02. Illucescente ☕

Start from the beginning
                                        

"Translate artikel?! Kamu nggak lagi kerasukan arwahnya sir Issac Newton, kan?"

Oke, Edward rasa ini cukup serius. Bila Rama tidak kemasukan roh bekas orang berpendidikan, pastilah sohibnya itu habis terbentur ubin dan mengalami cedera otak besar, sebab mengerjakan tugas kuliah dengan inisiatif Rama sendiri adalah salah-satu jenis kemustahilan dunia.

"Gila, nggak lah! Eh, tapi kalau arwah ilmuwan sih aku ikhlas berbagi tubuh!"

Siapa yang lebih gila, coba? Edward memijat dahinya.

"Nggak usah berpikir keras begitu, ini nggak ada hubungannya sama kuliah. Aku cuma minta dibantu translate Indonesia ke Jerman."

Edward mengernyit. "Untuk?"

"Caption buat kirimanku di Instagram, biar lebih classy gitu."

"Pagi-pagi begini kamu sudah mau eksis di dunia maya?!"

"Jangan suudzon dulu Bruder, justru aku ini mau menyebar kebaikan," Rama menunjukkan sebuah foto di layar HP-nya, "senyum itu kan ibadah, makanya aku mau share postingan yang semanis fruktosa ini. Pepatah bijak mengatakan, senyumlah untuk semua orang--"

"Tapi hatimu jangan." Edward memotong. "Btw, itu bukan pepatah bijak tapi lirik lagu dangdut."

"Sumpah aku terharu, Eddy! muka boleh saja kebarat-baratan tapi hatimu tetap Indonesia raya!"

"Terseralah," sungut Edward lalu beranjak, terlalu lama meladeni Rama bisa membuat tekanan dalam pembuluh darahnya meningkat.

"Terus translate-nya?"

"Pass!"

"Apa-apaan pas seenak jidat!"

"Dibilang nggak, ya nggak!"

"Makhluk asing satu ini mulai berlagak di tanah air beta. Buruan, deh! Minta dikirim balik ke Jerman lewat kurir JNE?!"

Edward mendengkus keras, sejujurnya ia tidak peduli dengan ultimatum Rama yang tidak masuk akal. Bagaimanapun, sekarang statusnya adalah seorang warga Indonesia yang kehidupannya dijamin Undang-Undang Dasar 1945, ia bahkan sudah menghapal sederetan lagu daerah mulai dari Bungong Jeumpa sampai Yamko Rambe Yamko. Namun, pernyataan "kembali ke Jerman" tetap saja membuat hatinya terusik.

"Serius Rama, aku nggak bisa! Caption kamu itu sudah sok puitis, lebay, nggak sinkron sama fotonya pula! Nggak usah sok pakai bahasa Jerman segala, orang di Jerman itu nggak ada yang se-alay kamu!"

Rama menepuk dirinya bangga. "Oh, jelas! aku memang nggak ada duanya di dunia Bro, the most handsome and rare kayak bunga Raflesia arnoldi."

"Tolong ya kalau buat perumpamaan yang bagusan sedikit, Amorphophalus titanium saja sekalian!"

"Maksudmu bunga ... bangkai?" Rama sengaja memberi jeda panjang pada kata "bunga" dan "bangkai" untuk membuat Edward kesal.

"Kurang ajar!"

"Jadi beneran bunga ... bangkai! Padahal aku asal tebak saja uahaha!"

Prescriptio☕  Where stories live. Discover now