"Gue mau sendirian, cepat pergi dari sini," ucap Yolan dengan nada tidak suka. Kehadiran Marco benar-benar membuat emosi Yolan naik-turun. Lebih parah dari sebelumnya. Marco menyeringai, seperti menunjukkan jika dia tidak akan mengindahkan permintaan Yolan. Pria itu malah masuk ke dalam kamar, dan membanting dirinya di sana setelah membuka sepatu dan melepaskan jaket terlebih dahulu.

"Gue minta Lo keluar sekarang. Gue masih minta dengan cara baik-baik," Yolan berdiri di pinggir ranjang dengan tangan bersedekah di depan dada. Marco bergeming. Posisinya yang telungkup dengan wajah menghadap ke sisi yang berlainan dengan Yolan, membuatnya bergeming. Terdengar Yolan mendesah keras dan berusaha menarik lengan Marco agar turun dari kasurnya. Sia-sia saja, karena tenaga mereka yang tak sebanding, membuat Marco tidak bergerak barang se-inci.

"Marco," Yolan mengaku kalah kali ini. Jika dengan menangis membuat Marco iba-meski merendahkan harga dirinya yang tinggi menjulang selama ini, maka Yolan akan melakukannya. Isakan kecil yang tertangkap telinganya, membuat Marco membuka mata yang sempat terpejam, kemudian menggerakkan lehernya menatap Yolan yang menangis.

"Gue cuma minta Lo pergi sekarang. Gue mohon, sekali ini dengarkan apa yang gue mau. Gue nggak minta apa pun, hanya minta Lo pergi karena gue pengen sendirian," ucap Yolan diantara tangisan yang terdengar begitu menyedihkan. Marco akhirnya menyerah, merasa lemah karena tangisan Yolan. Untuk pertama kalinya sejak beberapa tahun setelah mereka kembali bertemu, Yolan mau menunjukkan air matanya. Bukan karena dia lemah, tapi lebih kepada Marco yang sudah keterlaluan, yang mementingkan egonya.

Pria itu bangkit, memakai kembali jaket dan sepatu yang sudah dilepaskan sebelumnya. Dia mendekat ke Yolan, hendak mendaratkan ciuman di keningnya sebagai tanda pamit. Namun, melihat Yolan mengambil 2 langkah ke belakang, membuat Marco tersenyum pahit. Sampai segitunya Yolan tak menginginkan kehadirannya.

Marco tetap bergerak maju sampai Yolan tertahan tembok di belakangnya.

"Maaf, gue bersikap kekanakan. Gue kasih Lo waktu untuk sendiri sekarang. Tapi besok gue akan datang lagi. Jangan menangis," Marco menyeka air mata Yolan dengan kedua ibu jarinya setelah menangkup masing-masing pipi Yolan. Gerakan wajahnya yang hendak mencium bibir Yolan terhenti saat melihatnya memalingkan muka, dengan ekspresi keengganan. Sekali lagi, Marco mencoba tersenyum meski merasa perih di dadanya.

Tangannya kini bergantian mengusap kepala Yolan.

"Jangan lupa makan dan istirahat. Lo keliatan pucat," pesannya dan segera berlalu, meninggalkan Yolan yang merosot ke lantai seketika dengan tangisan yang semakin menjadi.
***
Suasana selasar poli RS swasta di sore ini lumayan ramai, terutama kursi antrian di depan poli penyakit dalam yang didominasi oleh para lansia. Sementara di poli obgyn, juga tidak kalah ramainya. Banyak ibu-ibu yang sebagian besar kehamilannya sudah terlihat, datang bersama suaminya. Kecuali Yolan. Dia datang bersama Lisa, minus Rere yang harus lembur karena loaded pekerjaan yang lumayan tinggi di akhir bulan.

"Udah baikan?" Tanya Yolan sambil menggenggam sebelah tangan Lisa, sepeti memberi kekuatan karena dia tahu, wanita disebelahnya ini berpura-pura tegar.

"Emang gue sakit?" Canda Lisa namun tetap saja tidak berhasil menyembunyikan kesedihan di kedua matanya. Melihat wajah Yolan yang serius, sepertinya candaannya tak berhasil menenangkan Yolan. "Yol, gue udah baikan. Mungkin, masih sedih sedih. Sedikit... Selebihnya, gue baik-baik aja,"

"Lo nggak ajak Saga ngomong dulu?"

Lisa menggeleng lemah. "Udah nggak ada jalan untuk kita. Hanya perceraian solusinya,"

"Tapi Lis, baiknya Lo konfirmasi ke Saga tentang apa yang Lo liat,"

Sekali lagi Lisa menggeleng. "Semuanya cukup menjelaskan, siapa yang dipilih Saga, Yol. Sudah pasti nggak ada gue dalam hati atau pikiran Saga. Mungkin bertahan akan membuat Saga dan gue tersiksa. Gue tersiksa karena raganya bersama gue, tapi pikiran Saga ke Marly. Sedangkan Saga juga merasa tersiksa bersama gue, sedangkan yang dia inginkan hanyalah Marly,"

Are We Getting Married Yet?Where stories live. Discover now