12. That Bad Side [ Ana's POV]

9 8 0
                                    


Aku berencana akan menghabisi Nicole sehabis pulang sekolah nanti. Untuk saat ini, aku harus berpura- pura terlihat normal seolah- olah tidak ada masalah. Aku juga sudah mulai merancang berbagai macam teror untuk orang- orang yang kubenci dan juga untuk orang yang kuanggap sebagai penghalang.

Pelajaran les terakhir lima belas menit lagi akan berakhir. Aku terus- menerus melirik ke arloji yang melingkar di pergelangan tanganku. Kali ini Nicole akan kuhabisi. Lihat saja!

Bel pulang sekolah sekaligus pertanda berakhirnya les terakhir pun berbunyi. Aku langsung menyimpan semua alat tulis dan juga bukuku. Setelah selesai berdoa, guru Bahasa Indonesiaku keluar dari kelas. Sama halnya dengan murid- murid yang lain. Nicole juga terlihat bangkit untuk keluar dari kelas tapi aku menahannya. Aku melemparkan senyuman manis padanya sementara dia balas tersenyum sambil menautkan kedua alis bingung.

Aku membawanya ke dalam toilet sekolah lalu diam- diam mengunci pintu toilet. Aku bisa menangkap raut tidak nyaman sekaligus sedikit takut dari Nicole. Dan aku memang mengharapkan itu.

" Nic, lo tau kan kalo gue paling enggak suka ada orang yang terlalu mencampuri privasi gue?" tanyaku dengan suara yang lembut dan sebuah senyuman lebar menghias wajahku. Nicole terpaku padaku dan mengangguk kaku. Aku mengambil sebuah cutter dari dalam saku rok dan berjalan mengitari Nicole. Sekarang dia terlihat benar- benar sangat ketakutan.

" L- lo mau ngapain, Ta?" tanya Nicole terbata- bata. Aku melemparkan seringaian dingin padanya sementara tanganku terus bermain dengan cutter. Wajah cantik yang sering membuatku merasa muak itu, sekarang tengah memandangku dengan ketakutan yang luar biasa terpancar di wajahnya.

" Kenapa lo ngadu ke orangtua gue, hah?" tanyaku dengan nada sinis. Aku menarik lengannya dengan kasar dan meletakkan cutter di atas permukaan kulit mulus Nicole. Nicole mengerjapkan kedua matanya, lalu menggeleng kuat.

" Enggak, Ta. Gue sama sekali enggak pernah ngaduin apapun ke orangtua lo," ucap Nicole pelan. Aku mendengus jijik padanya. Dengan sekali sayatan, sebuah goresan terukir di lengan Nicole yang mulus. Darah mengalir dan Nicole mulai menangis.

" Lo pembohong," dua kata yang terlontar dengan dingin dari mulutku membuat Nicole menatapku dengan tidak percaya. Nicole menyentakkan lengannya dari genggamanku.

" Gue enggak pernah bohong ke lo, Ta. Satu- satunya pembohong di antara kita berdua itu lo! Lo yang selalu bohong dan berpura- pura!" teriak Nicole padaku dan aku menamparnya begitu kuat hingga Nicole tersungkur di lantai toilet. Tidak ada lagi rasa belas kasihan dan kemanusiaan di hatiku saat melihat kondisi Nicole. Aku menempelkan cutter ke leher Nicole, agar dia bisa mendongak ke arahku. Aku jongkok dan melemparkan senyuman jahat kepadanya.

" Lo pantes ditampar. Lo enggak perlu campurin masalah privasi gue. Lo itu bukan siapa- siapa bagi gue, Nicole. Dan bukan hanya gue yang menganggap lo bukan siapa- siapa. Keluarga lo juga menganggap lo sebagai suatu kesalahan dan itu artinya lo anak yang tidak diinginkan," ucapku dengan pedas dam tanpa belas kasihan. Aku tidak memedulikan lagi luka yang terdapat di mata Nicole. Aku mengabaikan tangisan Nicole. Aku tidak lagi mau tau dengan hubungan pertemanan kami.

" Gue enggak nyangka kalo lo bisa berubah jadi kayak gini, Ta," lirih Nicole membuatku sedikit menekan leher Nicole hingga dia meringis. Ada sedikit goresan di lehernya akibat ulahku.

" Kenapa lo harus peduli kalo gue berubah? Jauhi gue dan juga urusan gue! Sekali aja lo ikut campur, nyawa lo jadi bayarannya," kecamku tanpa ampun. " Satu lagi, lo enggak boleh kasih tau kejadian ini ke siapa- siapa. Kalo lo sampai kasih tau yang lainnya, gue bakal buat hidup lo lebih parah dari neraka," lanjutku dengan penuh penekanan dan dengan raut wajah yang sangat dingin.

PromisesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang