12

8.3K 459 125
                                    

Chacha mengerjapkan matanya beberapa kali, menatap intens seluruh kamar yang di cat Abu-abu.

Ia suka warna abu-abu.

Pintu terbuka. Terlihat seorang wanita cantik yang terkejut saat melihat kearah Chacha yang telah sadar.

"Sudah bangun? Gimana keadaan kamu? Sudah mendingan?"

Chacha menatap perempuan di depannya. Bingung. Suatu hal yang sedang Chacha pikirkan, dimana dia? Apa yang terjadi dengannya, dan siapa perempuan di depannya? Apa ia sudah meninggal dan perempuan ini adalah bentuk perwujudan malaikat? Atau ia bertemu dengan grandma nya semasa muda di surga?

Surga? Bahkan Chacha merasa tak pantas menyebutkan kata itu.

"Sudah tidak usah fikir apa-apa dulu, kamu makan dulu ya biar punya tenaga. Mau tante suapkan atau makan sendiri?" tanya perempuan itu sambil menyodorkan bubur kearah Chacha.

Chacha kembali pada kenyataanya, ia belum mati.

Chacha menggeleng, menggeser pelan mangkuk di depannya. Ia lapar tapi sedang tidak berselera, dan ia benci bubur.

"Kenapa tidak makan?"

"Saya mau pulang"
Chacha bangkit dari posisinya. Kepalanya masih terasa berat. 

"Eh..eh.. Badan kamu masih panas istirahat saja dulu, besok tante yang antarkan kamu pulang"

Chacha tersenyum singkat tetap menurunkan kakinya dari atas kasur

"Saya bisa pulang sendiri, terima kasih dan maaf karena sudah merepotkan anda" ujar Chacha seraya bangkit berdiri.

Perempuan itu ikut berdiri, menahan lengan Chacha seolah tak ingin perempuan itu pergi.

"Memang kamu nggak penasaran kenapa bisa sampai disini?" tanyanya.

Alis Chacha terangkat sebelah, ia tak perduli.

"Tidak terima kasih"

"Tadi kamu pingsan di danau depan rumah tante, anak tante yang bawa kamu kesini. Di luar sudah gelap, kamu tidur disini saja terlebih dahulu, hujan masih deras" perempuan tersebut berujar tanpa Chacha minta.

"Sekali lagi terima kasih atas jamuan anda, saya bisa kembali sendiri" chacha menatap pakaiannya yang terasa berbeda dan kering

"Dan terima kasih untuk pakainnya"

Chacha berjalan kearah pintu dan di ikuti perempuan tersebut.
"Ya sudah tante gak bisa paksa, tapi kamu pulang nya di antar sama anak tante ya"

Vino yang sedang memakan cemilannya di kursi ruang tamu itu menengok kearah belakang saat mendengar suara mamanya.
"Thanks, Saya pulang sendiri saja"

Perempuan itu tak mau mengalah, ia berdiri tepat dihadapan Chacha sambil berkacak pinggang, seperti seorang ibu yang akan memarahinya.

Vino menonton aksi keduanya.

"Tante gak mau. Tante udah nolongin kamu saat pingsan, jadi tante mau kamu pulang nya di antar sama Vino, masa iya anak gadis secantik kamu pulang sendiri malam-malam begini"

Chacha tersenyum singkat, ia suka saat orang-orang memberi perhatian padanya, namun akan di jatuhkan suatu saat. Akan disakiti suatu saat, dan akan di buang.

"Tidak terima kasih, tante"

"Atau tante telpon orang tua kamu agar kamu di jemput?" tanya perempuan itu.

Raut wajah Chacha berubah. Tangan nya ia kepalkan menahan emosi yang datang dengan sendirinya.

"Eh... M..maaf kalau tante salah bicara, tante cuma khawatir kala--"

"Its okay"

Chacha hendak berjalan melewati perempuan tersebut, namun dengan gerakan cepat sebuah tangan yang besar dan hangat menarik tangannya dan membawanya kearah bagasi.

"Masuk" laki-laki itu yang di tahu Chacha bernama Vino itu mendorong bahu Chacha pelan agar masuk kedalam mobilnya.

"Nyokap gue orangnya keras kepala, jadi kalau dia udah bilang A harus A gak boleh yang lain" jelasnya meskipun Chacha tak meminta.

Chacha mengangkat bahunya acuh, menyenderkan punggungnya pada kursi mobil milik Vino.

Ia memejamkan matanya sejenak, mencoba me-reka ulang dengan apa yang terjadi padanya hari ini.

Chacha kelelahan. Fisik maupun batinnya sama-sama lelah.

Kapan ia bisa bahagia?

Entah sudah berapa tahun lamanya dan berapa kali Chacha bertanya hal tersebut pada dirinya, teman-temannya, dan tuhannya.

"Lo gak mati kan?" chacha terlonjak kaget saat vino menepuk pipinya cukup keras.

"Gue harap sih begitu" ucap Chacha tanpa membuka matanya.

"Serah deh masalah lo apa, sekarang cepat kasih tau gue alamat lo dimana?" tanya Vino kesal, pasalnya ini sudah pertanyaan ketiga yang ia lontarkan namun diabaikan.

Chacha memberitahukan alamatnya lalu kembali pada dunia khayalannya.

***

"Cha"

"Lo nggak apa kan?"

"Tadi lo diantar siapa?"

"Lo dari mana aja, kita nyariin lo kalau lo mau tau?"

Chacha memejamkan matanya sejenak saat mendengar rentetan pertanyaan dari ketiga sahabatnya.

Ketiganya terlihat khawatir dengan keadaan Chacha.

"Gue tadi habis jalan-jalan sebentar, cari angin" Chacha menatap satu per satu kearah sahabatnya, membayangkan jika satu persatu dari mereka akan meninggalkannya sendiri.

Mata Chacha berair, lagi ia menangis.

"Sorry, beberapa saat ini gue terlalu cengeng" ucapnya sambil menghapus air matanya kasar. Ia memasang cengirannya.

"Nangis Cha, nggak bakalan ada yang marahin lo kalau lo nangis" panji bergerak membawa chacha ke sofa dan diikuti keduanya.

"Sakit?" tanya Jason pelan.

Chacha menatap ketiganya bergantian, ia mengangguk.

Lagi, air matanya jatuh.

"Arka udah pergi. Dia ninggalin gue, dia ninggalin kita. Gue..gue mer--"

"Sttt... Jangan pernah merasa kalau lo sendiri, gue ada, jason, austin, kita selalu ada buat lo Cha"

Chacha menggeleng. Ucapan panji, sama persis seperti yang Arka dan ketiganya ucapkan beberapa tahun lalu.

Tapi sekarang apa? Laki-laki itu tetap pergi.

"Lo bertiga boleh pergi sekarang, gue baik-baik aja sendiri. Kita udah dewasa lo bertiga juga perlu menata masa depan lo lebih baik. Gak selamanya lo bakalan bisa terus stay di samping gue"

Jujur, Chacha sangat menginginkan teman2nya. Tapi ia tidak boleh egois, teman-temannya punya kehidupan yang lain.

"Lo ngomong apa sih, biarin si Arka pergi, kami bertiga bakalan tetap sama lo. Nemenin lo sampai semampu yang kami bisa" austin menggenggam tangan Chacha erat, lalu di susul tangan Panji dan jason diatasnya.
Chacha mengangguk, apapun yang terjadi kedepannya nanti biar saja terjadi begitu saja.

Biarkan ia menjadi air seperti di sungai, mengalir sesuai arus.

***

Jangan lupa Vomment nya ya, terimakasih 😊

LATER LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang