02. Illucescente ☕

Start from the beginning
                                        

"Huuuaaaa!"

Falak yang tengah menyetir spontan mengerem. Gaya tolak yang cukup besar membuat Cassy terdorong ke depan sedang barang-barangnya jatuh berserakan. Rentetan klakson penuh tekanan dan emosi pun bersahut-sahutan dari belakang.

"Falak!" Cassy meniup sejumput rambut yang jatuh ke wajahnya dan menatap sopir pribadinya itu penuh antipati.

"Maaf Nona, refleks. Habis Nona Cassy teriak begitu. Laporannya ketinggalan lagi?"

"Bukan, ini lebih penting!"

Falak yang kembali fokus mengemudi merenung dalam hati. Sekali waktu Cassy pernah meninggalkan laporannya di rumah dan ia harus menangguhkan keselamatan seluruh pengguna jalan lantaran harus berkendara secepat laju Buroq.

"Maskaraku ketinggalan!"

"Mas Kara penjual martabak depan kompleks?"

"Mas-ka-ra, Falak! Nggak pakai spasi! Itu lho yang untuk mempercantik bulu mata!"

Falak hanya mengangguk, pura-pura mengerti.

"Oh, tidak! Lipstikku juga ketinggalan!" pekik Cassy lagi sambil mencak-mencak di kursi penumpang.

"Beli yang baru di dekat sini saja, Nona. Nanti telat lho, dosennya kan, masuk setengah delapan."

Cassy merengut. "Nggak bisa! Kosmetikku itu limited edition, nggak di jual bebas, segolongan sama obat-obat psikotropika."

"Fitri Tropika?"

"Kamu ini tuli apa bego, sih?! Psi-ko-tro-pi-ka. Ribet dijelasin, intinya mirip-mirip narkotika."

"Wah, bahaya dong! Nona Cassy jangan pakai begituan! Saya laporin papa nona loh!"

Cassy melotot. "Sembarangan! Cuma perumpamaan tahu! Dasar lemot!"

"Jadi kita balik ke rumah, Nona?"

"Terus ke produsennya di Perancis!"

"Kejauhan, Nona."

"Pakai nanya, sih!"

"Baliknya sekarang?"

"Nggak, nanti pas hujan kadal!"

⚛️⚛️⚛️⚛️⚛️

Chelia menekan tombol panel untuk menutup jendela kamarnya dan merapatkan gorden dengan remot kontrol, memblokade aliran arus udara sekaligus menghalau pancaran sinar matahari dari dunia luar.

Chelia cukup terkesima dengan fasilitas dan arsitektur rumahnya. Walau tidak semegah rumah Cassy atau seluas rumah Rama, desain futuristik ditambah fitur-fitur kontemporer serba otomatis membuat tempat tinggalnya itu serupa markas rahasia badan inteligen--meski sebagain besar berawal dari uji coba Riva, kakaknya.

Bukan salah Riva bila terlalu berlebihan perihal ini. Riva sadar betul kedudukannya dalam strata sosial belum setingkat pejabat pemerintahan kelas parlemen, harta-bendanya pun tidak ada yang se-kontroversial berlian Kohinoor atau semahal batu Taaffeite. Namun apalah gunanya ilmu bila tidak diaplikasikan? Bagi Riva, akan sedikit menyedihkan bila segenap pengetahuan dan keahliannya selama ini digunakan hanya untuk kepentingan perusahaan, sementara prioritas utamanya adalah keluarga.

Prescriptio☕  Where stories live. Discover now