Found Out

3.1K 389 6
                                    

Sehari publish 3 kali😁

Aq penuhi janji karena udh memenuhi target

Makasih buat yg udah vote dan menyempatkan waktu untuk membaca😊

Next chapter di publish setelah chapter ini ada minimal 10 viewer dan 8 vote

.
.
.
.
.
Selamat Membaca😊
.
.
.
.
.

Sudah berminggu-minggu semenjak Jimin memberanikan diri untuk berjalan ke studio di malam hari. Pertama kali dia mencoba, dia sedikit khawatir karena dia tidak tahu apakah jantungnya bisa bertahan dengan berjalan begitu jauh.

Dan ternyata dia bisa.

Kemudian, kegiatan itu menjadi bagian dari rutinitasnya, berjalan keluar pada malam hari ke studio dan berlatih. Meskipun sesekali ia mengistirahatkan jantung lelahnya setelah beberapa langkah perjalanan.

Jimin melukai dirinya sendiri beberapa kali, tergelincir dan terjatuh ketika tubuhnya gagal mengingat beberapa gerakan. Namun, Jimin tidak menyerah dan terus berlatih sekeras mungkin tanpa membiarkan anggota lain mengetahuinya.

Setidaknya, itulah yang dia pikirkan.

Sedikit yang dia tahu ... salah satu teman sekamarnya telah memperhatikannya setelah beberapa minggu pertama.

"Five, Six, Seven-" Jimin menghitung saat dia menari bersama dengan musik di kepalanya. Dia ingin diakui sebagai penari ... bukan anak yang harus tetap di tempat tidur dan selalu dijaga. "One, Two, and-"

BRAAKK !!!

Mata Jimin melebar saat dia berputar, menghadap wajah Hoseok yang menahan emosi. Hyungnya marah ... Jimin bisa merasakannya dari ketegangan yang Hoseok pancarkan.

"Apa yang sedang kau lakukan?" Hosoek tampak marah saat dia mendekat. Jimin mundur perlahan, tiba-tiba merasa takut.

"Aku sedang menari," Jimin mengakui.

"Sejak kapan?"

"Sebulan atau lebih ..."

Suara Jimin tersendat. Hoseok terengah-engah, ujung-ujung pakaiannya basah karena hujan yang menghantam, meski ada payung abu-abu di tangan kanannya.

"Bagaimana jika kau terluka? Bagaimana jika kau mendapat serangan dan tidak ada yang tahu?!! Bagaimana jika kau berakhir di rumah sakit lagi?!! Apakah kau berpikir tentang perasaan kami? Bagaimana dengan perasaan Jin-hyung? Bagaimana dengan perasaanku? !! " Hoseok berteriak.

Semakin banyak Hoseok berbicara, semakin banyak amarah yang meluap di benak Jimin sampai dia merasa perlu untuk mengeluarkannya.

"LALU BAGAIMANA DENGANKU?!! Hyung berbicara tentang menggapai mimpiku, tapi aku TIDAK MELIHATNYA !!! Karena semenjak aku mendapat serangan pertama, kau telah memperlakukanku seperti boneka—"

"Kau memang seperti boneka !!!" Hoseok menyela dengan marah, "Bagaimana kalau kita-"

Perkataan Hoseok terputus. Pemuda itu menghembuskan nafas kasar sebelum bergegas keluar.

Jimin menyadari bahwa dia mungkin, tidak, dia sudah benar-benar membuat hyung-nya marah.

Jimin lalu memutuskan untuk berlari mengejarnya. Jimin berlari menembus hujan, merasakan tetes dingin membasahi rambutnya. Dia meraih tangan Hoseok dan mencengkeram pergelangan tangannya.

Hoseok menyentaknya kasar lalu pergi menjauh setelah menghadap adiknya dengan marah.

"Lakukan saja apa yang kau inginkan. Tapi jangan membuatnya tampak seperti ITU SEMUA SALAHKU jika sesuatu terjadi."

Dia melemparkan payung abu-abu yang terbuka ke trotoar basah dan berjalan pergi. Jimin berdiri, rasa bersalah menghinggapi batinnya ketika dia melihat hyungnya pergi. Perlahan, dia membungkuk mengambil payung, mengangkatnya di atas kepalanya. Dia memperhatikan sosok hyungnya sebelum dia berbalik dan berjalan kembali.

Semakin dia menjauh dari Hoseok, semakin sakit yang dia rasakan di dadanya. Sudah lama dirinya tak pernah menangis ... tangisan kesedihan yang tulus. Jimin mulai terisak kecil ketika dia melewati studio, merasa bersalah untuk menginjakkan kaki ke dalamnya lagi. Kemudian, rasa sakitnya meningkat dan isakannya berubah menjadi tangisan kecil yang tersangkut di tenggorokannya.

Pada akhirnya, dia memegang gagang payung dengan kedua tangannya seolah-olah hidupnya tergantung pada benda itu saat dia mengeluarkan teriakan yang dia simpan di dalam setelah bertahun-tahun menahannya. Cuaca dingin menyebabkan tubuhnya yang rapuh gemetar saat dia berjalan menuruni trotoar di-

"Dimana aku sekarang?" Jimin bertanya pada dirinya sendiri, melihat sekeliling.

Dadanya mulai terasa terbakar dan penglihatannya buram. Dia berusaha keras untuk membaca nama toko di sekitarnya, tetapi energinya sudah habis dan tak bisa digunakan untuk fokus. Lututnya melemah dan payungnya terlepas dari tangannya.

Ditiup oleh angin kencang.

Aku ingin pulang ke rumah, pikir Jimin, memegangi dada kirinya ketika rasa sakitnya semakin menjadi-jadi. Aku ingin pulang ke rumah. Dimana rumah? Aku ingin kembali ...

Air matanya bercampur dengan tetesan hujan saat tubuhnya limbung ke depan, tersandung pada batu-batu kecil saat dia berusaha menemukan jalan pulang ... Tapi dia tidak tahu di mana 'rumah' yang ia tuju.

Hyung.. hyung ada dimana ?
Jimin menangis tersedu-sedu.

Rasanya sakit .. bawa aku pulang ..

Jimin mengerang keras ketika tubuhnya jatuh ke trotoar basah, terlalu lemah untuk terus berjalan. Ia menangis kesakitan, mencoba memaksa lututnya untuk menjadi tumpuan berdiri, namun berakhir gagal dan tubuhnya menghantam trotoar sekali lagi. Itu sangat menyakitkan.

Hyung .. Maafkan aku.

Kesadaran Jimin mulai menipis.

Aku hanya ingin kau bahagia, hyung.

TBC

Voment Please😊

LAST DANCE (Fanfic Terjemah) ✔️Where stories live. Discover now