Begitu menghilang di belokan, Yolan berjalan sambil bersandar pada tembok. Kakinya terasa lemas. Pada akhirnya, air mata yang sedari tadi ditahannya akhirnya tumpah.

"Sorry... I'm so sorry,"

***
Saga membuka matanya saat mendengar dengkuran halus dari tepi ranjang yang berhasil menganggu tidurnya. Seseorang tidur dalam posisi duduk, namun kepalanya dan setengah badannya beristirahat dengan nyaman di pinggir ranjang.

"Ibu?" Tukas Saga masih tidak percaya. Ibunya ada disini? Sejak kapan? Lebih tepatnya, ibunya tahu dari mana jika dia sedang dirawat?

Mendengar namanya dipanggil, Ibu segera terbangun. Senyuman segera terbit diwajah keriputnya.

"Kamu sudah bangun?" Tanya Ibu dan berdiri dari kursinya. Memeluk Saga yang sekarang sedang terduduk di ranjangnya. Segenap rasa rindunya dia curahkan dalam pelukan erat untuk anak semata wayangnya.

"Ibu dari jam berapa di sini?" Saga merapikan anak rambut Ibu yang sedikit mencuat. Ibunya tetaplah cantik, sama seperti pertama kali Saga melihat dunia.

"Ibu dari jam 2 di sini. Kenapa kamu nggak info Ibu kalau lagi sakit? Pantas beberapa hari ini perasaan Ibu nggak enak. Ternyata kamu lagi dirawat," tampak jelas rasa khawatir dalam ekspresi Ibu. Saga mengambil satu tangan Ibu dan menggenggam erat.

"Saya hanya kurang istirahat Bu. Tapi sekarang sudah sehat. Kalau saya mau, hari ini sudah bisa pulang,"

"Benarkah? Kalau begitu kita pulang ke rumah, ya? Biar Ibu rawat kamu aja sendiri,"

"Jangan Bu, biar saya pulang ke rumah. Ada Lisa-" Saga tidak lagi meneruskan kalimatnya ketika mengingat sesuatu. Mengingat bahwa, ketika dia pulang, tidak ada Lisa yang menunggunya. Sudah hampir 2 Minggu dia tidak pulang dan lebih memilih di apartemen saja. Rasanya rumah itu hanya sekedar rumah sekarang. Bahkan, Saga sudah melelang rumahnya sejak beberapa hari yang lalu. Terlalu banyak kenangan yang tidak mau Saga ingat kembali.

"Ada apa dengan Lisa? Kamu lagi nggak ada masalah sama dia, kan?" Terka Ibu hingga Saga sedikit kelabakan.

"Kami baik-baik saja," jawab Saga berbohong.

"Terus, kenapa Marly yang memberitahu Ibu kamu lagi sakit? Bukan Lisa?" Ibu terus mencecar hingga Saga harus berbohong lagi. Hal yang paling tidak disukainya, namun satu-satunya cara menyelematkan dirinya.

"Lisa lagi tugas luar, Bu. Dia sudah berangkat dari kemarin lusa. Saya baru sakit hari ini. Saya juga belum info ke Lisa lagi sakit. Kebetulan Marly kerja di sini juga,"

Terlihat Ibu menunjukkan ekspresi leganya. Pikiran buruk yang sempat dipikirkannya ternyata tidak terjadi.

"Iya, tadi dia yang jemput Ibu ke rumah. Kok, dia bisa kerja lagi di sini? Kamu nggak bakalan tergoda lagi, kan sama dia? Ingat, kamu sudah punya istri,"

Saga mengangguk pelan.

"Kamu udah cerita ke Lisa tentang siapa Marly bagi kamu dulu?"

Saga menggeleng.

"Kamu harus cerita sama Lisa. Dia harus tahu masa lalu kamu. Ibu nggak mau Lisa salah paham. Apalagi sampai dengar dari orang lain,"

Saga tersenyum. Terlihat sangat dipaksakan. "Iya. Nanti saya cerita sama Lisa,"

"Ya sudah. Ibu bereskan barang-barang kamu. Setelah itu kita pulang ke rumah,"

Ibu bergerak membereskan barang Saga yang tidak seberapa dengan gesit, sementara putra semata wayangnya asik memperhatikan. Saga tidak bisa membayangkan betapa kecewanya sang ibu jika tahu dia akan segera bercerai. Membuat ibu sedih adalah hal terakhir yang ingin Saga lakukan. Jika bisa, tidak ingin dia lakukan selamanya. Ibu, satu-satunya orang yang paling mengerti dirinya. Tidak bisa Saga bayangkan jika suatu saat ibu juga akan meninggalkannya. Meski jarang bertemu, Saga selalu mengingat ibu sekalipun sekedar bertukar pesan singkat atau menelpon. Tanpa sadar, tubuhnya bergerak, turun dari ranjangnya, kemudian berjalan pelan. Berhenti tepat di belakang ibunya yang sibuk melipat baju kotornya.

Are We Getting Married Yet?Where stories live. Discover now