BAB IV - MENYERAH

1K 80 15
                                    

Altha melangkah memasuki Cafe dengan suasana hangat di dalamnya, memutuskan untuk duduk di salah satu sofa di dekat jendela. Dalam hati, mengagumi interior design Cafe tersebut yang terasa begitu nyaman. Ruangan yang di dominasi berwarna cokelat dan hitam. Benar-benar seleranya.

"Kak Altha?"

Altha menoleh, melihat Deika berdiri sambil membawa nampan berisi beberapa Minuman dan kue-kue kecil. Ia sedikit terkejut saat melihat Deika mengenakan pakaian seorang pekerja cafe. Lengkap dengan name-tag dan topi khasnya.

"Kok kak Al udah dateng? Kan janjinya jam Sembilan." Deika melihatnya terperangah.

Altha berdeham sebelum menjawab. "Gue biasa on time." Jelasnya.

Deika mengerjapkan matanya beberapa kali sebelum pelanggannya yang lain memanggilnya. "Kak aku anterin makanan dulu sebentar, nanti aku kesini lagi. Jangan kemana-mana ya," Deika tersenyum simpul sebelum pergi.

Altha memperhatikan bagaimana gadis itu melayani pelanggan-pelanggannya. Ia selalu menebar senyum kepada setiap orang yang ada. Berbicara ramah, sambil sesekali tertawa menanggapi ucapan para pelanggannya yang ada.

Satu hal yang Altha tidak mengerti, bagaimana gadis dengan sikap, polos, manja, dan caper seperti Deika dapat bekerja sebagai seorang pelayan di sebuah Cafe?

Altha hampir yakin, jika gadis semacam Deika adalah perempuan yang terbiasa di manjakan dan di turuti semua keinginannya oleh orang tuanya. Kepercayaan diri itu, keyakinan dalam diri wanita itu. Bukanlah hal yang Altha bayangkan akan ada pada diri seorang pelayan Cafe.

Beberapa saat kemudian Deika menghampirinya, duduk di hadapannya sambil meletakan beberapa buku di atas meja. "Maaf ya kak. Lama ya nungguin aku? Lagian, kan janjiannya masih tiga puluh menit lagi."

Altha memasang wajah dingin, "Jadi lo minta gue jauh-jauh kesini, supaya bisa nunggui lo kerja?" Gerutunya.

Deika mengibaskan tangannya cepat-cepat. "Enggak kok kak, aku mau belajar." Ia mengangkat buku-bukunya, agar Altha dapat melihatnya. "Lagian kan masih tiga puluh menit lagi, aku makan dulu ya. Aku belum makan dari tadi. Sekalian deh, Kak Al mau minum sesuatu nggak?"

"Gue kesini bukan buat ngeliatin lo makan!" Ujarnya kesal.

Deika memajukan bibirnya. Ia belum sempat makan sama sekali semenjak Dani memberikannya Roti tadi siang, itupun hanya Deika makan setengah. Karena sisanya ia berikan kepada kucing yang ia temui di luar gerbang sekolah sore tadi.

Tiba-tiba perut deika berbunyi, membuatnya cepat-cepat menyentuhnya.

Altha menutup matanya geram, kemudian setelah berdecak ia berujar "Sepuluh menit, lo harus udah siap belajar." Katanya.

Deika tersenyum sumringah, "Aku kalo makan cepet kok kak. Btw kak Al makan juga? atau minum? Kak Al mau minum apa? Kopi? Susu? Jus deh ya?" Ujarnya polos, tapi saat dilihatnya Altha seperti akan menelannya hidup-hidup. Deika dengan cepat bangkit sambil setengah berlari menjauh.

Altha mengusap wajahnya, berusaha sebisa mungkin menahan emosinya sekarang. Setelah menghembuskan napas berulang-ulang, altha meraih ponselnya kemudian mencari kontak seseorang. Setelah menemukannya, Altha mengangkat ponselnya ke dekat telinga.

Setelah deringan ke tiga. Altha bisa mendengar, suara seseorang yang di rindukannya.

"Aku tebak, kamu pasti lagi ngerjain tugas." Altha mencoba berspekulasi.

Ia mendengar tawa lembut dari sebrang sana. "Ayo coba tebak lagi."

Altha tertawa kecil. "Lagi siap-siap tidur, sambil dengerin lagunya Whitney houston?" Altha kembali menebak.

THREAD OF DESTINYWhere stories live. Discover now