Chelia melihat ada bayangan Rama di sebelahnya yang sibuk mengutak-atik organ di patung torso, di bagian lemari obat ada Rean dan Edward yang saling berbincang, Naya sibuk menulis laporan, Erva mengurus Mustafa--si mencit dan Cassy duduk di meja sambil menonton drama. Chelia menarik napas dalam-dalam, menghembuskannya perlahan lalu memasuki dunia ilusi tersebut, menarik dirinya kembali ke masa itu.

Chelia bisa merasakan udara dingin yang berhembus dari jendela yang kemudian ditutup Rean setelah terlebih dahulu menegur Rama karena membiarkannya terbuka sedang AC dalam keadaan hidup. Chelia menoleh pada pendingin ruangan tersebut, deru mesinnya pun terdengar nyata. Selanjutnya Chelia merasakan dirinya bergerak ketika ditarik Rama untuk berfoto bersama dengan menggunakan organ-organ patung torso sebagai properti.

"Pegang ini Chelly." Rama menyerahkan organ jantung padanya.

"Kenapa jantung?" Chelia mendengar dirinya bertanya.

"Karena kamu sweet-heart, Chelly." Rama tampak berpikir lalu memutar kepalanya menghadap Edward. "Eddy! 'Heart' itu jantung atau hati, sih? Heart attack artinya serangan jantung, tapi broken heart berarti patah hati. Otakku jadi puyeng, nih!"

Edward mendengus. "Makanya jangan banyak gaya kalau nggak tahu!"

"Dih, penyelundup asing ini pelit banget bagi ilmu!"

"Secara anatomi heart artinya jantung, kalau hati itu liver," jelas Edward pada akhirnya.

Rama mengangguk-angguk, di belakangnya Chelia melihat Erva berjalan mendekat, meninggalkan Mustafa yang asyik makan jagung di luar kandang. "Kalau Chelly jantung, aku apa, Rama?"

Rama mengusap dagunya. "Kalau kamu bagusnya sih usus buntu, Sweetie."

"Usus buntu?!" Cassy melotot pada Rama.

"Jangan negatif dulu, Dear. Usus buntu memang kecil dan nggak banyak fungsinya, tapi kalau meradang bisa menyebabkan kematian dan harus ditangani segera. Benar, kan Chelly?"

Chelia mendapati dirinya mengangguk, namun bukan mengiyakan analogi antara Erva dan usus buntu. Organ yang disebut apendiks tersebut hanya berupa selang kecil tipis yang bahkan tidak tampak di patung torso dan memiliki fungsi yang belum jelas, meski beberapa penelitian telah menyebutkan peranannya dalam sistem kekebalan tubuh.

Erva langsung semangat. "Benarkah? Ya sudah, aku mau jadi usus buntu saja!" serunya.

Di sudut ruangan Naya bersungut sambil mengedarkan bola matanya seratus delapan puluh derajat.

"Kenapa Naya, Cutie? Kamu mau foto bareng aku juga? Ayo! kalau kamu cocoknya pakai ini." Rama mengangkat sebuah organ kecil berbentuk buah pir yang tak lain adalah kantung empedu.

Naya menatap Rama tajam kemudian melemparinya dengan sandal lab yang meleset menghantam menekin tengkorak yang sengaja disembunyikan Rama di dekat jendela. Tulang belulang artifisial itu pun berhamburan di lantai. Rama yang terkejut dengan kepala tengkorak yang bergelinding di dekat kakinya refleks menyepak tempurung kepala berbahan fiber itu hingga keluar dari laboratorium dan berguling menuruni tangga, menyebabkan kehebohan mahasiswi jurusan kebidanan di lantai bawah.

Percekcokan antara Rama dan Naya perihal tanggungjawab menyusun kembali rangkaian axial dan appendicular skleton yang bercerai-berai itu pun tak terelakkan. Setelah proses mediasi rumit dengan Rean sebagai pihak ketiga, sengketa kewajiban tersebut berakhir damai, dengan kosekuensi bagi keduanya untuk merakit kembali kerangka itu.

"Dari tulang rusuknya, aku bisa tebak tengkorak ini berjenis kelamin perempuan." Rama berujar penuh keyakinan begitu mengangkat segmen tulang rusuk.

"Bagaimana kamu bisa tahu?"

Prescriptio☕  Donde viven las historias. Descúbrelo ahora