itu jauh dari apa yang Altha bayangkan selama ini. Deika adalah anak perempuan yang mejengekelkan. Setidaknya itulah yang Altha yakini, tipe-tipe gadis periang, kekanak-kanakan, polos dan bodoh. Suatu jenis sifat yang Altha tahu hampir tidak pernah ia lihat pada anak-anak lain yang tidak memiliki orang tua.

"Pulang yo kak." Altha melihat Deika bejalan lemas ke arahnya. "Aku ngantuk banget, semoga nanti Busnya nggak rame deh." Ujarnya, lebih untuk dirinya sendiri.

"Lo udah selesai beres-beresnya?"

"Iya, Udah nih."

"Lo balik naik bis?" Tanya Altha.

Deika mengangguk, kemudian menguap lebar. "Biasanya kalo jam segini bis yang dari daerah sini pada penuh. Soalnya, jam pulang pegawai Cafe-Cafe yang lain juga jam segini." Deika menjelaskan. "Kak Altha pulang naik apa?"

Altha terdiam sesaat, "Gue juga naik bis, yaudah ayok cepet. Lelet banget sih." Altha bangkit dari duduknya. Kemudian berjalan kearah pintu keluar.

Setelah menunggu Deika, mengunci pintu Cafenya mereka berjalan bersama menuju halte Busway.

"Ahhh, aku capek banget." Gumam Deika.

"Lo biasa balik jam segini?"

Deika tersenyum, "Biasanya aku pulang sama Paman kak. Cuma tadikan Paman pulang duluan, untung ada kak Altha." Deika tersenyum, kemudian cepat-cepat menggapai lengan Altha.

Altha berdecak, "Lepasin nggak?"

Deika menggeleng, enggan. "Aku ngantuk kak, nanti kalo aku nabrak tiang listrik gimana?"

Altha mendorong menjauh, kepala Deika yang menempel di bahunya. "Kalo lo masih bisa ngomong gitu berarti lo masih sadar. Jauh-jauh dari gue!" Altha berusaha melepaskan tangan Deika.

"Ih, sebentar doang kak. Sampe halte doang, deh ya? ya? ya?" Deika mulai merengek.

Ingat Saat Altha bilang, gadis ini menjengkelkan? Ini lah yang Altha maksud. "Cepet lepasin, gue rishi lo pegang-pegang."

"Mending di pegang Aku dari pada yang lain, gak bakal aku biarin orang lain pegang-pegang kak Altha."

"Wah," Altha menggelengkan kepalanya jengah. "Gue nggak tau kalo lo bisa se-ngeselin ini."

"Dan Se-cantik ini, iya kan?" Deika menunjukan senyum termanisnya.

"Mimpi aja lo sana." Ujar Altha sinis. Tapi anehnya, Deika malah tertawa menanggapi.

"Jangan lupa dateng ke mimpi aku." Ujar gadis itu.

Altha mendesah, pasrah membiarkan tangan gadis itu melingkari lengannya, tanpa berusaha lagi untuk menolaknya.

"Kak, Pie Almond yang aku kasih waktu itu kakak suka?" tanya Deika.

Altha menoleh, "Gue nggak makan. Gue kasih ke anak-anak futsal."

Deika mendelik kesal, "Kan aku bawainnya buat kak Altha, kok malah di kasih ke orang-orang sih?" gerutunya kesal, melepaskan tangannya pada lengan Altha.

THREAD OF DESTINYWhere stories live. Discover now