Chapter 24

6.4K 517 180
                                    

Annyeonghaseo....
Happy reading.

Why?

Heechul menatap gundukan tanah di depannya dengan sayu dan penuh kerinduan. Makam mendiang eommanya. Meski tak seperti adik-adiknya yang rutin berkunjung, tetapi bukan berarti Heechul tak merasakan kerinduan. Justru bagi Heechul, sering mengunjungi tempat itu membuat rasa rindunya semakin membuncah.

"Aku membencinya. Dia selalu mengambil alih peranku dan membuat semua orang merendahkanku." Inilah tujuan Heechul yang sudah menjadi kebiasaan. Mengadukan keluh kesah hatinya seakan gundukan itu bisa mendengar dan menenangkannya.

"Anak itu bilang dia sakit parah bahkan sekarat. Seharusnya aku senang, kan? Tapi kenapa hatiku terasa sakit saat mendengarkan pengakuannya, Eomma?"

Heechul menunduk. Dia tidak menangis, tapi dadanya terasa sesak. Ucapan Kyuhyun yang menyiratkan keputusasaan tempo hari tembali terngiang di telinga dan mengganggu kinerja otaknya.

Tak ada jawaban, tentu saja. Tapi Heechul merasa sedikit lebih lega. Beberapa saat setelahnya, sulung Choi itu memutuskan untuk beranjak mengingat masih banyak pekerjaan yang harus dia lakukan.

Namun baru beberapa langkah, kedua netranya mendapati sosok salah satu adiknya yang mematung dan memandanginya dengan sepasang mata yang berkaca-kaca.

"Tolong siapkan bahumu, Hyung." Kibum berucap tanpa siratan semangat sedikitpun dan sukses membuat Heechul mengeryitkan dahi dan menggeleng. Tidak mengerti apa maksudnya. "Aku dan beberapa orang membutuhkannya."

"Jangan bertele-tele, Kibum-ah"

Kibum menghela napas panjang. Sirat kesesakan yang terlihat jelas oleh Heechul. "Adikmu yang lain sedang kritis. Jika kau masih punya hati, datanglah ke rumah sakit tempatku bekerja."

Selesai dengan kalimatnya, Kibum langsung beranjak meninggalkan Heechul yang masih memiliki pertanyaan besar dalam kepalanya.

Why?

Terhitung sudah hampir 30 jam Kyuhyun menutup matanya. Tertidur dengan damai, membiarkan orang-orang menunggunya dengan kegundahan dan kecemasan.

Ada Tuan Choi yang duduk di samping ranjang pembaringannya. Memandangi wajah sang putra yang sebagian tertutupi oleh mask oksigen.  Ya, pria baya penuh kharisma itu langsung meleset meninggalkan semua pekerjaannya dan langsung terbang ke Korea bersama sang istri saat mendengar kabar dari putra keduanya.

Tuan Choi tersenyum miris. Choi Kyuhyun yang biasanya terlihat begitu berwibawa dengan balutan jas dan berdiri dengan gagah untuk mempersentasikan hasil pemikiran cerdasnya yang selalu sukses meyakinkan semua orang, kini terbaring lemah dengan bantuan alat-alat medis.

Ada pula Choi Heechul yang hanya berdiri mematung. Tak tahu harus berbuat apa selain menunggu dengan perasaan yang tak menentu. Jujur, Heechul merasakan sesuatu yang aneh. Jika biasanya dia selalu emosi saat berada di dekat Kyuhyun, sekarang justru antusias.

"Buka matamu, Kyuhyunie." Itu suara serak Choi Donghae yang kembali menangis untuk kesekian kalinya.

Tiga pasang mata, menatap objek yang sama dan memiliki harapan yang sama pula. Begitu sampai detik demi detik berlalu. Tak ada satu pun diantara mereka yang berniat meninggalkan ruangan itu. Hingga penantian mereka membuahkan hasil.

Tuan Choi memekik senang saat jemari yang berada dalam genggamannya bergerak kecil. Disusul dengan mata yang memiliki onix hitam gelap serupa milik mendiang istrinya itu perlahan terbuka.

Maka dengan gerakan yang cekatan, Heechul dan Donghae mendekat. Melupakan apapun termasuk memanggil dokter yang seharusnya memeriksa adik mereka.

"Ap...pa." Begitu lirih bahkan seperti bisikan namun mampu membuat pendengarnya begitu antusias.

Why?Where stories live. Discover now