Wattpad Original
There are 6 more free parts

Satu

93.2K 6.3K 319
                                    

The Golden Spoon.

Gadis berambut ikal burgundy itu menautkan alis tatkala melihat pemuda di sebelahnya, membelokkan mobil yang mereka tumpangi ke pelataran restoran fine dining tersebut.

Satpam yang tersenyum ramah, mempersilakan mereka untuk mengikuti arahan dari petugas parkir yang ada tak jauh darinya.

"Ka, kamu tadi pulang kantor lewat kuburan mana? Jangan-jangan ada yang nempelin kamu lagi," tukas gadis itu, belum sembuh dari keterkejutannya.

"Aku ajak makan di lesehan, kamu bilang aku pelit. Giliran kita makan di fine dining resto, kamu ngira aku kerasukan. Ternyata bener ya, cowok selalu salah." Pemuda bernama lengkap Kafka Alamsjah tersebut berkomentar tanpa melihat ke arah gadis di sebelahnya, karena sibuk mengikuti arahan petugas parkir restoran tersebut.

"Bukan gitu, ulang tahunku masih bulan depan, Ka, kalau kamu lupa. Second anniversary kita masih lima bulan lagi. Jadi, ada angin apa kita makan di sini?" tanya Fiona bertubi-tubi yang sepertinya enggan dijawab Kafka. Pemuda itu masih serius memperhatikan arahan petugas parkir yang begitu lincah memberi arahan untuk area yang terbilang sempit.

Sepertinya hari ini The Golden Spoon sangat ramai, terbukti dengan berderetnya mobil di parkir basement sehingga Kafka kesulitan mencari ruang kosong. Untung saja dengan arahan petugas parkir berseragam serba hitam tersebut, Kafka sedikit terbantu.

"Bukannya kamu nggak suka makan di tempat kayak gini? Kamu bilang, makannya ribet, porsinya secuil, mahal pula." Gadis bernama Fiona Maharani itu masih belum habis pikir dengan tindakan pemuda yang hampir dua tahun ini menjadi kekasihnya. Kafka selalu mengatakan, dia menyukai tempat makan dengan harga murah, yang rasanya enak, dan tentu saja porsinya banyak.

Pemuda berambut hitam pendek dengan janggut tipis di sekitar dagunya itu tersenyum kecil sembari mematikan mesin mobil. "Nggak ada salahnya kan, nyenengin kamu? Toh, aku udah baca review restoran ini di internet, harga makanannya juga affordable. Jadi, nggak apa-apa deh, nggak tiap hari juga."

"Tapi, kamu nggak bilang dulu sebelumnya, Ka. Aku kan, nggak ada persiapan, kucel banget gini. Kirain kamu ngajak makan cumi asam-manis di Vitamin Sea kayak biasanya," keluh Fiona sembari menyebut kedai seafood langganan mereka.

Kafka memperhatikan Fiona dengan dandanan minimalis seperti biasanya. Bibir mungil gadis itu, dilapisi dengan lipstik matte warna pink pastel, senada dengan eye shadow dan pemulas pipinya. Sedangkan untuk pakaian, Fiona mengenakan midi dress putih, dengan motif bunga-bunga tulip merah marun, di bagian bawahnya. Lalu, di bagian mana yang masih kurang persiapan?

Sementara Kafka sendiri belum pulang ke rumah, dia masih mengenakan kemeja slim fit putih yang berpadu dengan dasi bermotif garis diagonal berwarna cokelat muda. Hadiah dari Fiona, saat anniversary mereka yang pertama.

"Kalau kamu ngerasa kurang persiapan, terus aku yang cuma mengandalkan keajaiban sabun cuci muka ini apa, Fi? Kucel dunia akhirat gitu?"

Fiona tersenyum simpul, seharusnya dia tahu tabiat Kafka. Pemuda itu tidak suka jika Fiona terlalu berlebihan menonjolkan penampilannya. Dia lebih menyukai Fiona saat tampil sederhana seperti ini, bukan dengan penampilan full make up seperti saat mereka menghadiri undangan pernikahan.

"Bengong aja kamu. Yuk ah, kita turun. Mau lihat, seganteng apa chef yang sering kamu tunjukin fotonya di instagram itu." Kafka melepas sabuk pengamannya dengan sedikit jengkel. Sementara itu, Fiona tersenyum kecil melihat tingkah kekanakan kekasihnya.

Memang Fiona beberapa kali makan bersama keluarganya di The Golden Spoon. Gadis itu juga sering menyebut chef-chef yang bekerja di restoran itu, tambahan vitamin A bagi matanya. Bahkan, Fiona mengatakan pada kekasihnya itu, dia mengikuti instagram head chef The Golden Spoon.

Icy EyesWhere stories live. Discover now