"Apa saja, pasti akan saya makan," jawab Saga saat aku tanya apa yang ingin dia makan. Ini soal makan malam yang dia janjikan. Aku memberikan usul agar aku yang menyiapkan makan malam sendiri di apartemenku. Kami sempat berdebat, karena Saga tidak mau aku repot dan kelelahan. Tapi aku bersikeras, dan Saga akhirnya mengalah. Akhirnya, di sini lah, aku berada di supermarket membeli bahan yang aku perlukan.

"Apa saja, itu apa?" Tanyaku sambil menjepit ponsel diantara pundak dan telinga karena kedua tanganku sibuk memilih sayur mana yang masih segar. "Kalau aku masak semur kaos kaki kamu tetap makan?" Aku mendengar Saga tertawa di seberang sana.

"Saya mau makan kamu. Boleh?" Aku tahu dia bercanda, tapi tetap saja rasanya aneh, dan jantungku berdetak tidak karuan.

"Ga, jangan bercanda, aku serius..." Ucapku mengalihkan pembicaraan.

"Saya mau ayam goreng. Itu saja, biar kamu nggak repot," jawabnya setelah tawa Saga melemah diakhir.

"Aku nggak repot kok," kilahku berbohong, meski sebenarnya aku masih mengantuk. Aku kembali ke apartemen jam dua pagi bersama Rere dan Saga setelah Marco kembali. Aku cukup kaget mendapati dia sudah berada di kamar ketika itu, dalam keadaan selamat meski tangan kanannya patah dan ada beberapa memar di wajahnya. Selebihnya dia baik-baik saja. Aku bisa melihat betapa Yolan sangat bersyukur karena Marco bisa kembali ke sisinya. Dia begitu bahagia, begitu pun aku dan Rere. Tadi siang saat aku di kantor,Yolan menelpon dia sudah keluar dari rumah sakit dan akan tinggal bersama Marco. Aku berharap, ini akan menjadi akhir yang indah untuk mereka berdua.

Lalu bagaimana denganku dan Saga? Aku hanya ingin, bisa melewati makan malam ini dengan indah.

Setelah semua bahan-bahan komplit, aku segera membayar dan kembali ke apartemen. Membersihkan sedikit bagian yang kotor dan berantakan, lalu mempersiapkan masankan. Aku melirik jam dinding masih jam lima sore. Aku memang sengaja pulang cepat untuk mempersiapkan ini semua. Aku ingin, makan malam yang sempurna yang akan menjadi kenangan bagi kami berdua.

Seperti yang Saga minta, aku membuatkan ayam goreng lengkuas lengkap dengan sambal dan lalapan. Untuk pencuci mulut, mungkin salad buah pilihan yang tepat.

Semua masakanku selesai saat jam sudah menunjukkan pukul enam sore. Waktunya aku mandi dan berdandan yang cantik, karena Saga akan tiba sejam lagi.
***
Aku melirik gelisah ke arah jam kecil di atas meja yang berada di samping sofa. Sudah dua puluh menit berlalu dari jam tujuh. Ponsel Saga tidak bisa dihubungi. Pikiran buruk terus bermunculan dalam pikiranku. Apakah akan berakhir seperti terkahir kali dia berjanji akan mengajakku makan malam. Aku berdiri dan berjalan ke arah pintu, hanya mencoba menenangkan hatiku yang terasa gundah karena Saga belum juga muncul.

Aku menghubungi ponselnya sekali lagi, dan, masih saja dijawab oleh kotak suara. Jika... Jika Saga mengingkari janjinya sekali lagi, aku tidak tahu apa masih bisa mempercayainya.

Bunyi bel diluar mengejutkanku. Apakah itu Saga? Aku berlari secepatnya, membuka pintu tanpa melihat terlebih dahulu siapa yang datang.

"Hai, maaf terlambat. Masih mencari bunga tercantik, untuk wanita istimewa," Saga mengacungkan sebuket mawar putih. Ada kelegaan yang mengalir ketika melihat Saga berdiri di sini, dengan kemeja biru langit yang dipadu-padankan dengan jins putih, senada dengan sepatunya.

"Terima kasih," jawabku dan menerima mawar tersebut, yang aku peluk, seakan tengah memeluk Saga. Terima kasih sudah datang, Ga, tentu saja aku ungkapkan dalam hati. "Silahkan masuk," aku mundur untuk memberinya jalan. Saga tersenyum dan berjalan ke dalam. Dia memperhatikan keadaan sekitar, kemudian berbalik padaku.

"Senang bisa kembali pulang ke rumah," gumamnya dan membuatku tidak mengerti, hingga aku hanya tersenyum menanggapi kalimatnya.

"Mau langsung makan?" Tanyaku setelah memindahkan bunga mawar ke dalam vas yang sudah aku isi air terlebih dahulu dan aku letakkan di meja makan, menambah kesan romantis.

Are We Getting Married Yet?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang