3. Secret Admirer

108 27 30
                                    

"Cinta itu buta, kan? Lantas, mengapa kau ingin tahu siapa diriku?"
 

       

                        ¤¤¤¤¤

PANTULAN  shuttlecock yang mengenai senar raket terdengar di gor itu. Suara teriakan penonton bersahutan saling mendukung. Ruangan olahraga tersebut semakin riuh ketika salah satu pemain yang sedang bertanding, mampu memberhentikan shuttlecock di tempat lawan. Pemain itu bernama Lizzia Aljheva, atau yang kerap disapa Zia. Zia berhasil mengalahkan lawannya dengan pukulan smash terakhirnya tadi.

Para sanak keluarga yang datang, langsung memeluk Zia ketika ia tengah berjalan menuju kursi penonton. Tangis haru mereka pecah melihat Zia memenangkan pertandingan tersebut. Mereka bangga dengan prestasi baru Zia. Termasuk kedua orangtua nya dan kakaknya.

"Selamat ya, Zi!" Seru kedua orang tua Zia.

"Congratulation sistah!" Kini giliran Althaf yang memberikan ucapan selamat.

"Makasih Bun, Yah, kak!" Sahut Zia sembari memeluk mereka.

"Iya sama-sama," balas mereka bersamaan

Zia dan keluarganya tengah melepas kebahagian mereka. Hingga sebuah pengeras suara berbunyi menghentikan kegiatan mereka. Suara itu menyuruh para pemenang untuk naik ke podium. Sebagai juara satu, Zia berjalan menuju podium.

Zia berdiri di tengah, di samping kanan dan kiri berdiri juga juara dua dan tiga. Zia tersenyum  ketika juri mengalungkan medali. Zia bahagia karena telah membanggakan keluarganya. Gadis itu melambaikan tangannya kepada para penonton yang tengah bertepuk tangan untuk dirinya. Namun, pandangannya terhenti ke satu sosok pemuda bersurai hitam. Pemuda itu tersenyum kepada dirinya, Zia pun membalas senyuman tersebut.

Zia tidak tahu siapa pemuda itu. Ia membalas senyumannya karena sebagai bentuk keramah-tamahan. Zia tidak ingin dianggap sombong jika ia tidak membalasnya. Sombong bukan sifat Zia. Maka dari itu, ia sangat menghindari perbuatan tersebut.
Pemberian penghargaan para juara telah selesai. Zia turun dari podium dan menghampiri kembali keluarganya. Ia melihat sekelilingnya, hendak menghampiri pemuda yang tadi tersenyum padanya. Namun, pemuda itu sudah hilang dan tidak ada disekelilingnya.

Zia mengerutkan keningnya. Ia bingung kemana pemuda itu, yang seolah hilang ditelan bumi. Padahal Zia ingin mengajak berkenalan. Menurut Zia, pemuda itu memiliki paras tampan. Sehingga membuatnya kecewa ketika ia sudah tidak menemukan keberadaan pemuda misterius itu.

"Kamu lihat apa, Zi?" Tanya Bunda memecah lamunan Zia.

"Eh? Aku tidak melihat apa-apa, Bun. Aku hanya bingung. Tadi aku lihat ada pemuda disitu. Tapi sekarang sudah tidak ada."

"Pemuda? Kamu salah lihat mungkin. Dari tadi tidak ada pemuda di sekitar itu."

"Iya aku salah lihat mungkin, Bun. Efek lelah."

"Ya sudah. Istirahat dulu ya."

Bunda mengantar Zia menuju kantin gor untuk mengistirahatkan Zia. Gadis itu terlihat sangat lelah usai pertandingan bulu tangkis. Bunda membelikan minuman dan makanan ketika mereka sudah duduk di salah satu kursi kantin.

Zia meneguk minuman yang dibeli oleh Bundanya kemudian memakan makanannya. Gadis itu makan dengan lahap seolah sudah lama tidak makan. Zia berhenti sejenak, mengingat sesuatu. Ia meneguk minumannya kemudian ia bertanya pada Bundanya.

"Ayah sama kak Althaf kemana, Bun?"

"Bunda tidak tahu mereka kemana. Katanya urusan lelaki. Jadi bunda tidak ikut dan menemani kamu disini."

Zio dan ZiaHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin