"Kenapa?"
"Kenapa?! Itu penuh kuman, Rama!"
"Belum juga lima menit!"
"Kamu pikir bakteri butuh waktu lima menit dulu untuk mengkontaminasi?!"
Rama mendecakkan lidah. "Eddy, jangan hidup ribet begitu, bisa? Kamu pikir apa gunanya sistem imun tubuh kita diciptakan? Makan saja! Biarkan limfosit T, limfosit B dan sel natural killer menjalankan perannya."
"Aku baru tahu kamu tahu banyak soal sistem imun."
Rama tersenyum pongah. "Oh, jelas! Materi imunologi itu materi favorit kedua bagiku setelah materi reproduksi."
"Kenapa nggak sekalian ambil jurusan reproduksi kamu!"
Rama tertawa. "Jatah nepotisme untukku cuma di jurusan farmasi yang terkutuk ini, masalahnya."
Edward menarik kedua alisnya membentuk simpul. Rama memang sering membanggakan proses masuknya melalui jalur yang disebutnya VIP line alias nepotisme, namun sampai sekarang tidak ada yang tahu siapa "orang dalam" yang mengurusnya. Karena farmasi adalah salah-satu jurusan dengan peminat terbanyak, Edward yakin orang yang mengurus Rama tersebut pasti punya peranan besar.
"Ngomong-ngomong, orang yang mengurusmu masuk itu, siapa?"
Rama yang baru ingin memasukkan kacang polong di dalam mulutnya menoleh tepat saat Edward menahan tangannya.
"Gila! Yang tadi masuk ke hidung kamu yang mana?!"
"Mana aku tahu!" Rama terdiam beberapa saat lalu ikut membeliak . "Untung kamu ingatkan, Bruder! Aku nyaris makan kacang polong rasa upil!"
"Dasar jorok! Buang sana!"
Rama segera membungkus polongan hijau tersebut. "Tadi kamu tanya pengurusku siapa?"
Edward mengangguk dengan menatap Rama penuh rasa ingin tahu.
"Siapa, ya? Si dekan workaholic itu, mungkin?"
"That charismatic, Pak Arya? Bullshit!"
"Ya sudah, kalau nggak percaya!" Rama bangkit menuju tong sampah dan membungkuk meminta maaf pada kacang polong yang terpaksa harus dibuangnya.
"Dasar konyol! Pak Arya, katanya?" Edward mendengus, "Dia pasti ingin membohongiku lagi!"
⚛️⚛️⚛️⚛️⚛️
Rean bangkit dari posisi tidur miring dengan sebelah mata berkedip menahan nyeri. Luka jahitan yang membujur di punggungnya terasa sangat perih, namun ia enggan meringis di depan Chelia. Bukan karena menjaga image, saat Rama ataupun Edward membantunya mengganti perban, ia tidak segan untuk mengaduh kesakitan. Rean hanya tidak ingin membuat Chelia khawatir dan menangis lagi karenanya. Rean paham betul betapa mudah Chelia kepikiran sesuatu karena ingatan superiornya.
"Rean, bagaimana? Nyerinya belum hilang?" Chelia membantu Rean untuk duduk di pinggiran tempat tidur.
Rean berusaha menengakkan punggung. Mata Chelia yang berkaca membuat ia sebisa mungkin menarik sudut bibirnya yang pucat agar tidak kentara sedang menahan sakit. "Sudah lebih mendingan dibanding kemarin, Chelly."
YOU ARE READING
Prescriptio☕
Mystery / ThrillerMenjadi mahasiswa farmasi yang super sibuk seolah cobaan yang belum cukup bagi Rama dan kawan-kawannya. Berbagai kejadian misterius terjadi pada orang-orang yang memiliki masalah dengan salah seorang di antara mereka. Ketika persahabatan diuji oleh...
09. Suspicio ☕
Start from the beginning
