17. Those Threes[ 3rd POV]

11 6 0
                                    

Jordan terpaku saat mendengar penjelasan Ana. Gadis itu diminta untuk memutilasi hewan- hewan. Dinda benar- benar seorang psikopat!

Jordan tambah terkejut saat mengetahui Ana menggunakan kulit palsu untuk menyembunyikan luka- luka sayat yang telah ia dapatkan dari Dinda. Gadis yang telah lama ia sayangi ternyata begitu sangat menderita.

" Gue takut, Jo. Ada kalanya gue berpikir buat bunuh diri aja, dan gue udah coba lakukan itu. Gue capek, Jo. Gue sayang sama Nicole dan Reza tapi di saat bersamaan gue benci sama mereka. Gue jadi marah sama diri gue sendiri dan benci sama diri gue, Jo. G- gue..." suara Ana bergetar saat menceritakan semuanya. Ana tidak menangis.

" Lo udah berhasil dijebak sama Dinda," ujar Jordan membuat Ana menoleh ke arahnya.

" Dijebak?"

" Iya. Lo berhasil masuk ke dalam jebakan yang udah dia rancang dan lo udah terjebak. Sekarang masalah masa lalu lo itu bisa dikesampingkan. Tapi gimana kalo lo sampai dipenjarakan kayak Reza?" ucapan Jordan membuat Ana terpaku. Kemungkinan itu sama sekali tidak terlintas di dalam pikirannya.

" G- gue enggak tahu," ucap Ana pelan. Dia memilih untuk berpasrah saja jika sampai dirinya dipenjarakan. Toh, dia sendiri yang melakukan kesalahan itu.

Ana berjalan ke arah jendela ruangan tempat ia dirawat. Jendela itu terbuka. Daripada dipenjarakan tampaknya hanya pilihan inilah yang terbaik.

" Lo mau ngapain ke situ?" tanya Jordan yang sudah berdiri di belakang Ana. Ana tidak membalikkan badannya ataupun merespon Jordan.

Tiba- tiba saja, Ana merasa kepalanya seperti berputar kencang. Perutnya mual dan tubuhnya terasa menjadi sangat letih. Ana juga merasa tubuhnya menggigil.

Ana merasa seakan ingin pingsan saja, dan saat dia benar- benar merasakan kakinya tidak bisa menopang tubuhnya tubuh Ana dipeluk oleh Jordan dari belakang. Rasa hangat mulai menerpa tubuh Ana.

" Jangan coba- coba bunuh diri lagi, La," bisik Jordan pelan. Mata Ana terpejam saat mendengar ucapan Jordan.

" Lebih baik gue mati daripada keluarga gue harus merasa malu, Jo," balas Ana.

" Kematian lo juga hanya akan memperparah keadaan. Mereka mungkin bakal marah sama lo karena lo bodoh dan tertutup. Tapi kemarahan itu enggak akan bertahan lama," ucapan Jordan begitu menohok Ana. Ini semua memang terjadi bukan karena rasa ingin tahunya. Tapi kebodohannya.

" Kalo gue dipenjarakan lo bakal ninggalin gue, Jo?" tanya Ana yang merasa mulai takut atas jawaban yang akan ia dengar. Jordan semakin mempererat pelukannya dan entah mengapa Ana merasa jantungnya memompa darah lebih cepat. Angin yang masuk melalui jendela rumah sakit, tidak lagi membuat tubuh Ana menggigil.

" Enggak bakal," jawaban Jordan membuat Ana terpaku. Jawaban Jordan membuat Ana merasa... entahlah.

" Jo, kenapa lo..." ucapan Ana terpotong saat Jordan membalikkan tubuh Ana hingga keduanya berdiri berhadapan. Jarak keduanya sangat dekat. Ana bisa melihat mata kelabu Jordan yang terlihat begitu dingin dan menyembunyikan semua hal yang berkaitan dengan emosional pemiliknya. Wajah Eropanya sangat rupawan dan memikat. Jordan terlihat arogan dan misterius sekaligus menawan.

Ana menatap lamat- lamat ke arah Jordan lalu siap melontarkan pertanyaan yang sejak lama ingin ia ketahui jawabannya.

" Lo itu siapa, Jo?" tanya Ana pelan. Dan keheningan yang terjadi di antara keduanya hanya diisi oleh deruan angin sepoi- sepoi.

" Gran lo berniat buat jodohin lo ke gue," satu kalimat itu membuat keheningan lagi.

" Gran mau jodohin kita dua?" ulang Ana lalu menggeleng tidak percaya. Jordan menghembuskan nafas pelan.

PromisesWhere stories live. Discover now