Ya, ia memang tahu perihal hukuman yg diberikan oleh ayahnya pada Taehyung tadi pagi. Dan itu karenanya, ia sedikit merasa menyesal dengan sikapnya sendiri. Akan tetapi, bukankah biasanya walaupun dihukum sedemikian rupa Taehyung pasti akan tetap berangkat ke sekolah.

Baru saja Jimin akan melangkahkan kakinya, teriakkan seseorang dari arah kejauhan menghentikan langkahnya,

"Jimin-a, tunggu aku!" Jimin menoleh dan mendapati sahabatnya, Oh Sehun berlari pontang panting ke arahnya. Sehun kemudian berhenti dihadapannya dengan nafas ys tersengal-sengal.

"Apa yg kau lakukan? tak biasanya kau seperti ini?" Tanya Jimin dengan mengernyitkan alis, tak biasanya sahabatnya pagi-pagi buta berlari-larian seperti itu. Apalagi jika pada jam segini, seharusnya ia sudah datang terlebih dahulu daripada Jimin. Maklumilah, Tipikal murid teladan.

"Hosh ... hosh ... hosh.., Jimin-a ... dengarkan aku sebentar ...." Sehun kemudian mengambil nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya kembali, setelah dirasa nafasnya sudah lancar ia berdiri tegak setelah lama berjongkok tadi.

"Tak usah bertele-tele, cepat katakan ada apa!?" Tanya Jimin kembali.

"Woo ... santai bro, santai. Kau harus tahu bahwa saudara kembarmu itu terlibat perkelahian dengan para senior, dan sebagai sahabat yg baik aku harap kau mau mendengarkan saranku agar kau segera bergegas ke gedung Aula karena Taehyung sekarang sedang dikeroyok, dan aku tahu kau tidak mau merasa repot jika Taehyung jatuh sakit bukan?"

Setelah mendengar perkataan Sehun, Jimin membeku. Taehyung dikeroyok, dan apa itu tadi 'Senior', tak tahukah bahwa senior di sekolah ini selalu berbuat semena-mena. Ia bisa pastikan setelah ini, para pengurus sekolah pasti akan tutup mulut.

"Hey, Jimin-a. Kau dengar yg ku katakan?" Goncangan Sehun di pundaknya membuyarkan renungannya. Dengan sedikit tergagap, Jimin berucap,

"Ah, ya. Aku tidak apa-apa, dan urusan itu aku tidak peduli. Biar dia sendiri yg menyelesaikan, karena ia yg memulai sendiri." jujur saja, Jimin agak sedikit merutuki kalimat yg keluar dari bibirnya tanpa permisi.

Ucapan hati dan mulutnya benar-benar berbeda. Jika didalam hati ia mengatakan 'Aku harus ke sana', maka di mulutnya pasti sebaliknya. Sehun yg mendengarnya menghela nafas, ia tak habis pikir dengan pola pikir dari seorang Kim Jimin.

"Jimin-a, dengarkan aku ... " ucap Sehun yg mempertahankan keteguhannya untuk menyadarkan Jimin bahwa semua yg dilakukannya itu salah besar. Jimin menatap Sehun dengan rasa jengkel, "Apa lagi yg harus kudengarkan, itu urusannya dan bukan urusanku. Jadi jangan paksa aku untuk pergi menemuinya!" ucap Jimin emosian.

"Jimin-a, aku tahu kau membenci Taehyung. Tapi bukan begini caranya, tak seharusnya kau bersikap acuh terhadap Taehyung. Kau tentu tidak lupa bahwa Taehyung tetaplah adikmu, saudara yg sedarah denganmu. Jadi kumohon, kesampingkan rasa bencimu dan pergilah bantu Taehyung sekarang sebelum terlambat."

Setelah berbicara panjang lebar dan tak mendapat respon dari Jimin, Sehun kembali menghembuskan nafas kasar. Akhirnya ia segera kembali masuk ke lingkungan sekolah yg tentunya ia berlari ke arah gedung Aula tempat perkelahian terjadi.

Satu detik kepergian Sehun, entah apa yg membawa Jimin berubah pikiran. Kakinya berlari membawanya ke tempat di mana saudara kembarnya berada, sudah kukatakan bukan. Bahwa perkataan di hati, berbeda di mulut. Seperti yg baru Jimin lakukan, padahal baru saja Jimin mengatakan bahwa ia tidak peduli, tapi nyatanya hatinya berkata lain.

Jimin berlari tergesa-gesa ke arah gedung Aula, tak peduli dengan sudah berapa mahasiswa ataupun mahasiswi yg ditabraknya lantaran pikirannya sedang dipenuhi oleh nama Taehyung.

Feels [Not] Alone | END ✔✅Место, где живут истории. Откройте их для себя