Trust

3.1K 399 15
                                    

Alhamdulillah setelah curhat kemaren😁, jumlah vote dan readers meningkat👏

Buat para viewer dan voters,
I 💜 You 😊

Next chapter di publish setelah chapter ini ada minimal 25 viewer dan 17 vote

.
.
.
.
.
Selamat Membaca😊
.
.
.
.
.

Media sosial seakan meledak semenjak comeback mereka. Satu bulan telah berlalu dan piala mereka semakin bertambah.

Satu-satunya hal yang berkurang adalah kesehatan Jimin.

"Bolehkah aku masuk?" Suara Jungkook mengikuti ketukan singkat di pintu. Jimin mendongak setelah sibuk membenamkan wajah di lututnya. Dia meluruskan kakinya lalu menghapus air matanya.

"Masuklah"

Dengan hati-hati, Jungkook melangkah masuk, masih mengenakan piyama. Itu adalah hari libur, dan sebagian besar anggota keluar ke mall. Jungkook tetap di dorm karena ia ingin menonton anime. Awalnya Taehyung ingin menemaninya menonton, tetapi kemudian dia memutuskan untuk mengunjungi toko GUCCI.

"Aku hanya sekedar melihat-lihat," kata Taehyung, meskipun Jungkook tidak mempercayainya sepenuhnya.

Jungkook memandang Jimin yang duduk di tempat tidur, ditemani sebuah buku di sampingnya. Jimin jarang mengenakan kacamata baca, tetapi sekarang setelah Jungkook melihatnya dengan saksama, hyungnya yang satu itu tampak menggemaskan.

.
.
.

"Apakah hyung menangis?" Jungkook bertanya, berjalan mendekat dengan sandal kelincinya. "Aku bisa menghiburmu".

Jimin tersenyum dan menunduk ke arah telapak kakinya yang memerah. "Gwenchana ... hanya rasa takut yang biasa kualami setiap kali seminggu telah berlalu"

Jungkook mendaratkan tubuhnya ke tempat tidur Jimin, membuat kasurnya sedikit tenggelam. Sekarang setelah melihat lebih dekat, Jimin hyungnya terlihat lebih pucat dan bibirnya gemetar.

"Apa aku pernah memberitahumu, berapa banyak waktuku yang tersisa?" Jimin bertanya.

Alis Jungkook berkerut saat dia mencoba mengingat. "Uh ... pertama kali kita bertemu ... dua bulan".

Senyum Jimin kembali. "Menurutmu, berapa lama lagi sisa waktuku?"

Mata Jungkook melebar sontak membuatnya memeluk leher Jimin. Air mata mengalir di pipinya saat dia membayangkan sehari tanpa Jimin. Tak ada banyak waktu lagi.

"Waktunya... hyung ... tinggal dua minggu, hyung!" Jungkook terisak saat Jimin mempererat pelukannya. Jungkook merasa seperti anak kecil saat itu, begitu rentan. Seolah-olah masa kecilnya telah menghilang sejak dia menjadi seorang trainee.

Pintu terbuka dan Hoseok masuk, lalu tiba-tiba langkahnya terhenti. "Apa yang sedang terjadi?"

Jungkook berbalik untuk melihat Hoseok. Begitu sang kakak melihat sorot kesedihan di mata maknae, dirinya spontan berlari dan memeluk kedua adiknya, menghapus air mata Jungkook dengan jari-jari panjangnya yang ramping. Matanya terlihat kebingungan.

"Apa yang terjadi? Apakah kau terluka?" Hoseok berbisik sambil mengangkat baju kedua adiknya untuk mencari tanda-tanda memar.

"Apakah kalian membaca komentar kebencian? Kau tahu hal-hal itu tidak-"

"Waktuku tinggal dua minggu, hyung" kata Jimin.

Hoseok menatapnya sejenak, membiarkan informasinya meresap.

"T-tapi ... gejalamu, tidak memburuk, benar kan?" ada harapan dalam suaranya dan Jimin benci mengatakan yang sebenarnya.

"Yoongi-hyung... dan Namjoon hyung yang membantuku saat aku mendapat serangan malam hari. Aku tidak ingin membebani kalian lagi dan aku tidak ingin Jin-hyung ... hyung ku, semakin hancur karena aku satu-satunya yang dia miliki sekarang karena ayah dan ibu mengabaikan kami. Aku tidak ingin berhenti bersama kalian dan memasuki rumah sakit dan- "

Jimin berhenti disaat dirinya tiba-tiba terbatuk dengan keras selama beberapa detik. Jungkook bergegas memeganginya dari belakang, menahan tubuh sang kakak yang mulai lemas.

Jimin sibuk memegang erat dadanya, matanya terpejam. Nafasnya mulai tersengal-sengal, gigi terkatup rapat saat dia menahan rasa sakitnya. Kondisinya semakin parah, dia tahu itu, dan dia hampir tidak punya cukup banyak waktu.

"Jimin, lihat aku!" Hoseok berkata, suaranya terdengar panik. Jimin ingin sekali memohon agar dia bisa tenang sehingga dia tidak akan melihat wajah tertekan sang kakak dihadapannya.

"Jimin, percayalah padaku! Aku tau aku tak pandai membuatmu merasa nyaman, tapi tolong lihat aku!"

Hoseok meraih tangan kosong Jimin dan meletakkannya di dadanya sendiri. "Bernafaslah ... rasakan aku bernafas"

Telinga Jimin seakan teredam dan berdenging. Dia merasakan sesuatu mengalir keluar dari hidungnya, dan tak sengaja menelan beberapa tetes darah yang meninggalkan rasa amis di mulutnya.

"Bernapaslah denganku, percayalah padaku!"

Jimin melakukannya. Dia mempercayai semua orang, dan dia meyakinkan dirinya sendiri untuk bernafas sama seperti Hoseok, meskipun udara tampak enggan memasuki paru-parunya. Setitik air mata menetes dari netra indahnya.

"Kau melakukannya dengan baik, hyung! Teruslah bernapas" Suara Jungkook ada di belakangnya, Jimin bisa merasakan dada Jungkook dibelakang punggungnya bergerak perlahan, mengikuti gerak nafas Hoseok.

"Kau melakukannya dengan baik, hyung! Teruslah bernapas" Suara Jungkook ada di belakangnya, Jimin bisa merasakan dada Jungkook dibelakang punggungnya bergerak perlahan, mengikuti gerak nafas Hoseok

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Aku percaya padamu.

Jimin tersedak dan menarik napas dalam-dalam. Hoseok dan Jungkook membiarkannya tenang sebelum Hoseok dengan lembut mengusap darah di hidung Jimin dengan kemejanya.

"Terima kasih..." Jimin berbisik sebelum dia tertidur karena kelelahan. Jungkook membaringkan tubuhnya dan mereka menarik berlapis-lapis selimut di tubuhnya, karena Jimin tampak gemetaranan meskipun badannya terasa panas.

"Aku sangat takut, hyung," Jungkook berbisik.

"Aku juga," Hoseok dengan lembut menarik Jungkook menjauh dari Jimin agar yang lebih muda bisa lebih tenang.

"Mari kita berharap yang terbaik."

.
.
.
TBC
.
.
.

Jiminnie 😩


Jangan lupa Vote and Comment😊


LAST DANCE (Fanfic Terjemah) ✔️Where stories live. Discover now