BAB 22 : MEMINTA IZIN

1.1K 89 6
                                    

"Bukan maksud mengecewakan, kadang jujur akan masalah yang dapat diselesaikan harus dilakukan."

🌜🌜🌜🌜🌜

Tak terasa hari terus berganti minggu, 2 minggu sudah Reksa menjalani kehidupan nan membosankan di rumah. Tak banyak yang dapat dilakukan karena papanya membatasi kegiatan yang Reksa lakukan.

Hidup di rumah tapi sedikit tertekan membuat Reksa jengah. Padahal lebih baik papanya itu memberikan izin untuk Reksa agar dirinya dapat mengikuti kegiatan kuliah yang tertinggal.

Sudah sering Reksa mendapatkan pesan dari sahabat dan temannya, kapan ia kembali ke Semarang?, Reksa hanya mampu menjawab. 'Gak tahu, tunggu aja.'

Reksa menegakkan punggungnya ketika pintu yang beberapa hari ini selalu dikunci malam hari dan baru dibuka pagi hari seperti sekarang, membuat Reksa sedikit menanti Bi Lina membawakan sarapan yang selalu datang setiap paginya tanpa absen.

Senyum Reksa mengukir saat benar bahwa yang membuka pintu adalah Bi Lina. Tak seperti pagi yang dilewati, Bi Lina tak membawa nampan yang bisa ia sambut.

"Tumben?" tanya Reksa mengernyit heran.

Mengerti ke mana arah pembicaraan. Bi Lina tersenyum tipis pada majikan yang sudah seperti anaknya sendiri.

"Tuan Besar nyuruh Den Reksa untuk sarapan bersama."

Reksa berdiri dari duduknya. "Terima kasih, Bi."

Reksa berjalan keluar kamar dan menuntun langkahnya untuk menuruni anak tangga. Matanya sudah melihat Papa dan Vega duduk bersebelahan ketika kakinya menginjak lantai bawah.

Reksa meneruskan langkahnya. Duduk berseberangan Papanya. Tangannya mulai mengambil sendok nasi. Tapi tangannya terhenti memegang sendok karena Vega terlebih dulu memegang sendok itu dan menyendokkan nasi dan lauk pauk untuk Reksa sambil tersenyum manis yang membuat Reksa muak.

Memang benar, melihat mantan bukan bersama kita, sudah tak enak dipandang saat si mantan masih berada di sekitar kita.

Reksa memakan makanannya dalam diam. Matanya memandang papanya yang sudah menaruh sendok dan garpu di piring yang sudah tandas.

Reksa melihat pergerakan papanya dalam diam. Niatnya, pagi ini akan mengutarakan keinginannya agar bisa kembali ke Semarang.

Reksa diam saat papanya mencium mesra Vega yang telah selesai memasangkan dasi. Perasaannya sudah hilang untuk Vega. Tak seperti dulu, saat awal melihat Vega menjadi mamanya.

Reksa ingin membuka suaranya, ketika papanya berlalu begitu saja tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Reksa kembali bungkam. Reksa sangat yakin, papanya masih marah pada dirinya.

Tapi sampai kapan marah papanya itu bisa reda. Reksa tidak dapat menahan diri untuk kembali ke Semarang dan menemui Anta dan teman-temannya yang lain.

"Reksa," panggil Vega yang membuat Reksa sedikit mendongakkan kepalanya.

Kepala Reksa kembali tertunduk dan kembali menyuapkan makanan. "Hm."

"Gimana kuliah kamu?" tanya Vega yang berhenti makan dan memperhatikan Reksa yang ogah menatapnya.

"Lancar." Reksa berujar ogah-ogahan. Bukan maksud Reksa kurang ajar pada mama barunya. Tapi ditatap sedemikian rupa oleh Vega membuat Reksa malas menanggapi.

"Aku masih gak nyangka. Kamu anak dari Pak Baran, pengusaha sukses itu," ucap Vega.

Reksa tak menanggapi. Ia hanya bungkam. Untuk apa membahas sesuatu yang tak harus ia jelaskan lagi.

When I Meet You (Completed) #ODOCTheWWGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang