"Jangan bernapas kayak orang susah begitu, Eddy. Tarik napas yang panjang saja. Oksigen di bumi masih gratis, kok!" Rama melirik Edward yang sesekali mendengus pendek.

Edward hanya mencebik, malas menanggapi. Edward sering kali dibuat tidak mengerti dengan kelakuan Rama. Rama bisa menjadi seseorang yang penuh sopan santun di suatu waktu, kemudian menjadi orang yang paling tidak tahu tata krama di waktu yang lain.

Seperti saat diundang makan malam di mansion mewah milik keluarga Cassy. Rama mendadak berubah menjadi sosok elegan layaknya para bangsawan Eropa, bahkan tidak pernah menyentuhkan sikunya ke meja saat makan. Namun sekarang, bila saja Rama bukan pemilik rumah, Edward sudah akan menyeretnya keluar dan membiarkannya ketakukan sendirian di teras.

Rama melemparkan kacang polong yang diborongnya dari nenek penjual jajanan di kampus kemudian berusaha menangkapnya dengan mulut terbuka. Bukan masalah sebenarnya bila Rama berhasil melakukannya dan tidak membiarkan polongan bulat tersebut berceceran di lantai.

"Aduuuh!"

Edward menoleh pada Rama yang mengaduh sambil menggapai-gapai ke arahnya. Sebutir kacang nyasar masuk ke dalam rongga hidungnya.

"Buang napasmu keras-keras!"

Rama segera menutup sebelah lubang hidungnya kemudian menghembuskan napasnya kuat-kuat hingga biji kecil yang tersangkut tersebut melesat keluar.

"Duh, upilku bakalan berasa kacang polong nih!" Rama mengorek-ngorek hidungnya dengan sangat tidak beradab. Edward menghela napas lega lalu segera melemparkan kotak tisu sebelum Rama mengelap bekas korekannya di bawah meja.

"Astaga!"

Edward merutuk. "Kenapa lagi?!"

"Aku lupa minum obat yang diberi kak Vian! Padahal Chelly sudah ingatkan tadi!" Rama menepuk jidatnya.

"Terus kenapa kamu nggak minum?"

"Tadi itu aku lagi di jalan, ribet kalau mau minum obat lagi."

"Makanya belajar minum tablet! Kan praktis, tinggal telan saja."

"Buset, tinggal telan kerongkongamu! Kalau aku keselak terus obatnya salah masuk ke paru-paru bagaimana, coba?!"

"Itu kalau kamu minum obat sambil nge-rap!"

Edward mengamati Rama yang meminum obatnya dengan ekspresi kecut, padahal analgesik yang diberikan Vian atas permohonannya adalah sediaan sirup rasa stroberi. Saat berusaha fokus pada perhitungannya kembali, cowok blasteran berkulit pucat tersebut harus dikejutkan lagi dengan tingkah Rama yang tiba-tiba melakukan gerakan salto dan berguling-guling di karpet.

"Apa-apaan sih! Bikin kaget orang saja kamu!" Edward mengelus dada.

Rama menunjuk kotak obatnya. "Dikemasan ini tertulis 'kocok dahulu', tapi aku lupa."

"Terus kamu salto-salto tidak jelas begitu biar obatnya bisa tercampur homogen?"

Rama mengangguk penuh keyakinan, membuat Edward mengerang frustrasi.

"Makan kayak tadi ribet, mending dimakan langsung, ya!" Rama kembali pada kacang polongnya yang berhamburan di lantai.

"Jelas iya! Banyak gaya sih, kamu!" cerca Edward yang kemudian melotot saat Rama mengumpulkan kembali kesemua polongan yang tercecer di atas kertas laporannya. "Kamu nggak berniat makan itu lagi, kan?"

Prescriptio☕  Where stories live. Discover now